KA Makin Pacu Ekonomi Bali
Senin, 30 November 2020 - 06:15 WIB
Menurut Djoko, pembangunan transportasi umum di Bali lebih baik berbasis rel. Apalagi saat ini untuk wilayah perkotaan, Bali sudah memiliki Trans-Metro Dewata. Tercatat ada 105 bus yang melayani empat rute, salah satunya Terminal Ubung (Denpasar)–Sentral Parkir Monkey Forest (Ubud).
Selama ini pelancong di Bali lebih banyak menyewa motor atau mobil. Djoko memprediksi Trans-Metro Dewata dan kereta ini akan menjadi primadona bagi para pelancong, terutama wisatawan mancanegara. “Ini dibuka saat pandemi, nanti (setelah pandemi) Trans-Metro itu isinya orang-orang bule. Mereka senang naik itu. Itu yang perkotaan sudah ada yang sampai Ubud. Itu paling jauh,” ujarnya kemarin.
Nanti setelah ada rel, pada tahap awal bisa dilakukan dengan menerapkan subsidi public service obligation (PSO). Cara ini dilakukan untuk merangsang masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. “PSO itu untuk golongan tertentu saja. Kalau sudah tumbuh, komersial saja,” ucapnya. (Baca juga: Manfaat Kesehatan dan Nutrisi Susu Kambing)
Logistik Bisa Ditekan
Terkait proyek KA di Jawa, menurut Djoko, pekerjaan rumah (PR) pemerintah adalah pada jalur rel bagian selatan. Secara perlahan, pemerintah mulai membangun double track. Pemerintah telah membangun tiga terowongan untuk membuat jalur rel double track di Notog (Banyumas), Kebasen (Banyumas), dan Ijo (Kebumen). Hanya tinggal Terowongan Ijo yang belum selesai.
Di Jawa Barat (Jabar), PT Kereta Api Indonesia (KAI) menghidupkan kembali jalur-jalur lama yang mati. Jalur itu, antara lain, Bandung–Ciwidey, Garut–Cibatu, Banjar–Pangandaran, dan Bogor–Sukabumi–Cianjur. Semua wilayah itu menawarkan panorama alam yang indah. Dengan reaktivasi jalur rel ini, pemerintah berharap pariwisata selatan Jabar bisa menggeliat.
Djoko menegaskan bahwa kereta bisa menekan biaya logistik cukup besar. Menurutnya, selatan Jawa Tengah–Timur padat logistik yang sementara ini banyak lewat utara. Jarak-jarak jauh itu (sekarang) banyak memanfaatkan truk. “Truk-truk itu harusnya hanya feeder saja. Bisa juga truk dinaikkan ke kereta. Boleh itu, tinggal modifikasi saja,” tutur Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Djoko menjelaskan konsep itu dilakukan di India. Di beberapa negara Skandinavia, kereta naik ke kapal penyeberangan. Jadi di dalam kapal sudah ada relnya. Konsep itu bisa diterapkan di jalur Sumatera–Jawa. Biaya logistik dari Sumatera akan lebih hemat naik kereta ke Bakauheni, lalu menyambung lagi di Merak. (Baca juga: Susi Pudjiastuti Berpeluang Gantikan Edhy Prabowo Jika Gerindra Menolak)
Djoko menilai jalur kereta api di Sumatera yang akan menghubungkan Rantau Prapat–Pekanbaru itu bagus. Jalur ini akan melengkapi tol yang sudah ada. Adapun soal proyek tol, menurutnya, tetap jalan saja karena untuk pengembangan wilayah baru. Dia mendorong pembangunan transportasi rel ini menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Waktu pengoperasiannya oleh swasta bisa sama dengan konsesi tol, yakni 35–40 tahun.
Manggarai Jadi Pusat
Selama ini pelancong di Bali lebih banyak menyewa motor atau mobil. Djoko memprediksi Trans-Metro Dewata dan kereta ini akan menjadi primadona bagi para pelancong, terutama wisatawan mancanegara. “Ini dibuka saat pandemi, nanti (setelah pandemi) Trans-Metro itu isinya orang-orang bule. Mereka senang naik itu. Itu yang perkotaan sudah ada yang sampai Ubud. Itu paling jauh,” ujarnya kemarin.
Nanti setelah ada rel, pada tahap awal bisa dilakukan dengan menerapkan subsidi public service obligation (PSO). Cara ini dilakukan untuk merangsang masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. “PSO itu untuk golongan tertentu saja. Kalau sudah tumbuh, komersial saja,” ucapnya. (Baca juga: Manfaat Kesehatan dan Nutrisi Susu Kambing)
Logistik Bisa Ditekan
Terkait proyek KA di Jawa, menurut Djoko, pekerjaan rumah (PR) pemerintah adalah pada jalur rel bagian selatan. Secara perlahan, pemerintah mulai membangun double track. Pemerintah telah membangun tiga terowongan untuk membuat jalur rel double track di Notog (Banyumas), Kebasen (Banyumas), dan Ijo (Kebumen). Hanya tinggal Terowongan Ijo yang belum selesai.
Di Jawa Barat (Jabar), PT Kereta Api Indonesia (KAI) menghidupkan kembali jalur-jalur lama yang mati. Jalur itu, antara lain, Bandung–Ciwidey, Garut–Cibatu, Banjar–Pangandaran, dan Bogor–Sukabumi–Cianjur. Semua wilayah itu menawarkan panorama alam yang indah. Dengan reaktivasi jalur rel ini, pemerintah berharap pariwisata selatan Jabar bisa menggeliat.
Djoko menegaskan bahwa kereta bisa menekan biaya logistik cukup besar. Menurutnya, selatan Jawa Tengah–Timur padat logistik yang sementara ini banyak lewat utara. Jarak-jarak jauh itu (sekarang) banyak memanfaatkan truk. “Truk-truk itu harusnya hanya feeder saja. Bisa juga truk dinaikkan ke kereta. Boleh itu, tinggal modifikasi saja,” tutur Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Djoko menjelaskan konsep itu dilakukan di India. Di beberapa negara Skandinavia, kereta naik ke kapal penyeberangan. Jadi di dalam kapal sudah ada relnya. Konsep itu bisa diterapkan di jalur Sumatera–Jawa. Biaya logistik dari Sumatera akan lebih hemat naik kereta ke Bakauheni, lalu menyambung lagi di Merak. (Baca juga: Susi Pudjiastuti Berpeluang Gantikan Edhy Prabowo Jika Gerindra Menolak)
Djoko menilai jalur kereta api di Sumatera yang akan menghubungkan Rantau Prapat–Pekanbaru itu bagus. Jalur ini akan melengkapi tol yang sudah ada. Adapun soal proyek tol, menurutnya, tetap jalan saja karena untuk pengembangan wilayah baru. Dia mendorong pembangunan transportasi rel ini menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Waktu pengoperasiannya oleh swasta bisa sama dengan konsesi tol, yakni 35–40 tahun.
Manggarai Jadi Pusat
tulis komentar anda