Pentingnya Melibatkan Buruh dalam RPMK Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
Minggu, 20 Oktober 2024 - 14:13 WIB
JAKARTA - Aspirasi para buruh dalam industri rokok bakal ditampungterkait penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) kemasan rokok polos tanpa merek. Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, Benget Saragih menyampaikan komitmennya untuk melibatkan berbagai pihak yang terdampak, terutama para buruh, dalam proses penyusunan kebijakan tersebut ke depannya.
Sebagai bentuk transparansi dan keterbukaan, Benget menegaskan hal ini bukan sekadar janji, melainkan komitmen nyata yang akan diwujudkan. Melalui kerja sama yang erat dengan pemangku kepentingan, pihaknya akan memastikan bahwa RPMK disusun dengan memperhatikan berbagai masukan dari lapangan. Penyusunan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang adil bagi mereka yang terkena dampak langsung.
"Terima kasih untuk teman-teman, sesuai kesepakatan bersama kami sangat menerima aspirasi dan akan melibatkan bapak ibu pekerja dan buruh dalam penyusunan RPMK. Karena kami melihat buruh ikut terdampak, kita akan bersama-sama menyusun, ini bukan janji tapi ini akan kita laksanakan," ujar dia saat menerima audiensi ribuan aksi massa buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI).
Sebelumnya, ribuan buruh dan pekerja tembakau dari berbagai daerah yang tergabung dalam serikat FSP RTMM SPSI melakukan unjuk rasa di Kemenkes untuk mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sekaligus membatalkan aturan turunannya, yakni RPMK Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang mensyaratkan dihilangkannya logo, warna, ataupun fitur pembeda lainnya pada kemasan rokok.
Para buruh menegaskan bahwa kedua beleid itu sangat membebani para pekerja dan telah menyebabkan banyak dari mereka kehilangan pekerjaan. Para buruh dan pekerja mendesak agar pemerintah tidak membuat regulasi yang semakin menyulitkan para buruh di tengah situasi pelik saat ini.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM SPSI Sudarto AS mengungkapkan, langkah turun ke jalan merupakan imbas dari upaya para pekerja dan buruh tembakau yang telah berulang kali mengirimkan permohonan audiensi.
“Kami sudah berkali-kali mengirim surat, mencoba audiensi, bahkan meminta pemerintah untuk berdialog, tapi semuanya tidak direspons. Karena itu, kami akhirnya memutuskan untuk turun ke Jakarta,” ujar Sudarto.
Meski telah mendapat komitmen dari Kemenkes untuk melibatkan buruh, Sudarto tetap akan mengawasi perkembangan dari perumusan beleid tersebut. Berdasarkan hasil audiensi dengan Kemenkes di tengah-tengah aksi, Sudarto mendapatkan informasi bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek sendiri merupakan aturan yang dibuat untuk melihat reaksi publik maupun industri rokok itu sendiri.
Sementara itu terkait dengan aturan zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024 nantinya akan ada pembahasan lebih lanjut. "Kami akan tetap mengawasi dan menagih janji dari pihak Kemenkes yang akan melibatkan buruh dalam pembahasan RPMK ke depannya," pungkasnya.
Sebagai bentuk transparansi dan keterbukaan, Benget menegaskan hal ini bukan sekadar janji, melainkan komitmen nyata yang akan diwujudkan. Melalui kerja sama yang erat dengan pemangku kepentingan, pihaknya akan memastikan bahwa RPMK disusun dengan memperhatikan berbagai masukan dari lapangan. Penyusunan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang adil bagi mereka yang terkena dampak langsung.
"Terima kasih untuk teman-teman, sesuai kesepakatan bersama kami sangat menerima aspirasi dan akan melibatkan bapak ibu pekerja dan buruh dalam penyusunan RPMK. Karena kami melihat buruh ikut terdampak, kita akan bersama-sama menyusun, ini bukan janji tapi ini akan kita laksanakan," ujar dia saat menerima audiensi ribuan aksi massa buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI).
Sebelumnya, ribuan buruh dan pekerja tembakau dari berbagai daerah yang tergabung dalam serikat FSP RTMM SPSI melakukan unjuk rasa di Kemenkes untuk mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sekaligus membatalkan aturan turunannya, yakni RPMK Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang mensyaratkan dihilangkannya logo, warna, ataupun fitur pembeda lainnya pada kemasan rokok.
Para buruh menegaskan bahwa kedua beleid itu sangat membebani para pekerja dan telah menyebabkan banyak dari mereka kehilangan pekerjaan. Para buruh dan pekerja mendesak agar pemerintah tidak membuat regulasi yang semakin menyulitkan para buruh di tengah situasi pelik saat ini.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM SPSI Sudarto AS mengungkapkan, langkah turun ke jalan merupakan imbas dari upaya para pekerja dan buruh tembakau yang telah berulang kali mengirimkan permohonan audiensi.
“Kami sudah berkali-kali mengirim surat, mencoba audiensi, bahkan meminta pemerintah untuk berdialog, tapi semuanya tidak direspons. Karena itu, kami akhirnya memutuskan untuk turun ke Jakarta,” ujar Sudarto.
Meski telah mendapat komitmen dari Kemenkes untuk melibatkan buruh, Sudarto tetap akan mengawasi perkembangan dari perumusan beleid tersebut. Berdasarkan hasil audiensi dengan Kemenkes di tengah-tengah aksi, Sudarto mendapatkan informasi bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek sendiri merupakan aturan yang dibuat untuk melihat reaksi publik maupun industri rokok itu sendiri.
Sementara itu terkait dengan aturan zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024 nantinya akan ada pembahasan lebih lanjut. "Kami akan tetap mengawasi dan menagih janji dari pihak Kemenkes yang akan melibatkan buruh dalam pembahasan RPMK ke depannya," pungkasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda