Wisata Sehat
Senin, 28 September 2020 - 06:01 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 bakal mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam berwisata. Hal itu sebagai respons agar aktivitas pelesir bisa tetap dilakukan tanpa melupakan keamanan dan kesehatan.
Sektor pariwisata memang menjadi salah satu andalan pemerintah untuk menggerakkan ekonomi masyarakat di masa pandemi Covid-19. Sektor ini memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan pelaku usahanya. Namun, selama pandemi sektor ini harus kehilangan potensinya akibat adanya pembatasan aktivitas masyarakat. (Baca: Berkata Kotor dan Keji, Dosa yang Sering Diremehkan)
Sejak beberapa waktu lalu, pemerintah telah menetapkan bahwa berwisata di tengah pandemi Covid-19 tetap bisa dilakukan. Syaratnya, harus ada protokol ketat agar penyebaran virus corona bisa dihindari. Yang terbaru, masyarakat diingatkan agar menerapkan konsep Cleanliness, Healthiness, Safety, Environment (CHSE) saat berwisata.
Pentingnya menerapkan konsep bersih, sehat, aman dan kepedulian terhadap lingkungan itu mau tidak mau harus diterapkan mengingat aktivitas berwisata saat ini jauh berbeda dengan sebelum pandemi melanda. Di era next normal, unsur-unsur ini akan menjadi pertimbangan utama bagi wisatawan dalam memilih destinasi wisata.
Pengamat marketing dari Inventure, Yuswohady, mengatakan bahwa industri pariwisata akan menghadapi sejumlah kebiasaan baru karena pertimbangan kesehatan. Pertama, CHSE akan menjadi prioritas dan preferensi utama masyarakat sehingga kepatuhan pada protokol kesehatan menjadi faktor kunci pulihnya industri ini.
"Konsumen akan semakin concern pada konsep CHSE. Mereka harus diyakinkan bahwa naik pesawat itu aman, ke restoran aman, tinggal di hotel aman. Jadi nanti strateginya bukan diskon, mau dikasih diskon berapapun orang tidak akan tertarik," kata Yuswohady di Jakarta pekan lalu. (Baca juga: Mahasiswa ITS Buat Aplikasi Pemantau Manula)
Faktor lain yang akan menjadi tren adalah low-touch economy. Dalam hal ini, industri pariwisata akan berubah frontal dari sebelumnya membutuhkan interaksi sangat tinggi menjadi low-touch. Ini kemudian akan mendorong traveler untuk lebih self-service dan semua akan mengarah ke digital untuk mengurangi kontak fisik.
“Ketiga Less Crowd Economy. Wisatawan akan memilih destinasi dan atraksi yang jauh dari keramaian dan di remote area. Konsumen kecenderungannya akan mencari wisata alam dengan konsep Nature, Eco, Wellness, dan Adventure (NEWA)," kata Yuswohady.
Perubahan lain, kata dia, adalah terkait pemilihan moda transportasi di mana konsumen akan lebih memilih perjalanan pendek yang bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi. Pada akhirnya, pilihan ini akan membuat munculnya micro travelers di mana wisatawan cenderung menghindari berwisata secara grup. “Jaraknya tidak jauh, mungkin 5-6 jam (perjalanan) dan waktunya tidak lama," tuturnya.
Sektor pariwisata memang menjadi salah satu andalan pemerintah untuk menggerakkan ekonomi masyarakat di masa pandemi Covid-19. Sektor ini memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan pelaku usahanya. Namun, selama pandemi sektor ini harus kehilangan potensinya akibat adanya pembatasan aktivitas masyarakat. (Baca: Berkata Kotor dan Keji, Dosa yang Sering Diremehkan)
Sejak beberapa waktu lalu, pemerintah telah menetapkan bahwa berwisata di tengah pandemi Covid-19 tetap bisa dilakukan. Syaratnya, harus ada protokol ketat agar penyebaran virus corona bisa dihindari. Yang terbaru, masyarakat diingatkan agar menerapkan konsep Cleanliness, Healthiness, Safety, Environment (CHSE) saat berwisata.
Pentingnya menerapkan konsep bersih, sehat, aman dan kepedulian terhadap lingkungan itu mau tidak mau harus diterapkan mengingat aktivitas berwisata saat ini jauh berbeda dengan sebelum pandemi melanda. Di era next normal, unsur-unsur ini akan menjadi pertimbangan utama bagi wisatawan dalam memilih destinasi wisata.
Pengamat marketing dari Inventure, Yuswohady, mengatakan bahwa industri pariwisata akan menghadapi sejumlah kebiasaan baru karena pertimbangan kesehatan. Pertama, CHSE akan menjadi prioritas dan preferensi utama masyarakat sehingga kepatuhan pada protokol kesehatan menjadi faktor kunci pulihnya industri ini.
"Konsumen akan semakin concern pada konsep CHSE. Mereka harus diyakinkan bahwa naik pesawat itu aman, ke restoran aman, tinggal di hotel aman. Jadi nanti strateginya bukan diskon, mau dikasih diskon berapapun orang tidak akan tertarik," kata Yuswohady di Jakarta pekan lalu. (Baca juga: Mahasiswa ITS Buat Aplikasi Pemantau Manula)
Faktor lain yang akan menjadi tren adalah low-touch economy. Dalam hal ini, industri pariwisata akan berubah frontal dari sebelumnya membutuhkan interaksi sangat tinggi menjadi low-touch. Ini kemudian akan mendorong traveler untuk lebih self-service dan semua akan mengarah ke digital untuk mengurangi kontak fisik.
“Ketiga Less Crowd Economy. Wisatawan akan memilih destinasi dan atraksi yang jauh dari keramaian dan di remote area. Konsumen kecenderungannya akan mencari wisata alam dengan konsep Nature, Eco, Wellness, dan Adventure (NEWA)," kata Yuswohady.
Perubahan lain, kata dia, adalah terkait pemilihan moda transportasi di mana konsumen akan lebih memilih perjalanan pendek yang bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi. Pada akhirnya, pilihan ini akan membuat munculnya micro travelers di mana wisatawan cenderung menghindari berwisata secara grup. “Jaraknya tidak jauh, mungkin 5-6 jam (perjalanan) dan waktunya tidak lama," tuturnya.
tulis komentar anda