Restrukturisasi Kredit Gairahkan Industri Perbankan

Rabu, 04 November 2020 - 08:35 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga. Foto/dok
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan. Untuk tetap menjaga stabilitas, OJK memutuskan memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.

Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, perpanjangan kebijakan restrukturisasi pinjaman, dari sebelumnya berakhir Maret 2021 menjadi Maret 2022 kemungkinan akan memperbaiki outlook perbankan nasional. "Perpanjangan restrukturisasi potensial memberikan napas kepada debitur yang terdampak PSBB sehingga kualitas kredit tidak memburuk," katanya saat dihubungi di Jakarta kemarin. (Baca: Biaya Operasional pendidikan terlambat Cair, Ada Apa?)

Termasuk di dalam stimulus lanjutan ini, lanjut Adrian, adalah pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian kesehatan bank dan juga penundaan implementasi Basel III. Selain itu, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dari perbankan yang cenderung meningkat dalam enam bulan terakhir tetap menunjukkan kehati-hatian pengelolaan kredit.

"Perpanjangan ini mendorong kami untuk merevisi perkiraan pertumbuhan kredit 2020 dan 2021 dan merevisi turun angka NPL perbankan dan merevisi naik angka rasio kecukupan modal. Likuiditas perbankan yang melimpah juga membuka peluang kenaikan pertumbuhan kredit dan perbaikan kualitas kredit," ungkapnya.



Peneliti Indef Nailul Huda menuturkan, restrukturisasi kredit bertujuan untuk memberikan napas panjang kepada peminjam dalam hal pembayaran utangnya. Jadi perbankan bisa bernapas lebih lega karena rasio kredit macet atau nonperforming loan (NPL) tidak akan melebih dari batas ambang aman.

Menurut dia, perpanjangan restrukturisasi kredit semakin membuat perbankan aman dalam mengelola NPL-nya. "Mereka bisa mengatur keuangannya terlebih dahulu pada masa pandemi ini. Saya rasa langkah ini langkah yang bagus," kata Huda. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menuturkan, hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan sebesar Rp914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri atas 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non-UMKM senilai Rp552,69 triliun.

Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan Perusahaan Pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak. Adapun restrukturisasi pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Wakaf Mikro hingga 31 Agustus masing-masing mencapai Rp26,44 miliar untuk 32 LKM dan Rp4,52 miliar untuk 13 BWM.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, lanjut Wimboh, OJK memfokuskan upaya percepatan pemulihan ekonomi pada lima hal. Pertama, melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi dalam POJK 11 sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi. "Tentunya, perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard," ungkap Wimboh. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More