Deflasi Tiga Kali Dorong Ekonomi Kuartal III Negatif
Kamis, 01 Oktober 2020 - 22:43 WIB
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Parde menilai deflasi yang terjadi tiga kali berturut-turut akan mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga mengalami negatif.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September terjadi deflasi sebesar 0,05%. Kondisi deflasi juga terjadi pada Juli dan Agustus lalu, yang artinya sudah tiga bulan berturut-turut.
"Dari kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga diperkirakan masih akan mencatatkan pertumbuhan negatif secara year-on-year," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (1/10/2020). (Baca juga: Terungkap! Deflasi Tujuh Bulan Ngedur Pernah Terjadi Saat Krisis 1999 )
Kata dia, deflasi pada bulan Agustus dan September kemarin merupakan kombinasi dari melemahnya permintaan domestik disertai penurunan harga komoditas pangan di tengah panen raya kedua pada tahun ini. Namun, faktor yang lebih dominan adalah rendahnya permintaan pada barang dan jasa secara agregat terutama konsumsi durable goods.
"Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat masih dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat kelas atas (20% upper) yang notabene berkontribusi sekitar 45% dari total konsumsi nasional, cenderung masih tertahan di tengah pandemi Covid-19 hingga saat ini," katanya. (Baca juga: Gandeng Korsel, Vaksin Covid-19 Siap Uji Klinis Tahap Kedua )
Dia pun membandingkan kuartal II tahun 2020. Kenaikan secara kuartalan ini diindikasikan oleh membaiknya penjualan ritel serta otomotif, yang kemudian ditunjang pula oleh kenaikan PMI Manufacturing Indonesia.
"Hingga akhir tahun, inflasi 2020 diperkirakan tetap rendah dan lebih rendah dari batas bawah target inflasi BI mempertimbangkan tingkat konsumsi masyarakat yang masih cenderung lemah hingga akhir tahun ini," jelasnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September terjadi deflasi sebesar 0,05%. Kondisi deflasi juga terjadi pada Juli dan Agustus lalu, yang artinya sudah tiga bulan berturut-turut.
"Dari kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga diperkirakan masih akan mencatatkan pertumbuhan negatif secara year-on-year," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (1/10/2020). (Baca juga: Terungkap! Deflasi Tujuh Bulan Ngedur Pernah Terjadi Saat Krisis 1999 )
Kata dia, deflasi pada bulan Agustus dan September kemarin merupakan kombinasi dari melemahnya permintaan domestik disertai penurunan harga komoditas pangan di tengah panen raya kedua pada tahun ini. Namun, faktor yang lebih dominan adalah rendahnya permintaan pada barang dan jasa secara agregat terutama konsumsi durable goods.
"Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat masih dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat kelas atas (20% upper) yang notabene berkontribusi sekitar 45% dari total konsumsi nasional, cenderung masih tertahan di tengah pandemi Covid-19 hingga saat ini," katanya. (Baca juga: Gandeng Korsel, Vaksin Covid-19 Siap Uji Klinis Tahap Kedua )
Dia pun membandingkan kuartal II tahun 2020. Kenaikan secara kuartalan ini diindikasikan oleh membaiknya penjualan ritel serta otomotif, yang kemudian ditunjang pula oleh kenaikan PMI Manufacturing Indonesia.
"Hingga akhir tahun, inflasi 2020 diperkirakan tetap rendah dan lebih rendah dari batas bawah target inflasi BI mempertimbangkan tingkat konsumsi masyarakat yang masih cenderung lemah hingga akhir tahun ini," jelasnya.
(ind)
tulis komentar anda