Pungutan Pajak Ekspor Tinggi, Ekspor Cangkang Sawit Jadi Terhambat

Selasa, 25 Agustus 2020 - 18:22 WIB
APCASI mengeluhkan bea keluar dan dana pungutan sawit yang tinggi yang membuat ekspor cangkang sawit menurun. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) meminta keringanan pajak ekspor cangkang sawit . Pasalnya, bea keluar dan dana pungutan sawit yang tinggi membuat ekspor cangkang sawit menurun.

Ketua Umum APCASI Dikki Akhmar mengatakan, cangkang sawit memiliki potensi ekspor untuk digunakan sebagai biomassa yang mulai diminati dan dibutuhkan di pasar Asia, khususnya Jepang dan Thailand.

Pada tahun 2019, volume ekspor cangkang sawit telah mencapai 1,8 juta ton dengan nilai devisa USD144 juta. Namun hingga Juni 2020, ekspor cangkang sawit Indonesia ke Jepang baru mencapai 800.000 ton dengan nilai devisa USD84 juta.



"Kami prediksi hingga akhir tahun 2020 akan terjadi penurunan, hanya mencapai 1,2 juta ton. Hal ini disebabkan tingginya bea keluar dan dana pungutan sawit yang mencapai hingga USD22 per ton," ujarnya di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

(Baca Juga: Kemendag Akan Bentuk Tim Kampanye Positif Sawit Indonesia)

Menurut dia, dengan pungutan sebesar USD22 per ton saja sudah menurunkan ekspor. Apalagi saat ini pemerintah berencana akan menaikkan lagi dana pungutan sawit menjadi USD20, sehingga total beban eksportir untuk pajak ekspor dan pungutan sebesar USD27 per ton, atau 33% dari harga produknya.

"Dengan naik menjadi USD22 saja hampir 90% eksportir tidak melakukan ekspor dan terpaksa merugi. Ini jadi kendala kita. Di satu sisi diminta genjot ekspor, tetapi dana pungutan yang tinggi ini jadi rintangan," jelasnya.

Dikki melanjutkan, potensi ekspor cangkang sawit sangat besar terutama dari sumber-sumber yang berada di remote area. Hampir 30% cangkang sawit di beberapa daerah tidak bisa diekspor atau digunakan di dalam negeri sehingga hanya menjadi limbah yang tidak produktif.

"Kami hanya mengekspor cangkang sawit dari remote area yang cangkang sawitnya tidak digunakan baik oleh pabrik CPO maupun kebutuhan industri domestik di dalam negeri. Jadi jangan anggap ekspor cangkang sawit menghambat kebutuhan biomassa dalam negeri," tuturnya.

(Baca Juga: Jika Mentok di CPO Saja, Masa Depan Industri Sawit Tak Berkembang)

Untuk itu, pihaknya meminta agar pemerintah memisahkan kebijakan pajak cangkang sawit dengan produk CPO dan turunan lainnya. Hal ini perlu dipertimbangkan karena kebijakan harga CPO tidak relevan dengan harga ekspor cangkang sawit.

"Kami tidak menutup mata untuk bayar pajak dan dana pungutan, tetapi kalau kebijakan tidak terkendali dan terlalu tinggi akan menghambat ekspor. Belum lagi soal berubah-ubahnya besaran pajak cangkang sawit sehingga menimbulkan tidak stabilnya harga ekspor," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More