3 Penyebab Harga Beras Indonesia Termahal di ASEAN, tapi Penghasilan Petani Paling Kecil
Selasa, 24 September 2024 - 14:49 WIB
JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan harga beras di Indonesia 20% lebih tinggi daripada harga beras di pasar global dan konsisten menjadi yang termahal di ASEAN.
"Tingginya harga beras terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif," ungkap Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk, dikutip, Selasa (24/9/2024).
Baca Juga: Bank Dunia Sebut Harga Beras di Indonesia Paling Mahal di ASEAN
Dia menegaskan kebijakan yang mendistorsi harga ini menaikkan harga produk dan mengurangi daya saing pertanian. Meski demikian, tingginya harga beras dalam negeri tak sebanding dengan pendapatan petani lokal.
Berdasarkan hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD1 atau Rp15.199 per hari. Sementara, pendapatan petani per tahun hanya mencapai USD341 atau Rp5,2 juta.
Pendapatan petani tanaman pangan khususnya beras jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanaman perkebunan atau pertanian hortikultura.
"Jadi petani mendapat keuntungan rendah, padahal di lain sisi konsumen membayar harga beras dengan harga tinggi," ujar Carolyn.
Baca Juga: 108 Negara Berisiko Terjebak Middle Income Trap, Ada Indonesia?
Bank Dunia melaporkan, saat ini hanya 31% penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sulit membeli makanan bergizi seperti daging, telur, ikan dan sayuran. Bank Dunia mengingatkan, seharusnya dengan harga beras yang sangat tinggi ini petani menjadi semakin sejahtera.
Melalui harga pangan yang terjangkau gizi lebih mudah terpenuhi sebagai modal penting Indonesia menjadi negara maju.
"Tingginya harga beras terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif," ungkap Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk, dikutip, Selasa (24/9/2024).
Baca Juga: Bank Dunia Sebut Harga Beras di Indonesia Paling Mahal di ASEAN
Dia menegaskan kebijakan yang mendistorsi harga ini menaikkan harga produk dan mengurangi daya saing pertanian. Meski demikian, tingginya harga beras dalam negeri tak sebanding dengan pendapatan petani lokal.
Berdasarkan hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD1 atau Rp15.199 per hari. Sementara, pendapatan petani per tahun hanya mencapai USD341 atau Rp5,2 juta.
Pendapatan petani tanaman pangan khususnya beras jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanaman perkebunan atau pertanian hortikultura.
"Jadi petani mendapat keuntungan rendah, padahal di lain sisi konsumen membayar harga beras dengan harga tinggi," ujar Carolyn.
Baca Juga: 108 Negara Berisiko Terjebak Middle Income Trap, Ada Indonesia?
Bank Dunia melaporkan, saat ini hanya 31% penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sulit membeli makanan bergizi seperti daging, telur, ikan dan sayuran. Bank Dunia mengingatkan, seharusnya dengan harga beras yang sangat tinggi ini petani menjadi semakin sejahtera.
Melalui harga pangan yang terjangkau gizi lebih mudah terpenuhi sebagai modal penting Indonesia menjadi negara maju.
(nng)
tulis komentar anda