Pengusaha Cemas Aturan Ketenagakerjaan Diubah 4 Kali dalam 10 Tahun
Jum'at, 08 November 2024 - 15:03 WIB
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat terjadi empat kali perubahan regulasi ketenagakerjaan selama 10 tahun terakhir, termasuk uji materi atas ketidaksinkronan antara Undang-undang (UU) Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam mengatakan, perubahan aturan ketenagakerjaan di Indonesia cukup mencemaskan para pengusaha, lantaran dinilai berdampak bagi kinerja dunia usaha investasi.
“Nah catatan kami perubahan ini kalau terjadi adalah perubahan yang keempat kalinya dalam waktu 10 tahun. Jadi bisa dibayangkan dalam 10 tahun kita ada empat kali perubahan peraturan yang tertulis, ini membuat wajah kita ini kurang baik lah, di dunia usaha dan investasi,” ujar Bob kepada wartawan.
Pelaku bisnis bakal berpikir ulang untuk menggelontorkan investasi di Tanah Air, bila aturan masih diubah-ubah. Bob menyebut, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) kerap melakukan kontrak jangka panjang, sehingga tetap mempetimbangkan regulasi yang berlaku.
“Di dunia usaha dan investasi, bagaimana mungkin kita melakukan investasi kalau peraturannya setiap 2 tahun berubah,” paparnya.
“Apalagi industri padat karya, industri-industri TPT-nya kita itu mereka harus membuat kontrak-kontrak jangka panjang 3 tahun, 4 tahun, tetapi kalau undang-undangnya berubah setiap 2 tahun itu susah,” beber dia.
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Cipta Kerja, Kamis (31/10/2024).
Gugatan yang tercatat sebagai perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu mengubah sejumlah aturan dalam dunia ketenagakerjaan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Apindo menyatakan, berkomitmen untuk mematuhi putusan MK terkait judicial review atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja. Namun, Apindo meminta pemerintah tetap menetapkan Upah Minimum Provinsi 2025 sesuai ketentuan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja yang berlaku sebelum terbitnya putusan MK No. 168/PUU-XX1/2023 tanggal 31 Oktober 2024.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam mengatakan, perubahan aturan ketenagakerjaan di Indonesia cukup mencemaskan para pengusaha, lantaran dinilai berdampak bagi kinerja dunia usaha investasi.
Baca Juga
“Nah catatan kami perubahan ini kalau terjadi adalah perubahan yang keempat kalinya dalam waktu 10 tahun. Jadi bisa dibayangkan dalam 10 tahun kita ada empat kali perubahan peraturan yang tertulis, ini membuat wajah kita ini kurang baik lah, di dunia usaha dan investasi,” ujar Bob kepada wartawan.
Pelaku bisnis bakal berpikir ulang untuk menggelontorkan investasi di Tanah Air, bila aturan masih diubah-ubah. Bob menyebut, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) kerap melakukan kontrak jangka panjang, sehingga tetap mempetimbangkan regulasi yang berlaku.
“Di dunia usaha dan investasi, bagaimana mungkin kita melakukan investasi kalau peraturannya setiap 2 tahun berubah,” paparnya.
“Apalagi industri padat karya, industri-industri TPT-nya kita itu mereka harus membuat kontrak-kontrak jangka panjang 3 tahun, 4 tahun, tetapi kalau undang-undangnya berubah setiap 2 tahun itu susah,” beber dia.
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Cipta Kerja, Kamis (31/10/2024).
Gugatan yang tercatat sebagai perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu mengubah sejumlah aturan dalam dunia ketenagakerjaan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Apindo menyatakan, berkomitmen untuk mematuhi putusan MK terkait judicial review atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja. Namun, Apindo meminta pemerintah tetap menetapkan Upah Minimum Provinsi 2025 sesuai ketentuan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja yang berlaku sebelum terbitnya putusan MK No. 168/PUU-XX1/2023 tanggal 31 Oktober 2024.
(akr)
tulis komentar anda