Cara Lain Bisa Sukses Usaha: Lihai Jual Beli Cerita
Rabu, 04 November 2020 - 18:30 WIB
JAKARTA - Gagal dalam berbisnis bukan perkara baru bagi Danu Sofwan. Sebelum merintis usaha di bidang kuliner dengan nama Radja Cendol dan Es Teh Indonesia, ia pernah mengalami jatuh saat menjalankan bisnis jual aneka baju. ( Baca juga: Adaptif, Kunci Sukses Bangun Usaha Online dari Mantan Karyawan Akulaku )
“Saya pernah gagal usaha baju segala macam, enggak ada yang berjalan. Bahkan saya enggak tahu siapa sih yang beli produk saya,” ujar Danu membagikan kisahnya dalam webinar sesi BNPB bertema Ciptakan Jiwa Kreatif dan Produktif Selama Pandemi yang dihelat SINDO Media, Rabu (4/11/2020).
Belajar dari pengalamannya itu, Danu menilai menentukan target pasar juga menjadi kunci dalam menjalankan usaha. Selain itu, pentingnya juga memahami siklus bisnis, mulai dari tahap awal (starting), penjualan (monetizing), membangun sistem (systemizing), pengembangan usaha (growing and multiplying), hingga menjaga atau mengelola bisnis (maintaining).
Terkait itu, dalam lingkup bisnis ada konsep marketing konvensional yang mencakup segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi, dan brand atau dikenal STPDB. Menurut Danu, menyusun segmentasi menjadi penting. Terlebih lagi, di era digital saat ini yang strategi pemasaran sudah beralih menjadi digital.
“Kalau saja kita tahu siapa pasar yang kita bidik, kita enggak akan boncos. Tapi balik lagi, di tahap starting, test everything itu menjadi oke. Sikat aja terus. Yang paling penting, seenggaknya kita tahu dulu siapa sih orang yang beli produk kita,” ujarnya.
Danu memaparkan, ada empat tahap untuk membuat produk yang bernilai. Pertama, benchmark dan ide. Harus tahu ide usaha yang ingin diambil beserta produk yang akan dijual. Termasuk, mencari tahu siapa saja kompetitornya.
Tahap berikutnya yang harus dilakukan yakni variant and testing. Setelah itu, mulai membuat tampilan dan pengemasan yang menarik (design and packaging). Terakhir adalah tahap penentuan harga dan pengenalan produk (pricing and launching).
Agar produk laku di pasaran, menurut Danu, ada tiga cara. Pertama, produk yang dibuat harus berbeda dan tak biasa (extra ordinary). Perlu ada faktor pembeda yang tidak dimiliki oleh pesaing atau kompetitor di bidang usaha sejenis.
“Kedua, harus ada unique selling proposition (USP). Bukan hanya sekedar unik, tapi harus punya nilai jual. Jadi, pikirin faktor unik, bukan hanya dari segi produknya, tapi cara menjualnya di zaman sekarang itu juga perlu unik. Apalagi kalau ngincer marketnya itu milenial,” jelas dia. ( Baca juga: Legislator PDIP: Pemberian Bintang Mahaputera ke Gatot Nurmantyo Sesuai UU )
Cara lainnya yaitu membangun cerita, sejarah (history) dalam membuat sebuah usaha, menciptakan sebuah produk. Di masa kini, menurut Danu, bukan lagi jual beli produk, tapi jual beli cerita.
“Makanya, orang-orang yang bisa public speaking bagus, mereka yang bisa menggarap caption dengan narasi yang baik. Ada closing, copywriting, hypnoselling, mereka pasti akan lebih mudah. Itu harus kita pelajari,” tandasnya.
“Saya pernah gagal usaha baju segala macam, enggak ada yang berjalan. Bahkan saya enggak tahu siapa sih yang beli produk saya,” ujar Danu membagikan kisahnya dalam webinar sesi BNPB bertema Ciptakan Jiwa Kreatif dan Produktif Selama Pandemi yang dihelat SINDO Media, Rabu (4/11/2020).
Belajar dari pengalamannya itu, Danu menilai menentukan target pasar juga menjadi kunci dalam menjalankan usaha. Selain itu, pentingnya juga memahami siklus bisnis, mulai dari tahap awal (starting), penjualan (monetizing), membangun sistem (systemizing), pengembangan usaha (growing and multiplying), hingga menjaga atau mengelola bisnis (maintaining).
Terkait itu, dalam lingkup bisnis ada konsep marketing konvensional yang mencakup segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi, dan brand atau dikenal STPDB. Menurut Danu, menyusun segmentasi menjadi penting. Terlebih lagi, di era digital saat ini yang strategi pemasaran sudah beralih menjadi digital.
“Kalau saja kita tahu siapa pasar yang kita bidik, kita enggak akan boncos. Tapi balik lagi, di tahap starting, test everything itu menjadi oke. Sikat aja terus. Yang paling penting, seenggaknya kita tahu dulu siapa sih orang yang beli produk kita,” ujarnya.
Danu memaparkan, ada empat tahap untuk membuat produk yang bernilai. Pertama, benchmark dan ide. Harus tahu ide usaha yang ingin diambil beserta produk yang akan dijual. Termasuk, mencari tahu siapa saja kompetitornya.
Tahap berikutnya yang harus dilakukan yakni variant and testing. Setelah itu, mulai membuat tampilan dan pengemasan yang menarik (design and packaging). Terakhir adalah tahap penentuan harga dan pengenalan produk (pricing and launching).
Agar produk laku di pasaran, menurut Danu, ada tiga cara. Pertama, produk yang dibuat harus berbeda dan tak biasa (extra ordinary). Perlu ada faktor pembeda yang tidak dimiliki oleh pesaing atau kompetitor di bidang usaha sejenis.
“Kedua, harus ada unique selling proposition (USP). Bukan hanya sekedar unik, tapi harus punya nilai jual. Jadi, pikirin faktor unik, bukan hanya dari segi produknya, tapi cara menjualnya di zaman sekarang itu juga perlu unik. Apalagi kalau ngincer marketnya itu milenial,” jelas dia. ( Baca juga: Legislator PDIP: Pemberian Bintang Mahaputera ke Gatot Nurmantyo Sesuai UU )
Cara lainnya yaitu membangun cerita, sejarah (history) dalam membuat sebuah usaha, menciptakan sebuah produk. Di masa kini, menurut Danu, bukan lagi jual beli produk, tapi jual beli cerita.
“Makanya, orang-orang yang bisa public speaking bagus, mereka yang bisa menggarap caption dengan narasi yang baik. Ada closing, copywriting, hypnoselling, mereka pasti akan lebih mudah. Itu harus kita pelajari,” tandasnya.
(uka)
tulis komentar anda