Pasar Keuangan Dihantui Ulah Trump jika Kalah dari Biden
Rabu, 04 November 2020 - 09:57 WIB
JAKARTA - Pasar keuangan menjadi lebih khawatir jika hasil pemilu AS pada November tidak pasti dan mengakibatkan pengulangan pemungutan suara, dan kasusnya di pengadilan dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Terlebih hasil pemilu yang diperebutkan dapat menyebabkan krisis konstitusional besar jika Presiden Donald Trump atau lawannya dari Partai Demokrat Joe Biden tidak menerima hasil pilpres. ( Baca juga: Biden Unggul Sementara dengan 129 Suara Electoral, Trump 94 Suara )
Demikian juga, stimulus fiskal tidak mungkin terjadi sebelum pemilu AS, tetapi prospeknya akan naik lagi setelah pemungutan suara pada November ini. Pasalnya, kedua belah pihak mendukung bantuan pemerintah lebih lanjut untuk mendukung pemulihan ekonomi Amerika.
"Presiden Trump ketika ia tetap tertinggal dalam jajak pendapat terus mengklaim tanpa bukti bahwa peningkatan penggunaan mail-in ballots karena pandemi akan menyebabkan kecurangan pemungutan suara yang meluas selama pemilu November. Dengan demikian, investor khawatir bahwa Trump tidak akan menerima hasilnya jika ia kalah, dan sebaliknya akan menuntut ke Mahkamah Agung," kata Head of Investment Strategy Bank of Singapore Eli Lee, di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Tetapi senior Partai Republik, termasuk pemimpin Senat Mitch McConnell dan Senator Mitt Romney, telah menegur Trump dan bersikeras akan ada transisi yang tertib jika presiden kalah dalam pemilihan November.
Menurut Eli, Trump masih cenderung akan membantah hasilnya jika ia kalah. Namun Trump hanya dapat mencoba jika hasil Pemilu nanti sangat ketat. ( Baca juga: Setelah Naik, Harga Emas Antam Anteng di Level Sejutaan )
Demikian juga, risiko ketegangan AS-China yang mempengaruhi pasar keuangan akan dibatasi oleh prospek tarif yang diberlakukan sebelum pemilu AS. Sementara ketidakpopuleran Pemerintah Inggris karena penanganannya yang buruk terhadap pandemi telah meningkatkan tekanan pada London untuk berkompromi dan mengamankan kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa untuk menghindari no-deal pada akhir tahun.
Terlebih hasil pemilu yang diperebutkan dapat menyebabkan krisis konstitusional besar jika Presiden Donald Trump atau lawannya dari Partai Demokrat Joe Biden tidak menerima hasil pilpres. ( Baca juga: Biden Unggul Sementara dengan 129 Suara Electoral, Trump 94 Suara )
Demikian juga, stimulus fiskal tidak mungkin terjadi sebelum pemilu AS, tetapi prospeknya akan naik lagi setelah pemungutan suara pada November ini. Pasalnya, kedua belah pihak mendukung bantuan pemerintah lebih lanjut untuk mendukung pemulihan ekonomi Amerika.
"Presiden Trump ketika ia tetap tertinggal dalam jajak pendapat terus mengklaim tanpa bukti bahwa peningkatan penggunaan mail-in ballots karena pandemi akan menyebabkan kecurangan pemungutan suara yang meluas selama pemilu November. Dengan demikian, investor khawatir bahwa Trump tidak akan menerima hasilnya jika ia kalah, dan sebaliknya akan menuntut ke Mahkamah Agung," kata Head of Investment Strategy Bank of Singapore Eli Lee, di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Tetapi senior Partai Republik, termasuk pemimpin Senat Mitch McConnell dan Senator Mitt Romney, telah menegur Trump dan bersikeras akan ada transisi yang tertib jika presiden kalah dalam pemilihan November.
Menurut Eli, Trump masih cenderung akan membantah hasilnya jika ia kalah. Namun Trump hanya dapat mencoba jika hasil Pemilu nanti sangat ketat. ( Baca juga: Setelah Naik, Harga Emas Antam Anteng di Level Sejutaan )
Demikian juga, risiko ketegangan AS-China yang mempengaruhi pasar keuangan akan dibatasi oleh prospek tarif yang diberlakukan sebelum pemilu AS. Sementara ketidakpopuleran Pemerintah Inggris karena penanganannya yang buruk terhadap pandemi telah meningkatkan tekanan pada London untuk berkompromi dan mengamankan kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa untuk menghindari no-deal pada akhir tahun.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda