Peduli Lingkungan, Yomi Ubah Minyak Jelantah Jadi Sabun
Sabtu, 12 September 2020 - 14:15 WIB
Yuki juga kerap mengajarkan cara membuat sabun kepada para pengurus bank sampah. Baginya, tidak masalah jika ada yang ingin membuat sabun cuci serupa, bahkan ke depannya pelatihan cara pembuatan juga akan digelar untuk warga.
"Perempuan bisa berdaya sekaligus menjaga lingkungan. Ibu rumah tangga yang ingin lingkungannya bersih dan mampu menambah penghasilan dari mengumpulkan sampah bisa melalui bank sampah. Ingin wirausaha juga bisa dengan membuat sabun cuci dari minyak jelantah," paparnya.
Sejak berdiri pada 2017-2018, bank sampah sudah memberikan dampak kepada masyarakat. Sampah dari masyarakat dapat dijual dan disimpan sebagai tabungan. Uang tabungan dapat diambil setahun sekali, juga dapat dipinjamkan kepada anggota lain.
Tabungan itu juga bisa diambil dalam bentuk sembako sehingga mereka dapat membeli kebutuhan makan tanpa harus mengeluarkan uang. Atau, hanya dipotong tabungan dari hasil menyerahkan sampah rumah tangga mereka.
“Bank sampah kami juga sudah menghasilkan pupuk kompos yang digunakan di rumah. Memang belum dikomersialkan. Namun, ke depannya kami berharap jika kapasitas pupuk kompos itu besar, bisa kami hadirkan nilai ekonomisnya," ucapnya.
Tujuan membangun bisnis salah satunya dengan membuka pekerjaan bagi banyak orang. Seperti yang dilakukan Merry Sasmita, pemilik My Qeena by Kirana asal Bogor. (Baca juga: Virus Corona Intai Pembalap Tour de France 2020)
Saat pindah ke Kampung Tegal Waru, Ciampea, Bogor, Merry dan suami melihat banyak tetangganya berprofesi sebagai perajin tas. Saat itu, Merry belum terpikir untuk mencoba usaha tas karena masih memiliki bisnis di bidang lain. Sampai akhirnya dia memutuskan membuat tas dengan brand lokal dengan kualitas yang bagus.
"Selama ini saya melihat mereka membuat tas KW dari merek dunia dengan kualitas standar, karena mereka membuat dalam jumlah banyak. Kenapa enggak kita coba bikin tas buatan sendiri dengan kualitas tinggi dan tidak kalah dengan brand besar?" ujar ibu dua anak ini.
Mulai 2013 Merry mengajak 200 perajin untuk bergabung. Di situlah tantangan bagaimana mengubah kebiasaan jahitan menjadi lebih rapi dan awet.
Desain tas pun didiskusikan kepada pembuat pola, kemudian dibuatkan satu tas jika bagus kemudian diproduksi massal. Setiap perajin dapat mengerjakan tas di rumah masing-masing, bahkan beberapa dari mereka turut dibantu istri untuk finishing.
"Perempuan bisa berdaya sekaligus menjaga lingkungan. Ibu rumah tangga yang ingin lingkungannya bersih dan mampu menambah penghasilan dari mengumpulkan sampah bisa melalui bank sampah. Ingin wirausaha juga bisa dengan membuat sabun cuci dari minyak jelantah," paparnya.
Sejak berdiri pada 2017-2018, bank sampah sudah memberikan dampak kepada masyarakat. Sampah dari masyarakat dapat dijual dan disimpan sebagai tabungan. Uang tabungan dapat diambil setahun sekali, juga dapat dipinjamkan kepada anggota lain.
Tabungan itu juga bisa diambil dalam bentuk sembako sehingga mereka dapat membeli kebutuhan makan tanpa harus mengeluarkan uang. Atau, hanya dipotong tabungan dari hasil menyerahkan sampah rumah tangga mereka.
“Bank sampah kami juga sudah menghasilkan pupuk kompos yang digunakan di rumah. Memang belum dikomersialkan. Namun, ke depannya kami berharap jika kapasitas pupuk kompos itu besar, bisa kami hadirkan nilai ekonomisnya," ucapnya.
Tujuan membangun bisnis salah satunya dengan membuka pekerjaan bagi banyak orang. Seperti yang dilakukan Merry Sasmita, pemilik My Qeena by Kirana asal Bogor. (Baca juga: Virus Corona Intai Pembalap Tour de France 2020)
Saat pindah ke Kampung Tegal Waru, Ciampea, Bogor, Merry dan suami melihat banyak tetangganya berprofesi sebagai perajin tas. Saat itu, Merry belum terpikir untuk mencoba usaha tas karena masih memiliki bisnis di bidang lain. Sampai akhirnya dia memutuskan membuat tas dengan brand lokal dengan kualitas yang bagus.
"Selama ini saya melihat mereka membuat tas KW dari merek dunia dengan kualitas standar, karena mereka membuat dalam jumlah banyak. Kenapa enggak kita coba bikin tas buatan sendiri dengan kualitas tinggi dan tidak kalah dengan brand besar?" ujar ibu dua anak ini.
Mulai 2013 Merry mengajak 200 perajin untuk bergabung. Di situlah tantangan bagaimana mengubah kebiasaan jahitan menjadi lebih rapi dan awet.
Desain tas pun didiskusikan kepada pembuat pola, kemudian dibuatkan satu tas jika bagus kemudian diproduksi massal. Setiap perajin dapat mengerjakan tas di rumah masing-masing, bahkan beberapa dari mereka turut dibantu istri untuk finishing.
tulis komentar anda