Risiko Kabinet Gemuk, Bakal Bebani Belanja Birokrasi
Rabu, 23 Oktober 2024 - 12:17 WIB
JAKARTA - Kabinet Merah Putih yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto selepas pelantikannya pada Minggu (20/10) dinilai gemuk dengan 48 menteri dan 55 wakil menteri. Banyaknya jumlah pembantu presiden di Kabinet Merah Putih tersebut dikhawatirkan bakal membebani belanja birokrasi negara.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, beban belanja yang besar ini harus diimbangi dengan penarikan pajak yang besar pula nantinya. "Ini kan repot sih ke depan kalau peningkatan jumlah pelaksana birokrasi ini tidak diikuti dengan peningkatan penerimaan perpajakan gitu ya. Karena nanti beban belanja pegawai akan meningkat signifikan, gitu," kata Abdul saat dihubungi, Rabu (23/10/2024).
Sementara itu, kata Abdul, anggaran belanja negara saat ini sudah tersandera oleh pembayaran bunga utang yang cukup tinggi. Bunga utang yang meningkat, ditambah belanja kebutuhan pegawai karena perluasan jumlah kementerian, pembiayaan kebutuhan birokrasi negara tersebut akan menjadi kendala tersendiri.
"Apalagi pemerintah ingin mem-boosting perekonomian ini tumbuh 8% gitu ya. Nah ini akan repot sih, saya takutnya nanti yang namanya disiplin fiskal itu jangan sampai kebobolan ya. Misalnya karena kita sudah memaksakan birokrasi yang banyak, tiba-tiba nggak punya duit jadi kita malah akan melepas yang namanya disiplin fiskal," tuturnya.
Abdul mengatakan, kebutuhan belanja pegawai birokrasi yang terserap dari APBN sudah mencapai 18%. Sementara bunga utang negara telah menyentuh 20-22% pada tahun 2025. Bagi Abdul, kondisi ini akan semakin membebani kas negara.
"Terus dari mana gaji mereka? Tentu dari APBN, nggak bisa dari lain dong, kan itu tanggung jawabnya APBN. Kalau kita lihat komposisi dari belanja pemerintah pusat itu kan sebenarnya sudah sekitar 20% itu belanja pembayaran bunga utang ya," ujarnya.
Sebelumnya, ekonom senior Indef Fadhil Hasan juga menilai Kabinet Merah Putih yang relatif besar berpotensi menghambat upaya mewujudkan mimpi Pemerintahan Prabowo-Gibram. Kabinet gemuk ini menurutnya berpotensi bergerak lamban.
"Risiko dari kabinet super gemuk bisa dikatakan bahwa dalam 1-2 tahun ke depan, selain soal inefisiensi, maka gerakannya sudah pasti lamban. Padahal Prabowo ingin suatu gerakan yang cepat, dalam pelaksaan berbagai program dan visinya," jelasnya dalam acara diskusi publik indef, Selasa (22/10).
Fadhil juga mengkhawatirkan permasalahan koordinasi. Sebab, belajar dari beberapa pemerintahan sebelumnya, koordinasi antarkementerian/lembaga kerap menjadi persoalan dalam menjalankan berbagai kebijakan dan program.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, beban belanja yang besar ini harus diimbangi dengan penarikan pajak yang besar pula nantinya. "Ini kan repot sih ke depan kalau peningkatan jumlah pelaksana birokrasi ini tidak diikuti dengan peningkatan penerimaan perpajakan gitu ya. Karena nanti beban belanja pegawai akan meningkat signifikan, gitu," kata Abdul saat dihubungi, Rabu (23/10/2024).
Sementara itu, kata Abdul, anggaran belanja negara saat ini sudah tersandera oleh pembayaran bunga utang yang cukup tinggi. Bunga utang yang meningkat, ditambah belanja kebutuhan pegawai karena perluasan jumlah kementerian, pembiayaan kebutuhan birokrasi negara tersebut akan menjadi kendala tersendiri.
"Apalagi pemerintah ingin mem-boosting perekonomian ini tumbuh 8% gitu ya. Nah ini akan repot sih, saya takutnya nanti yang namanya disiplin fiskal itu jangan sampai kebobolan ya. Misalnya karena kita sudah memaksakan birokrasi yang banyak, tiba-tiba nggak punya duit jadi kita malah akan melepas yang namanya disiplin fiskal," tuturnya.
Abdul mengatakan, kebutuhan belanja pegawai birokrasi yang terserap dari APBN sudah mencapai 18%. Sementara bunga utang negara telah menyentuh 20-22% pada tahun 2025. Bagi Abdul, kondisi ini akan semakin membebani kas negara.
"Terus dari mana gaji mereka? Tentu dari APBN, nggak bisa dari lain dong, kan itu tanggung jawabnya APBN. Kalau kita lihat komposisi dari belanja pemerintah pusat itu kan sebenarnya sudah sekitar 20% itu belanja pembayaran bunga utang ya," ujarnya.
Sebelumnya, ekonom senior Indef Fadhil Hasan juga menilai Kabinet Merah Putih yang relatif besar berpotensi menghambat upaya mewujudkan mimpi Pemerintahan Prabowo-Gibram. Kabinet gemuk ini menurutnya berpotensi bergerak lamban.
"Risiko dari kabinet super gemuk bisa dikatakan bahwa dalam 1-2 tahun ke depan, selain soal inefisiensi, maka gerakannya sudah pasti lamban. Padahal Prabowo ingin suatu gerakan yang cepat, dalam pelaksaan berbagai program dan visinya," jelasnya dalam acara diskusi publik indef, Selasa (22/10).
Fadhil juga mengkhawatirkan permasalahan koordinasi. Sebab, belajar dari beberapa pemerintahan sebelumnya, koordinasi antarkementerian/lembaga kerap menjadi persoalan dalam menjalankan berbagai kebijakan dan program.
(fjo)
tulis komentar anda