Prabowo Perintahkan 4 Menteri Selamatkan Sritex
Minggu, 27 Oktober 2024 - 14:17 WIB
JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Prabowo telah memerintahkan empat kementerian sekaligus untuk ikut mengurus upaya penyelamatan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu.
Hal ini seperti diungkap Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di mana kementerian yang dilibatkan adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Menteri Tenaga Kerja.
"Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK," kata Menperin Agus Gumiwang dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (27/10/2024).
"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," lanjutnya.
Untuk diketahui, Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Pengadilan mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Dilansir pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) dinyatakan pailit. Dalam kasus ini, pihak pemohon pailit menyebutkan bahwa Sritex lalai memenuhi kewajiban pembayarannya.
Perusahaan tekstil yang telah beroperasi selama 36 tahun ini telah mengalami masalah keuangan sejak tahun lalu, ketika utang telah melampaui aset.
Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, Sritex memiliki utang total sekitar Rp24,3 triliun. Utangnya terdiri dari utang jangka panjang, utang jangka pendek dan sebagian besar berasal dari utang bank dan obligasi.
Sritex mengungkapkan penyebab turunnya penjualan di industri tekstil. Pertama, kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.
Kemudian alasan kedua adalah lesunya industri tekstil terjadi karena banjir produk tekstil di China. Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk berharga lebih murah dan menyebar ke negara-negara yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia.
Lihat Juga: Nasib Gembong Narkoba Mary Jane: Nyaris Dieksekusi di Era Jokowi, Dilepaskan di Era Prabowo
Hal ini seperti diungkap Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di mana kementerian yang dilibatkan adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Menteri Tenaga Kerja.
"Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK," kata Menperin Agus Gumiwang dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (27/10/2024).
"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," lanjutnya.
Untuk diketahui, Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Pengadilan mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Dilansir pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) dinyatakan pailit. Dalam kasus ini, pihak pemohon pailit menyebutkan bahwa Sritex lalai memenuhi kewajiban pembayarannya.
Perusahaan tekstil yang telah beroperasi selama 36 tahun ini telah mengalami masalah keuangan sejak tahun lalu, ketika utang telah melampaui aset.
Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, Sritex memiliki utang total sekitar Rp24,3 triliun. Utangnya terdiri dari utang jangka panjang, utang jangka pendek dan sebagian besar berasal dari utang bank dan obligasi.
Sritex mengungkapkan penyebab turunnya penjualan di industri tekstil. Pertama, kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.
Kemudian alasan kedua adalah lesunya industri tekstil terjadi karena banjir produk tekstil di China. Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk berharga lebih murah dan menyebar ke negara-negara yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia.
Lihat Juga: Nasib Gembong Narkoba Mary Jane: Nyaris Dieksekusi di Era Jokowi, Dilepaskan di Era Prabowo
(nng)
tulis komentar anda