Ironi Bank Syariah di Negara Muslim Terbesar Dunia
Sabtu, 10 Oktober 2020 - 07:33 WIB
JAKARTA - Indeks literasi keuangan , pelan tapi pasti, menunjukkan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlihat, di tahun 2019 indeks literasi keuangan nasional mencapai 38,0%. Angka itu meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yang "baru" sebesar 29,7%.
Sayangnya, peningkatan indeks literasi keuangan nasional itu, tak diikuti oleh indeks literasi keuangan syariah . Tingkat melek atau pemahaman atas produk-produk keuangan syariah di Indonesia baru sebesar 8,93%. Ndilalahnya, di tahun 2019 tingkat inklusi keuangan syariah malah turun dari 11% menjadi 9%.
Melihat besaran indeks-indeks itu jelas sungguh ironis, mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Tentu saja, banyak perkara yang menyebabkan itu. Salah satunya adalah dukungan infrastruktur untuk memberikan pemahaman dan penetrasi terhadap produk-produk keuangan syariah.
Dilihat dari jumlah banknya saja, perbankan syariah kalah telak dengan perbankan konvensional. Jumlah bank umum syariah (BUS) hanya sebanyak 14 bank. Bandingkan dengan jumlah bank konvensional yang mencapai 96 bank (belum termasuk BPD sebanyak 26 bank). Memang infrastruktur keuangan syariah masih ditambah dengan unit usaha syariah (UUS) sebanyak 20 unit. Namun, UUS itu tetap menginduk kepada bank umum juga sehingga ekspansi bisnisnya tetap ditentukan oleh induk. ( Baca juga:Perbankan Syariah Dukung Industri Halal Berkembang di Dunia )
Kalau mau ditelisik lagi berdasarkan modal dan kegiatan usaha (BUKU) bank, sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata. Bank konvensional memiliki tujuh bank yang ada dalam kelompok BUKU IV, sedangkan bank syariah belum ada satu pun.
Perbankan syariah baru mampu menempatkan tiga banknya dalam kelompok BUKU III, dan itu juga masih kalah dengan bank konvensional dengan 25 bank. Padahal, semakin besar posisi BUKU sebuah bank, akan semakin leluasa bank dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, termasuk mengeluarkan berbagai produk layanan keuangan.
Nah masih sedikit jumlah bank syariah dan sempitnya skup kegiatan itulah yang membuat penetrasi produk-produk keuangan syariah di masyarakat menjadi terbatas. Masyarakat lebih memilih berhubungan dengan bank-bank umum karena berbagai fasilitasnya mudah ditemukanAlhasil, tingkat pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah juga minim.
Tingkat literasi keuangan syariah yang masih kontet itu seolah bikin ngenes dengan predikat yang disandang industri keuangan syariah. Secara global, Indonesia berada di urutan 5 pada Global Islamic Economic Indicator Score, dan posisi ke 4 Islamic Finance Development Report 2019. Sementara Global Islamic Report 2019 menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi wahid pada Islamic Finance Country Index.
OJK sebagai lembaga yang bertugas meningkatkan literasi keuangan, baik umum maupun syariah, terus melakukan berbagai langkah terobosan meski diadang oleh pandemi. Antara lain sosialisasi dan edukasi keuangan syariah ke berbagai kelompok masyarakat.
Sayangnya, peningkatan indeks literasi keuangan nasional itu, tak diikuti oleh indeks literasi keuangan syariah . Tingkat melek atau pemahaman atas produk-produk keuangan syariah di Indonesia baru sebesar 8,93%. Ndilalahnya, di tahun 2019 tingkat inklusi keuangan syariah malah turun dari 11% menjadi 9%.
Melihat besaran indeks-indeks itu jelas sungguh ironis, mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Tentu saja, banyak perkara yang menyebabkan itu. Salah satunya adalah dukungan infrastruktur untuk memberikan pemahaman dan penetrasi terhadap produk-produk keuangan syariah.
Dilihat dari jumlah banknya saja, perbankan syariah kalah telak dengan perbankan konvensional. Jumlah bank umum syariah (BUS) hanya sebanyak 14 bank. Bandingkan dengan jumlah bank konvensional yang mencapai 96 bank (belum termasuk BPD sebanyak 26 bank). Memang infrastruktur keuangan syariah masih ditambah dengan unit usaha syariah (UUS) sebanyak 20 unit. Namun, UUS itu tetap menginduk kepada bank umum juga sehingga ekspansi bisnisnya tetap ditentukan oleh induk. ( Baca juga:Perbankan Syariah Dukung Industri Halal Berkembang di Dunia )
Kalau mau ditelisik lagi berdasarkan modal dan kegiatan usaha (BUKU) bank, sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata. Bank konvensional memiliki tujuh bank yang ada dalam kelompok BUKU IV, sedangkan bank syariah belum ada satu pun.
Perbankan syariah baru mampu menempatkan tiga banknya dalam kelompok BUKU III, dan itu juga masih kalah dengan bank konvensional dengan 25 bank. Padahal, semakin besar posisi BUKU sebuah bank, akan semakin leluasa bank dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, termasuk mengeluarkan berbagai produk layanan keuangan.
Nah masih sedikit jumlah bank syariah dan sempitnya skup kegiatan itulah yang membuat penetrasi produk-produk keuangan syariah di masyarakat menjadi terbatas. Masyarakat lebih memilih berhubungan dengan bank-bank umum karena berbagai fasilitasnya mudah ditemukanAlhasil, tingkat pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah juga minim.
Tingkat literasi keuangan syariah yang masih kontet itu seolah bikin ngenes dengan predikat yang disandang industri keuangan syariah. Secara global, Indonesia berada di urutan 5 pada Global Islamic Economic Indicator Score, dan posisi ke 4 Islamic Finance Development Report 2019. Sementara Global Islamic Report 2019 menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi wahid pada Islamic Finance Country Index.
OJK sebagai lembaga yang bertugas meningkatkan literasi keuangan, baik umum maupun syariah, terus melakukan berbagai langkah terobosan meski diadang oleh pandemi. Antara lain sosialisasi dan edukasi keuangan syariah ke berbagai kelompok masyarakat.
tulis komentar anda