Hilirisasi Tambang Harus Memperhitungkan Hak Rakyat
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 22:01 WIB
JAKARTA - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan bahwa peningkatan nilai tambah tembaga melalui proses hilirisasi harus memberikan manfaat yang besar bagi negara dan masyarakat. Manfaat itu dicapai melalui kesimbangan pola pikir finansial antara pemerintah dengan korporasi.
"Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara , membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi)," kata Ridwan di Jakarta, Jumat (16/10/2020). ( Baca juga: Pemerintah Kembangkan Tujuh Skema Hilirisasi Batu Bara )
Mendorong pembangunan smelter tembaga ini, menurut Ridwan, bukan langkah mudah bagi badan usaha mengingat diperlukan modal investasi yang cukup besar. "Setiap sen yang keluar (dari korporasi) harus dihitung. Pemerintah pun setiap sen yang tidak didapatkan harus juga dihitung. Itu adalah hak rakyat Indonesia. Keseimbangan ini yang akan kita cari," tegas Ridwan.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) semakin memperkuat dan menegaskan hilirisasi nilai tambah tembaga menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan. "(Harus) dilakukan baik bagi pemerintah yang mewajibkan pelaku industri agar terimplementasi dengan baik," jelas Ridwan.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki dua smelter tembaga yang salah satunya dioperasikan oleh PT Smelting, perusahaan patungan antara PT Freeport Indonesia dan Mitsubishi yang telah dibangun sejak 1996 di Gresik, Jawa Timur. Perusahaan ini memiliki kapasitas pasokan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton per tahun dan menghasilkan 300 ribu ton katoda tembaga per tahun.
Kini, Freeport telah membangun smelter tembaga kedua yang juga berlokasi di Gresik, tepatnya di kawasan Industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), dengan kapasitas olahan sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Nilai investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai USD 3 miliar. ( Baca juga: Target Pajak Meleset, Pendapatan Negara Tekor 13% )
Berdasarkan identifikasi Badan Geologi, Indonesia masuk kategori tujuh negara cadangan tembaga terbesar di dunia dengan menyumbang sekitar 3% dari total cadangan di dunia. Bijih tembaga Indonesia memiliki total sumber daya 15.083 juta dan cadangan 2.632 juta ton. Sedangkan logam tembaga punya total sumber daya dan cadangan sebesar 48,98 juta ton dan 23,79 juta ton.
"Provinsi dengan sumber daya tembaga terbesar ada di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Aceh, dan Papua," pungkasnya.
"Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara , membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi)," kata Ridwan di Jakarta, Jumat (16/10/2020). ( Baca juga: Pemerintah Kembangkan Tujuh Skema Hilirisasi Batu Bara )
Mendorong pembangunan smelter tembaga ini, menurut Ridwan, bukan langkah mudah bagi badan usaha mengingat diperlukan modal investasi yang cukup besar. "Setiap sen yang keluar (dari korporasi) harus dihitung. Pemerintah pun setiap sen yang tidak didapatkan harus juga dihitung. Itu adalah hak rakyat Indonesia. Keseimbangan ini yang akan kita cari," tegas Ridwan.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) semakin memperkuat dan menegaskan hilirisasi nilai tambah tembaga menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan. "(Harus) dilakukan baik bagi pemerintah yang mewajibkan pelaku industri agar terimplementasi dengan baik," jelas Ridwan.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki dua smelter tembaga yang salah satunya dioperasikan oleh PT Smelting, perusahaan patungan antara PT Freeport Indonesia dan Mitsubishi yang telah dibangun sejak 1996 di Gresik, Jawa Timur. Perusahaan ini memiliki kapasitas pasokan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton per tahun dan menghasilkan 300 ribu ton katoda tembaga per tahun.
Kini, Freeport telah membangun smelter tembaga kedua yang juga berlokasi di Gresik, tepatnya di kawasan Industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), dengan kapasitas olahan sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Nilai investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai USD 3 miliar. ( Baca juga: Target Pajak Meleset, Pendapatan Negara Tekor 13% )
Berdasarkan identifikasi Badan Geologi, Indonesia masuk kategori tujuh negara cadangan tembaga terbesar di dunia dengan menyumbang sekitar 3% dari total cadangan di dunia. Bijih tembaga Indonesia memiliki total sumber daya 15.083 juta dan cadangan 2.632 juta ton. Sedangkan logam tembaga punya total sumber daya dan cadangan sebesar 48,98 juta ton dan 23,79 juta ton.
"Provinsi dengan sumber daya tembaga terbesar ada di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Aceh, dan Papua," pungkasnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda