Cerita Getir Ibu Rumah Tangga Jadi Korban Pinjaman Online Ilegal

Selasa, 13 Oktober 2020 - 08:10 WIB
Beratnya beban hidup dan kemudahan dalam mengakses pinjaman membuat banyak orang tidak memikirkan risiko bunga kredit yang mencekik. Foto/dok
JAKARTA - Pinjaman online (pinjol) di masa pandemi Covid-19 kian marak. Beratnya beban hidup dan kemudahan dalam mengakses pinjaman membuat banyak orang tidak memikirkan risiko bunga kredit yang mencekik. Saat terbelit utang, penikmat pinjol ini kerap terjebak dalam kejahatan siber yang dilakukan individu atau entitas penyedia fintech peer to peer (P2P) lending illegal.

Oktyas, ibu rumah tangga berdomisili di Jakarta Barat, sebenarnya enggan membagi kisah pahitnya dengan KORAN SINDO. Dalam dua kali kesempatan bertemu, dirinya selalu menolak menceritakan pengalamannya terbelit pinjaman online. Baru pada pertemuan ketiga, perempuan yang punya usaha jualan sepatu dan tas itu mau terbuka. (Baca: Nasihat Indah Aa Gym: Jangan Mempersulit Diri!)

“Pandemi Covid-19 ini memang berimbas banget kepada saya dan keluarga. Sekarang sedikit demi sedikit kami berusaha bangkit. Kami tetap coba produktif dengan jalankan lagi usaha jualan online yang kami punya sebelumnya, bahkan juga kami tawarkan offline,” kata Oktyas membuka cerita dengan mata berkaca-kaca. (Baca juga : Soal Nasib Honorer Lolos PPPK, Menpan RB: Aturan Pembayaran Gajinya sedang Dibahas )

Oktyas memang memiliki usaha sendiri termasuk jual-beli online yang modalnya bersumber dari sang suami. Saat awal masa pandemi hingga kini, usaha yang dijalankan Oktyas bisa dikatakan hampir tidak menyumbangkan pemasukan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Barang seperti baju dan tas yang ditawarkan secara online hanya sedikit yang laku. Pada masa pandemi pula gaji suami Oktyas yang bekerja di sebuah perusahaan swasta dipotong sebagian oleh pihak perusahaan.

“Akhirnya, di awal-awal corona itu saya beranikan diri ajukan pinjaman ke aplikasi pinjol . Ada enam aplikasi. Saya tahu aplikasi itu aplikasi ilegal, tidak terdaftar, bahkan di-blacklist OJK,” tuturnya.



(Baca juga : Amanah, Tanda-tanda Iman Seorang Mukmin )

Dia kukuh tidak bergeming. Pinjaman tetap diajukan. Pasalnya, kebutuhan sehari-hari keluarganya harus dipenuhi alias dapur harus ngebul. Apalagi bantuan dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak kunjung ada. Sesekali ada, tapi hanya sembako bantuan pemprov. Itu pun hanya mencukupi sekitar tiga hari. Masing-masing pinjaman yang diajukan Oktyas berkisar antara Rp500.000 hingga Rp800.000. Pinjaman tersebut akhirnya disetujui. (Baca juga: PSBB Diperpanjang, Sekolah di Jakarta Belum Bisa Terapkan Tatap Muka)

“Ada satu aplikasi sebenarnya yang saya ajukan Rp1 juta dan disetujui. Tapi yang cair hanya Rp800.000. Anehnya, tagihan ditambah bunganya Rp1,5 juta. Bunganya Rp500.000, jadi pinjamannya Rp1 juta,” ujarnya.

Oktyas mengungkapkan, setiap pinjol ilegal memang ada yang meminta data pribadinya. Dia setuju memberikan, tapi belakangan saat jatuh tempo pengembalian pinjaman, Oktyas kaget bukan kepalang. Seluruh data kontak yang ada di ponsel maupun foto-foto dalam galeri diretas dan diakses pinjol ilegal tersebut. Berikutnya hampir seluruh nomor kontak dihubungi oleh pihak pinjol ilegal. Kontak-kontak itu, baik keluarganya, tetangga, kenalan, maupun teman semasa sekolah dulu.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More