Perpres EBT Dorong Target Pemenuhan Bauran Energi Nasional
Kamis, 24 September 2020 - 22:28 WIB
JAKARTA - Pemerintah menargetkan pemenuhan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada bauran energi nasional sebesar 23% di tahun 2025 dan 31% pada 2050. Peningkatan penggunaan energi terbarukan ini juga dibarengi dengan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 29% pada 2030. Pemerintah juga telah mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 pada 2030.
(Baca Juga: Tanpa Pengembangan Energi Ini, Indonesia Terancam Krisis Listrik )
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan, peran EBT sangat penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Saat ini pemerintah tengah menyusun Peraturan Presiden terkait EBT untuk menjawab sejumlah kendala pengembangan EBT di Tanah Air.
"Saat ini kami sedang memfinalisasi rancangan harga EBT yang akan mengatur bagaimana mekanisme dan lelang untuk bisa melengkapi regulasi-regulasi yang ada dan juga untuk mencapai target-target tersebut," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (24/9/2020).
Menurut Harris, masih ada sejumlah kendala dalam pengembangan EBT di Indonesia. Pasar EBT yang masih kecil dan belum masuk ke skala keekonomian membuat harganya masih tinggi.
Kendala lainnya seperti harga pembelian tenaga listrik dari PLT EBT belum mencerminkan nilai keekonomian yang wajar dan kurang mendukung bankable proyek serta akses kepada pendanaan yang murah masih terbatas.
"Proses pengadaan pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik energi terbarukan saat ini belum mampu mendorong pengembangan EBT secara masif," tuturnya.
(Baca Juga: Tarik Investor, Tarif Listrik EBT Akan Dibuat Lebih Menarik )
Harris melanjutkan, keterbatasan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi listrik PLN serta masih mengandalkan teknologi impor juga menjadi kendala. Di sisi lain, pengaturan perjanjian jual beli antara pengembang dan PLN yang kurang seragam.
"Dengan Perpres ini nantinya akan ada kompensasi yang disiapkan pemerintah untuk menutupi gap jika ada perbedaan harga antara biaya produksi PLN dengan harga dalam Perpres," jelasnya.
Harris menambahkan, kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan yang memenuhi standar internasional sangat terbatas. Menurut dia, dengan adanya rancangan Perpres ini maka pengembangan EBT tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM melainkan semua Kementerian dan Lembaga (K/L).
"Rancangan Perpres ini menjadi lebih powerful karena dalam penyusunan regulasi banyak keterlibatan K/L dan jenis insentif. Mudah-mudahan bisa memberikan sinyal yang positif kepada pelaku bisnis usaha," tandasnya.
(Baca Juga: Tanpa Pengembangan Energi Ini, Indonesia Terancam Krisis Listrik )
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan, peran EBT sangat penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Saat ini pemerintah tengah menyusun Peraturan Presiden terkait EBT untuk menjawab sejumlah kendala pengembangan EBT di Tanah Air.
"Saat ini kami sedang memfinalisasi rancangan harga EBT yang akan mengatur bagaimana mekanisme dan lelang untuk bisa melengkapi regulasi-regulasi yang ada dan juga untuk mencapai target-target tersebut," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (24/9/2020).
Menurut Harris, masih ada sejumlah kendala dalam pengembangan EBT di Indonesia. Pasar EBT yang masih kecil dan belum masuk ke skala keekonomian membuat harganya masih tinggi.
Kendala lainnya seperti harga pembelian tenaga listrik dari PLT EBT belum mencerminkan nilai keekonomian yang wajar dan kurang mendukung bankable proyek serta akses kepada pendanaan yang murah masih terbatas.
"Proses pengadaan pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik energi terbarukan saat ini belum mampu mendorong pengembangan EBT secara masif," tuturnya.
(Baca Juga: Tarik Investor, Tarif Listrik EBT Akan Dibuat Lebih Menarik )
Harris melanjutkan, keterbatasan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi listrik PLN serta masih mengandalkan teknologi impor juga menjadi kendala. Di sisi lain, pengaturan perjanjian jual beli antara pengembang dan PLN yang kurang seragam.
"Dengan Perpres ini nantinya akan ada kompensasi yang disiapkan pemerintah untuk menutupi gap jika ada perbedaan harga antara biaya produksi PLN dengan harga dalam Perpres," jelasnya.
Harris menambahkan, kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan yang memenuhi standar internasional sangat terbatas. Menurut dia, dengan adanya rancangan Perpres ini maka pengembangan EBT tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM melainkan semua Kementerian dan Lembaga (K/L).
"Rancangan Perpres ini menjadi lebih powerful karena dalam penyusunan regulasi banyak keterlibatan K/L dan jenis insentif. Mudah-mudahan bisa memberikan sinyal yang positif kepada pelaku bisnis usaha," tandasnya.
(akr)
tulis komentar anda