Barang Branded Laris Manis
Sabtu, 05 September 2020 - 06:12 WIB
Senior Marketing Manager Reebonz Indonesia Bernard Widjaja menjelaskan, segmentasi produk mode mewah di Asia, termasuk Indonesia, telah berevolusi dan tidak lagi hanya diminati segelintir kalangan. Di pasar Asia, salah satu blue chip brands yang masih menjadi primadona adalah Chanel. Namun, kini banyak juga konsumen yang mulai melirik produk-produk mewah dari label cult seperti Givenchy, Burberry, Valentino Garavani, Balenciaga, Saint Laurent, dan Tory Burch.
"Saat ini orang sudah tidak lagi terpaku pada popularitas brand demi kualitas dan eksklusivitas. Namun, brand Chanel masih mempertahankan statusnya sebagai yang tereksklusif. Karena itu, konsumen yang mendambakan naik ke level puncak hierarki produk mewah merasa tetap perlu memiliki brand Chanel dalam koleksinya," kata Bernard.
Selain Chanel, merek yang diakui memiliki nilai kemewahan dan masih sangat diburu, bahkan hingga barang bekasnya adalah Prada, LV, dan Hermes. Sederet brand ini berhasil menanamkan citra dan nilai brand ke dalam gaya hidup masyarakat elite.
Pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) bidang industri dan perdagangan Maxensius Tri Sambodo mengungkapkan, perilaku konsumen barang mode mewah di Asia kini telah bergeser. Jika dahulu para pemburunya lebih menyukai tantangan dan sejarahnya sendiri dalam mendapatkan barang mewah tersebut, kini generasi baru para pencinta barang branded lebih memilih membeli barang secara online atau mencari tahu lebih dalam tentang merek elite yang sudah mapan selama beberapa dekade. (Baca juga: Memanas, Rusia Bakal Gelar Latihan di Laut Mediterania)
"Bisa dikatakan sudah ada pergeseran persepsi konsumen yang kembali mempertanyakan makna dari sebuah produk mode mewah yang sejak lama menjadi indikator status sosial dan ekonomi," kata Maxensius.
Pertumbuhan tertinggi dari belanja dan transaksi produk mode high end di Asia saat ini dikuasai oleh pembeli dari Hong Kong dan Indonesia. Meski begitu, Singapura masih berada di posisi teratas dalam konsumsi barang mewah. "Konsumen Indonesia memiliki 44% kecenderungan lebih untuk membeli barang mewah. Indonesia masih berada di urutan ketiga dalam mengonsumsi barang mewah meskipun pemerintah telah memberlakukan regulasi pajak barang mewah yang cukup mahal namun tidak memengaruhi daya belinya," tambah Maxensius.
Namun, menjadi barang mewah dan terfavorit tidak lantas menyelamatkan sederet brand high end tersebut dari serangan pandemi virus korona. Seperti dilansir dari Fashion Law, pendapatan untuk brand Belenciaga, Yves Saint Laurent, dan Bottega Veneta mengalami penurunan hingga 15,4% pada kuartal I 2020.
Sementara itu, brand Gucci mengalami penurunan hingga 23,2% dibandingkan kuartal I di 2019, yakni dari USD2,52 miliar menjadi USD1,96 miliar. (Baca juga: Jeli, Cara Selebriti Manfaatkan TikTok untuk Publikasi)
Meski begitu, koleksi dari brand premium ini seakan tidak sepi dari penggemarnya. Lantas, bagaimana pemerintah melihat masih tingginya minat barang premium di Indonesia.
Anggota DPR Komisi VI Rieke Diah Pitaloka memandang masih besarnya dominasi produk luar di beberapa pasar ritel dan digital karena karakteristik market Indonesia sendiri. Seperti behavior market yang masih skeptis dengan produk lokal walaupun sudah banyak produk lokal yang diakui kualitasnya di mancanegara.
"Saat ini orang sudah tidak lagi terpaku pada popularitas brand demi kualitas dan eksklusivitas. Namun, brand Chanel masih mempertahankan statusnya sebagai yang tereksklusif. Karena itu, konsumen yang mendambakan naik ke level puncak hierarki produk mewah merasa tetap perlu memiliki brand Chanel dalam koleksinya," kata Bernard.
Selain Chanel, merek yang diakui memiliki nilai kemewahan dan masih sangat diburu, bahkan hingga barang bekasnya adalah Prada, LV, dan Hermes. Sederet brand ini berhasil menanamkan citra dan nilai brand ke dalam gaya hidup masyarakat elite.
Pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) bidang industri dan perdagangan Maxensius Tri Sambodo mengungkapkan, perilaku konsumen barang mode mewah di Asia kini telah bergeser. Jika dahulu para pemburunya lebih menyukai tantangan dan sejarahnya sendiri dalam mendapatkan barang mewah tersebut, kini generasi baru para pencinta barang branded lebih memilih membeli barang secara online atau mencari tahu lebih dalam tentang merek elite yang sudah mapan selama beberapa dekade. (Baca juga: Memanas, Rusia Bakal Gelar Latihan di Laut Mediterania)
"Bisa dikatakan sudah ada pergeseran persepsi konsumen yang kembali mempertanyakan makna dari sebuah produk mode mewah yang sejak lama menjadi indikator status sosial dan ekonomi," kata Maxensius.
Pertumbuhan tertinggi dari belanja dan transaksi produk mode high end di Asia saat ini dikuasai oleh pembeli dari Hong Kong dan Indonesia. Meski begitu, Singapura masih berada di posisi teratas dalam konsumsi barang mewah. "Konsumen Indonesia memiliki 44% kecenderungan lebih untuk membeli barang mewah. Indonesia masih berada di urutan ketiga dalam mengonsumsi barang mewah meskipun pemerintah telah memberlakukan regulasi pajak barang mewah yang cukup mahal namun tidak memengaruhi daya belinya," tambah Maxensius.
Namun, menjadi barang mewah dan terfavorit tidak lantas menyelamatkan sederet brand high end tersebut dari serangan pandemi virus korona. Seperti dilansir dari Fashion Law, pendapatan untuk brand Belenciaga, Yves Saint Laurent, dan Bottega Veneta mengalami penurunan hingga 15,4% pada kuartal I 2020.
Sementara itu, brand Gucci mengalami penurunan hingga 23,2% dibandingkan kuartal I di 2019, yakni dari USD2,52 miliar menjadi USD1,96 miliar. (Baca juga: Jeli, Cara Selebriti Manfaatkan TikTok untuk Publikasi)
Meski begitu, koleksi dari brand premium ini seakan tidak sepi dari penggemarnya. Lantas, bagaimana pemerintah melihat masih tingginya minat barang premium di Indonesia.
Anggota DPR Komisi VI Rieke Diah Pitaloka memandang masih besarnya dominasi produk luar di beberapa pasar ritel dan digital karena karakteristik market Indonesia sendiri. Seperti behavior market yang masih skeptis dengan produk lokal walaupun sudah banyak produk lokal yang diakui kualitasnya di mancanegara.
tulis komentar anda