Jaga Keseimbangan Sistem, Kementan Perkuat Regenerasi Petani
Sabtu, 24 Oktober 2020 - 06:45 WIB
JAKARTA - Mata rantai sistem pertanian yang solid dan lestari terus dikembangkan Kementerian Pertanian. Melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), regenerasi petani terus ditingkatkan.
Perlakuannya dengan mendorong pertumbuhan dan menaikan slot petani milenial . Sebab, petani saat ini menjadi profesi yang menjanjikan dengan aliran ekonomi yang kompetitif. Gaung agenda regenerasi petani kembali disuarakan melalui program Millennial Agriculture Forum 12, Jumat (23/10). Dikembangkan secara online melalui Zoom Meeting, program tersebut mengangkat tema "Pengelolaan TEFA di Masa Pandemi".
(Baca Juga: Marine Aquagriculture: Pertanian Modern Berbasis Air Laut) Dikemas dalam konsep dialog hangat, Millennial Agriculture Forum 12 menghadirkan empat narasumber kompeten. Narasumber tersebut diantaranya Wakil Direktur Bidang Kerjasama Politeknik Negeri Jember N Bambang Eko Sulistyono dan figur Kaprodi Agr. Ternak Unggas SMK-PPN Sembawa Siwi Purwati. Bergabung juga Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi, Kepala Pusat Pendidikan Pertanian Idha Widi Arsanti, juga Kepala SMK-PPN Sembawa Mattobiāi.
"Regenerasi petani harus dilakukan agar pangan dan kehidupan tetap lestari. Apalagi, petani menjadi profesi menjanjikan. Jumlah uang yang dihasilkan besar dan tidak terpengaruh krisis, termasuk pandemi Covid-19. Pertanian saat ini juga dikembangkan dengan sangat canggih dan berbasis teknologi terbaru. Jadi, masa suram wajah petani sekarang sudah berganti," ungkap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam keterangan tertulis.
Dengan profil kompetitifnya, pertanian dan wirausaha menjadi paket menjanjikan mendulang rupiah. Saat ini ada sekitar 27,7 juta petani yang bergantung dari sektor agraris tersebut. Namun, profil petani saat ini didominasi usia lanjut 45-54 tahun dengan slot 27%. Untuk usia 55-64 tahun memiliki slot 21%, lalu usia di atas 65 tahun dengan jumlah 13% dan 24% pada kelompok umur 35-44 tahun. Sementara, para petani milenial saat ini hanya menempati slot 12% pada usia 25-34 tahun.
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi mengungkapkan bahwa bagi mereka yang berusia di bawah 25 tahun hanya berjumlah sekitar 3%. "Perbandingan petani muda dan berusia lanjut tidaklah seimbang. Neraca ini tentu harus diseimbangkan agar jadi ideal. Untuk itu, jumlah petani muda harus didorong dan ditumbuhkan," terang Dedi.
Bukan hanya slot petani muda, Dedi menambahkan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian juga terus mengalami defisit di dalam 4 tahun terakhir. Sepanjang 2019, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian hanya berjumlah 34,58 juta orang. Padahal, pada 2018 jumlah tenaga kerja petani sekitar 35,7 juta dan 35,92 juta pada tahun sebelumnya. Jumlah tenaga kerja pertanian menjanjikan terjadi pada 2016 dengan 37,77 juta orang.
(Baca Juga: Mentan Ajak Peragi Wujudkan Pertanian Jadi Pilar Utama Kesejahteraan Indonesia)
"Pertanian itu sangat menjanjikan dan memiliki prospek bagus. Satu sisi, ketersediaan lahan pertanian di Indonesia sangatlah luas. Tanahnya juga sangat subur. Kami juga memberikan banyak dukungan melalui pelatihan dan pendampingan. Untuk teknisnya juga didukung dengan peralatan, termasuk pupuknya. Kalau kesulitan modal, ada KUR," tegasnya.
Lebih lanjut, BPPSDMP juga terus menaikan grade pengetahuan dan wawasan petani. Mengacu data BPS pada 2018, komposisi pendidikan petani masih minor. Petani dengan tingkat pendidikan SD dominan 37,53%, lalu 16,83 untuk SLTP. Mereka yang tidak tamat SD berjumlah 24,23% dan 7,19% adalah tidak sekolah. Petani berpendidikan SMA ada 8,97% dan 8,78% adalah SMK, lalu sisanya adalah Perguruan Tinggi.
"Regenerasi petani mutlak dilakukan, termasuk kualitas pendidikannya. Tingkat pendidikan petani itu mempengaruhi kemampuan adopsi teknologi dan informasi. Kedua elemen ini bisa menentukan akses terhadap pembiayaan, informasi pasar, hingga sarana dan prasarananya," tutup Dedi.
Perlakuannya dengan mendorong pertumbuhan dan menaikan slot petani milenial . Sebab, petani saat ini menjadi profesi yang menjanjikan dengan aliran ekonomi yang kompetitif. Gaung agenda regenerasi petani kembali disuarakan melalui program Millennial Agriculture Forum 12, Jumat (23/10). Dikembangkan secara online melalui Zoom Meeting, program tersebut mengangkat tema "Pengelolaan TEFA di Masa Pandemi".
(Baca Juga: Marine Aquagriculture: Pertanian Modern Berbasis Air Laut) Dikemas dalam konsep dialog hangat, Millennial Agriculture Forum 12 menghadirkan empat narasumber kompeten. Narasumber tersebut diantaranya Wakil Direktur Bidang Kerjasama Politeknik Negeri Jember N Bambang Eko Sulistyono dan figur Kaprodi Agr. Ternak Unggas SMK-PPN Sembawa Siwi Purwati. Bergabung juga Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi, Kepala Pusat Pendidikan Pertanian Idha Widi Arsanti, juga Kepala SMK-PPN Sembawa Mattobiāi.
"Regenerasi petani harus dilakukan agar pangan dan kehidupan tetap lestari. Apalagi, petani menjadi profesi menjanjikan. Jumlah uang yang dihasilkan besar dan tidak terpengaruh krisis, termasuk pandemi Covid-19. Pertanian saat ini juga dikembangkan dengan sangat canggih dan berbasis teknologi terbaru. Jadi, masa suram wajah petani sekarang sudah berganti," ungkap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam keterangan tertulis.
Dengan profil kompetitifnya, pertanian dan wirausaha menjadi paket menjanjikan mendulang rupiah. Saat ini ada sekitar 27,7 juta petani yang bergantung dari sektor agraris tersebut. Namun, profil petani saat ini didominasi usia lanjut 45-54 tahun dengan slot 27%. Untuk usia 55-64 tahun memiliki slot 21%, lalu usia di atas 65 tahun dengan jumlah 13% dan 24% pada kelompok umur 35-44 tahun. Sementara, para petani milenial saat ini hanya menempati slot 12% pada usia 25-34 tahun.
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi mengungkapkan bahwa bagi mereka yang berusia di bawah 25 tahun hanya berjumlah sekitar 3%. "Perbandingan petani muda dan berusia lanjut tidaklah seimbang. Neraca ini tentu harus diseimbangkan agar jadi ideal. Untuk itu, jumlah petani muda harus didorong dan ditumbuhkan," terang Dedi.
Bukan hanya slot petani muda, Dedi menambahkan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian juga terus mengalami defisit di dalam 4 tahun terakhir. Sepanjang 2019, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian hanya berjumlah 34,58 juta orang. Padahal, pada 2018 jumlah tenaga kerja petani sekitar 35,7 juta dan 35,92 juta pada tahun sebelumnya. Jumlah tenaga kerja pertanian menjanjikan terjadi pada 2016 dengan 37,77 juta orang.
(Baca Juga: Mentan Ajak Peragi Wujudkan Pertanian Jadi Pilar Utama Kesejahteraan Indonesia)
"Pertanian itu sangat menjanjikan dan memiliki prospek bagus. Satu sisi, ketersediaan lahan pertanian di Indonesia sangatlah luas. Tanahnya juga sangat subur. Kami juga memberikan banyak dukungan melalui pelatihan dan pendampingan. Untuk teknisnya juga didukung dengan peralatan, termasuk pupuknya. Kalau kesulitan modal, ada KUR," tegasnya.
Lebih lanjut, BPPSDMP juga terus menaikan grade pengetahuan dan wawasan petani. Mengacu data BPS pada 2018, komposisi pendidikan petani masih minor. Petani dengan tingkat pendidikan SD dominan 37,53%, lalu 16,83 untuk SLTP. Mereka yang tidak tamat SD berjumlah 24,23% dan 7,19% adalah tidak sekolah. Petani berpendidikan SMA ada 8,97% dan 8,78% adalah SMK, lalu sisanya adalah Perguruan Tinggi.
"Regenerasi petani mutlak dilakukan, termasuk kualitas pendidikannya. Tingkat pendidikan petani itu mempengaruhi kemampuan adopsi teknologi dan informasi. Kedua elemen ini bisa menentukan akses terhadap pembiayaan, informasi pasar, hingga sarana dan prasarananya," tutup Dedi.
(fai)
tulis komentar anda