CPOPC Bahas Masa Depan Permintaan dan Kebutuhan Minyak Nabati Dunia
Kamis, 12 September 2024 - 19:52 WIB
Direktur Pelaksana Industri Minyak dan Lemak Belanda (MVO), Frans Classen, menegaskan bahwa jalan ke depan adalah melalui dialog yang lebih kuat, inklusif, dan konstruktif di antara semua pemangku kepentingan. Hal tersebut harus mencakup jutaan petani kecil yang memainkan peran penting dan tak tergantikan dalam rantai pasokan pasar UE. Keterlibatan mereka sangatlah penting.
Diskusi di konferensi tersebut memberikan wawasan berharga mengenai dinamika pasar saat ini, mengeksplorasi tantangan dalam menyeimbangkan peningkatan permintaan dengan praktik berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim. Para ahli menekankan perlunya pendekatan seimbang yang mendukung ketahanan pangan dan ketahanan energi sekaligus memajukan pengelolaan lingkungan.
Baca Juga: Kemenkeu: Sektor Sawit Sumbang Rp88,7 Triliun untuk APBN
Konferensi ini juga menunjukan praktik dan teknologi pertanian inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan dan ketahanan iklim di berbagai jenis minyak nabati. Presentasi-presentasi yang ada juga menyoroti kemajuan dalam produksi minyak yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Sustainable Development Goals, SDGs PBB).
Dengan ditetapkannya EUDR yang akan mempengaruhi perdagangan global minyak nabati, konferensi ini mengkaji kesiapan industri untuk mematuhi peraturan baru, dengan fokus pada implikasi bagi inklusivitas petani kecil dan ekuitas perdagangan. Diskusi tersebut memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang tantangan dan peluang di masa mendatang.
Hampir 250 peserta dari 16 negara termasuk negara-negara produsen dan konsumen utama seperti Indonesia, Malaysia, Uni Eropa, Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Australia bersama dengan perwakilan dari organisasi internasional seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization, FAO), Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency, IRENA), Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan dan Konferensi (United Nations for Trade and Conference, UNCTAD), dan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO) telah berpartisipasi aktif dalam SVOC ke-3.
Diskusi di konferensi tersebut memberikan wawasan berharga mengenai dinamika pasar saat ini, mengeksplorasi tantangan dalam menyeimbangkan peningkatan permintaan dengan praktik berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim. Para ahli menekankan perlunya pendekatan seimbang yang mendukung ketahanan pangan dan ketahanan energi sekaligus memajukan pengelolaan lingkungan.
Baca Juga: Kemenkeu: Sektor Sawit Sumbang Rp88,7 Triliun untuk APBN
Konferensi ini juga menunjukan praktik dan teknologi pertanian inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan dan ketahanan iklim di berbagai jenis minyak nabati. Presentasi-presentasi yang ada juga menyoroti kemajuan dalam produksi minyak yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Sustainable Development Goals, SDGs PBB).
Dengan ditetapkannya EUDR yang akan mempengaruhi perdagangan global minyak nabati, konferensi ini mengkaji kesiapan industri untuk mematuhi peraturan baru, dengan fokus pada implikasi bagi inklusivitas petani kecil dan ekuitas perdagangan. Diskusi tersebut memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang tantangan dan peluang di masa mendatang.
Hampir 250 peserta dari 16 negara termasuk negara-negara produsen dan konsumen utama seperti Indonesia, Malaysia, Uni Eropa, Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Australia bersama dengan perwakilan dari organisasi internasional seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization, FAO), Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency, IRENA), Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan dan Konferensi (United Nations for Trade and Conference, UNCTAD), dan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO) telah berpartisipasi aktif dalam SVOC ke-3.
(nng)
tulis komentar anda