GAPKI Minta Dibentuk Badan Khusus untuk Perbaiki Tata Kelola Industri Sawit
Senin, 18 November 2024 - 09:24 WIB
Hal inilah yang kemudian menyebabkan timbul persoalan di lahan perkebunan sawit yang ada di Kalteng. Pada awalnya, dinyatakan bahwa lahan tersebut bukan termasuk kawasan hutan, namun kemudian berubah menjadi kawasan hutan setelah perusahaan perkebunan sawit beroperasi di sana.
Mengenai masalah kelayakan upah pekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Tengah, Eddy mempersilakan untuk mengecek langsung ke lapangan. Jika memang ada pekerja perkebunan yang dibayar di bawah ketentuan yang berlaku, menurut Eddy, sudah pasti Dinas Tenaga Kerja setempat akan menindak perusahaan tersebut.
Untuk mencari Solusi dari permasalahan yang dihadapi perkebunan sawit di Kalteng, selama ini GAPKI terus berkordinasi dengan pemerintah. Contohnya, kata Eddy, anggota GAPKI yang sudah tidak memungkinkan menjalankan kegiatan plasma dengan Kegiatan Usaha Produktif (KUP), mereka masih bisa menanam sawit dengan pembagian bibit sawit. “Mereka pun didampingi dari mulai penanaman, perawatan, termasuk diberikan sarana dan prasarana produksi pertanian,” ujar Eddy.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menekankan semua pihak yang terlibat di industri sawit harus tunduk dengan aturan hukum yang ada. Firman mengatakan, industri sawit sudah memberikan kontribusi yang besar kepada negara. “Walaupun demikian keterlibatan masarakat setempat tidak dapat diabaikan begitu saja,’’ ujarnya.
Firman juga menegaskan sebagai negara yang berdaulat, Indonesia juga jangan selalu tunduk pada tekanan NGO (Non Governmental Organization) yang berafiliasi dengan pihak asing atau NGO asing dengan dalih tertentu dan untuk kepentingan tertentu. “Aturan harus ditegakkan baik kepada pelaku usaha, masyarakat dan juga NGO, yang melanggar ya harus ditindak,’’ kata Firman.
Menanggapi temuan dari Koalisi Masyarakat Sipil, Firman mengatakan bahwa tugas DPR memang melakukan pengawasan. Tetapi harus didasari dengan bukti dan bukan karena ada desakan dari NGO saja. “Kami lebih mengedepankan dan mendengarkan aspirasi langsung dari masyarakat,” tandasnya.
Mengenai masalah kelayakan upah pekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Tengah, Eddy mempersilakan untuk mengecek langsung ke lapangan. Jika memang ada pekerja perkebunan yang dibayar di bawah ketentuan yang berlaku, menurut Eddy, sudah pasti Dinas Tenaga Kerja setempat akan menindak perusahaan tersebut.
Untuk mencari Solusi dari permasalahan yang dihadapi perkebunan sawit di Kalteng, selama ini GAPKI terus berkordinasi dengan pemerintah. Contohnya, kata Eddy, anggota GAPKI yang sudah tidak memungkinkan menjalankan kegiatan plasma dengan Kegiatan Usaha Produktif (KUP), mereka masih bisa menanam sawit dengan pembagian bibit sawit. “Mereka pun didampingi dari mulai penanaman, perawatan, termasuk diberikan sarana dan prasarana produksi pertanian,” ujar Eddy.
Baca Juga
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menekankan semua pihak yang terlibat di industri sawit harus tunduk dengan aturan hukum yang ada. Firman mengatakan, industri sawit sudah memberikan kontribusi yang besar kepada negara. “Walaupun demikian keterlibatan masarakat setempat tidak dapat diabaikan begitu saja,’’ ujarnya.
Firman juga menegaskan sebagai negara yang berdaulat, Indonesia juga jangan selalu tunduk pada tekanan NGO (Non Governmental Organization) yang berafiliasi dengan pihak asing atau NGO asing dengan dalih tertentu dan untuk kepentingan tertentu. “Aturan harus ditegakkan baik kepada pelaku usaha, masyarakat dan juga NGO, yang melanggar ya harus ditindak,’’ kata Firman.
Menanggapi temuan dari Koalisi Masyarakat Sipil, Firman mengatakan bahwa tugas DPR memang melakukan pengawasan. Tetapi harus didasari dengan bukti dan bukan karena ada desakan dari NGO saja. “Kami lebih mengedepankan dan mendengarkan aspirasi langsung dari masyarakat,” tandasnya.
(edc)
tulis komentar anda