Mendistorsi Peran Pelaku Usaha, Ekonom Sayangkan Perpecahan di Tubuh Kadin
Jum'at, 20 September 2024 - 11:48 WIB
JAKARTA - Dualisme kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri ( Kadin ) Indonesia saat ini dinilai merugikan semua pihak. Pasalnya, Kadin memiliki peran penting sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan, serta sebagai pemberi masukan dan aspirasi dari pelaku usaha .
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menilai, kondisi tersebut berpotensi mendistorsi tugas para pelaku usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, penyerapan tenaga kerja, maupun dalam upaya bahu-membahu bersama pemerintah. "Investor yang mau cari mitra di Indonesia juga akan bingung," ujarnya kepada media, belum lama ini.
Dualisme kepemimpinan di tubuh Kadin terjadi setelah Arsjad Rasjid sebagai Ketua Umum Kadin periode 2021-2026 yang dipilih secara aklamasi pada musyawarah nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara, 2021 lalu "dikudeta" oleh Anindya Bakrie yang dipilih sebagai ketua pada 14 September 2024 melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Merespons Munaslub tersebut, Arsjad Rasjid menegaskan bahwa kegiatan tersebut ilegal. Dia beralasan hal itu tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin. Secara rinci, Kuasa Hukum Kadin Indonesia Hamdan Zoelva menguraikan bahwa Munaslub yang memilih Anindya tidak sesuai dengan Undang-Undang No 1/1987 tentang Kamar Dagang dan Industri serta Keputusan Presiden (Keppres) No18/2022 yang mengatur tentang perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin.
"Dalam menjawab persoalan apakah munaslub pada Sabtu (14/9) kemarin dapat dibenarkan secara hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka kita harus mengacu dan mengedepankan UU Kadin No 1/1987, Keppres 18/2022, dan AD/ART Kadin Indonesia," ujarnya.
Mengacu pada AD/ART Kadin Indonesia Pasal 18 ayat (1), Munaslub diselenggarakan untuk meminta pertanggungjawaban Dewan Pengurus mengenai pelanggaran prinsip terhadap AD/ART, penyelewengan keuangan dan perbendaharaan organisasi, atau tidak berfungsinya Dewan Pengurus. Selain itu, pada ayat (2), prosesnya harus didahului oleh pemberian surat peringatan kepada Dewan Pengurus selama dua kali, yang masing-masing diberi waktu untuk menjawab selama 30 hari.
Selanjutnya, jika Dewan Pengurus tidak mengindahkan peringatan tersebut hingga batas waktunya, maka pengurus Kadin Provinsi dan pengurus organisasi perusahaan dan organisasi pengusaha tingkat nasional berhak mengajukan permintaan munaslub. "Ketentuan tersebut (Pasal 18 AD/ART Kadin) tidak terpenuhi," tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2010-2015 itu.
Didasari hal itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid pun menegaskan bahwa organisasi yang dipimpinnya tidak mengakui terjadinya munaslub pada 14 September 2024 tersebut. Arsjad pun menegaskan bahwa hanya ada satu Kadin Indonesia. Kadin Indonesia yang dimaksud adalah organisasi dunia usaha yang lahir dan diatur oleh UU No 1/1987 tentang Kadin, dan ditegaskan oleh Kepres No 18/2022. "Juga memiliki dasar hukum yang kuat melalui AD/ART dan peraturan organisasi," tandasnya.
Lihat Juga: Dualisme Ketum Kadin Usai, Anindya Bakrie Sebut Arsjad Rasjid Bakal Jadi Dewan Pertimbangan
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menilai, kondisi tersebut berpotensi mendistorsi tugas para pelaku usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, penyerapan tenaga kerja, maupun dalam upaya bahu-membahu bersama pemerintah. "Investor yang mau cari mitra di Indonesia juga akan bingung," ujarnya kepada media, belum lama ini.
Dualisme kepemimpinan di tubuh Kadin terjadi setelah Arsjad Rasjid sebagai Ketua Umum Kadin periode 2021-2026 yang dipilih secara aklamasi pada musyawarah nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara, 2021 lalu "dikudeta" oleh Anindya Bakrie yang dipilih sebagai ketua pada 14 September 2024 melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Merespons Munaslub tersebut, Arsjad Rasjid menegaskan bahwa kegiatan tersebut ilegal. Dia beralasan hal itu tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin. Secara rinci, Kuasa Hukum Kadin Indonesia Hamdan Zoelva menguraikan bahwa Munaslub yang memilih Anindya tidak sesuai dengan Undang-Undang No 1/1987 tentang Kamar Dagang dan Industri serta Keputusan Presiden (Keppres) No18/2022 yang mengatur tentang perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin.
"Dalam menjawab persoalan apakah munaslub pada Sabtu (14/9) kemarin dapat dibenarkan secara hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka kita harus mengacu dan mengedepankan UU Kadin No 1/1987, Keppres 18/2022, dan AD/ART Kadin Indonesia," ujarnya.
Mengacu pada AD/ART Kadin Indonesia Pasal 18 ayat (1), Munaslub diselenggarakan untuk meminta pertanggungjawaban Dewan Pengurus mengenai pelanggaran prinsip terhadap AD/ART, penyelewengan keuangan dan perbendaharaan organisasi, atau tidak berfungsinya Dewan Pengurus. Selain itu, pada ayat (2), prosesnya harus didahului oleh pemberian surat peringatan kepada Dewan Pengurus selama dua kali, yang masing-masing diberi waktu untuk menjawab selama 30 hari.
Selanjutnya, jika Dewan Pengurus tidak mengindahkan peringatan tersebut hingga batas waktunya, maka pengurus Kadin Provinsi dan pengurus organisasi perusahaan dan organisasi pengusaha tingkat nasional berhak mengajukan permintaan munaslub. "Ketentuan tersebut (Pasal 18 AD/ART Kadin) tidak terpenuhi," tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2010-2015 itu.
Didasari hal itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid pun menegaskan bahwa organisasi yang dipimpinnya tidak mengakui terjadinya munaslub pada 14 September 2024 tersebut. Arsjad pun menegaskan bahwa hanya ada satu Kadin Indonesia. Kadin Indonesia yang dimaksud adalah organisasi dunia usaha yang lahir dan diatur oleh UU No 1/1987 tentang Kadin, dan ditegaskan oleh Kepres No 18/2022. "Juga memiliki dasar hukum yang kuat melalui AD/ART dan peraturan organisasi," tandasnya.
Lihat Juga: Dualisme Ketum Kadin Usai, Anindya Bakrie Sebut Arsjad Rasjid Bakal Jadi Dewan Pertimbangan
(fjo)
tulis komentar anda