Pimpin 'Genk' Negara Selatan, China Iming-iming Utang Rp462 Triliun

Jum'at, 06 September 2024 - 07:25 WIB
Presiden China Xi Jinping menyampaikan pidato di Forum Kerjasama Tiongkok-Afrika di Beijing pada 5 September 2024. FOTO/Reuters
JAKARTA - Berbicara di Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika di Beijing, Presiden China Xi Jinping menyampaikan sejumlah janji mencakup perdagangan, rantai pasok industri, konektivitas infrastruktur, kesehatan, pertukaran antar masyarakat dan keamanan.

Jangkauan ke benua ini dilakukan ketika China berupaya memberikan pengaruh lebih besar di negara-negara berkembang di Dunia Selatan atau Global South. Namun, cakupannya kemungkinan akan menarik perhatian di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai kemampuan negara-negara penerima bantuan untuk membayar utangnya.

"Setelah hampir 70 tahun kerja keras, hubungan China-Afrika kini berada pada periode terbaik dalam sejarah," ujar Xi Jinping kepada delegasi lebih dari 50 negara Afrika yang menghadiri pertemuan tiga tahunan tersebut, yang digelar sejak tahun 2000 dan bergantian antara China dan Afrika.



Baca Juga: Mengenal Linda Sun, Politikus yang Dituding sebagai Agen Ganda China di AS

Ketika cetak biru pembangunan Agenda 2063 Uni Afrika sejalan dengan jalur pembangunan jangka panjang China, Xi mengatakan pendekatan kedua belah pihak pasti akan memimpin tren modernisasi di Dunia Selatan. Dari 360 miliar yuan pembiayaan, 210 miliar yuan akan disalurkan dalam bentuk pinjaman dan sisanya berasal dari berbagai bantuan, termasuk 70 miliar yuan untuk mempromosikan investasi perusahaan China di Afrika.

Pinjaman tersebut berjumlah rata-rata sekitar USD10 miliar per tahun selama tiga tahun ke depan atau USD30 miliar setara Rp462 triliun serupa dengan komitmen tahunan yang dijanjikan melalui Belt and Road Initiative sekitar satu dekade lalu.

Sebagai perbandingan, pemberi pinjaman dari China memberikan pinjaman sebesar USD4,61 miliar kepada delapan negara Afrika pada 2023, menurut sebuah studi terbaru dari Pusat Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston.

Meskipun jumlah tersebut merupakan peningkatan pertama sejak 2016, penulis laporan tersebut mengatakan bahwa China tidak mungkin meningkatkan pengeluarannya karena masalah keberlanjutan utang. Para analis termasuk Jana de Kluiver, seorang peneliti di Institute of Security Studies di Afrika Selatan, mempertanyakan struktur model pinjaman China.

"Kekhawatiran yang sesungguhnya adalah sifat dari proyek-proyek yang didanai oleh pinjaman-pinjaman ini, bersama dengan kurangnya transparansi dan pilihan-pilihan yang terbatas untuk restrukturisasi dan kekhawatiran-kekhawatiran lainnya," kata Kluiver dilansir dari Nikkei Asia, Jumat (6/10/2024).
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More