KA Makin Pacu Ekonomi Bali

Senin, 30 November 2020 - 06:15 WIB
loading...
KA Makin Pacu Ekonomi Bali
Pemerintah memastikan segera membangun jalur rel kereta api (KA) di Pulau Bali yang melingkupi wilayah dari Kabupaten Badung hingga Buleleng. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pemerintah memastikan segera membangun jalur rel kereta api (KA) di Pulau Bali yang melingkupi wilayah dari Kabupaten Badung hingga Buleleng. Kehadiran kereta ini diyakini makin mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi, utamanya dari sektor pariwisata di kawasan Bali Utara.

Keseriusan pemerintah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Dalam perpres tersebut dijelaskan bahwa salah satu proyek baru yang bakal dikebut pemerintah adalah penyelenggaraan angkutan massal berbasis rel wilayah Badung–Buleleng. (Baca: Sempurnakan Wudhu Agar Ibadah Diterima Allah)

Selain kereta di Bali, proyek baru yang bakal digelar pemerintah pusat adalah kereta api ringan (light rail transit), yaitu pembangunan LRT Jakarta International Stadium–Kelapa Gading dan Velodrome–Manggarai.

Rencana pembangunan jalur KA di wilayah Bali telah mengemuka sejak 2018 silam. Proyek ini bertujuan untuk mempercepat akses antara Bali Selatan dan Bali Utara. Dengan adanya jalur KA ini, ketimpangan ekonomi di Bali Utara bisa diminimalkan. Di antara rute yang sempat muncul saat itu adalah dari Desa Mengwitani, Kecamaan Mengwi, Kabupaten Badung hingga Desa Sukasada, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.

Namun Perpres Nomor 109/2020 belum memerinci rute mana saja yang akhirnya disepakati. Termasuk kapan proyek ini akan dimulai juga belum ada kepastian. Selain KA berbasis rel, proyek kereta yang sempat ramai diwacanakan untuk diterapkan di Bali adalah kereta tanpa rel.

KA canggih ini diproyeksikan akan menghubungkan Bandara Internasional Ngurah Rai dengan kawasan wisata di Sanur. Beberapa investor diketahui tertarik pada proyek KA ini. Di antara opsi kereta yang bakal dijalankan adalah autonomous rail rapid transit (ART).

Berbeda dengan KA umumnya, kereta ART akan berjalan tak di atas rel, tetapi di jalan raya dengan dukungan persinyalan khusus. Investasi ART dianggap lebih irit ketimbang KA biasa yang berbasis rel. (Baca juga: Seleksi Guru PPPK, Guru Wajib Terdata di Dapodik)

Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri pada Agustus lalu mengungkapkan bahwa pemerintah berencana membuat jaringan kereta yang diharapkan menghubungkan kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan atau yang dikenal dengan sebutan Sarbagita. Kawasan-kawasan itu dianggap strategis karena memiliki potensi perekonomian yang besar. Sarbagita juga diyakini makin menghidupkan wilayah Bali Utara karena kemudahan akses transportasi makin terjamin.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan pembangunan jalur berbasis rel seperti yang akan digelar di Badung hingga Buleleng bisa lebih menghemat lahan. Hal itu jika dibandingkan dengan kebutuhan lahan yang diperlukan untuk membangun jalur tol adalah rata-rata lebar minimal 50 meter. Adapun untuk rel hanya butuh 20 meter. Itu pun sudah double track.

Menurut Djoko, pembangunan transportasi umum di Bali lebih baik berbasis rel. Apalagi saat ini untuk wilayah perkotaan, Bali sudah memiliki Trans-Metro Dewata. Tercatat ada 105 bus yang melayani empat rute, salah satunya Terminal Ubung (Denpasar)–Sentral Parkir Monkey Forest (Ubud).

Selama ini pelancong di Bali lebih banyak menyewa motor atau mobil. Djoko memprediksi Trans-Metro Dewata dan kereta ini akan menjadi primadona bagi para pelancong, terutama wisatawan mancanegara. “Ini dibuka saat pandemi, nanti (setelah pandemi) Trans-Metro itu isinya orang-orang bule. Mereka senang naik itu. Itu yang perkotaan sudah ada yang sampai Ubud. Itu paling jauh,” ujarnya kemarin.

Nanti setelah ada rel, pada tahap awal bisa dilakukan dengan menerapkan subsidi public service obligation (PSO). Cara ini dilakukan untuk merangsang masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. “PSO itu untuk golongan tertentu saja. Kalau sudah tumbuh, komersial saja,” ucapnya. (Baca juga: Manfaat Kesehatan dan Nutrisi Susu Kambing)

Logistik Bisa Ditekan

Terkait proyek KA di Jawa, menurut Djoko, pekerjaan rumah (PR) pemerintah adalah pada jalur rel bagian selatan. Secara perlahan, pemerintah mulai membangun double track. Pemerintah telah membangun tiga terowongan untuk membuat jalur rel double track di Notog (Banyumas), Kebasen (Banyumas), dan Ijo (Kebumen). Hanya tinggal Terowongan Ijo yang belum selesai.

Di Jawa Barat (Jabar), PT Kereta Api Indonesia (KAI) menghidupkan kembali jalur-jalur lama yang mati. Jalur itu, antara lain, Bandung–Ciwidey, Garut–Cibatu, Banjar–Pangandaran, dan Bogor–Sukabumi–Cianjur. Semua wilayah itu menawarkan panorama alam yang indah. Dengan reaktivasi jalur rel ini, pemerintah berharap pariwisata selatan Jabar bisa menggeliat.

Djoko menegaskan bahwa kereta bisa menekan biaya logistik cukup besar. Menurutnya, selatan Jawa Tengah–Timur padat logistik yang sementara ini banyak lewat utara. Jarak-jarak jauh itu (sekarang) banyak memanfaatkan truk. “Truk-truk itu harusnya hanya feeder saja. Bisa juga truk dinaikkan ke kereta. Boleh itu, tinggal modifikasi saja,” tutur Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.

Djoko menjelaskan konsep itu dilakukan di India. Di beberapa negara Skandinavia, kereta naik ke kapal penyeberangan. Jadi di dalam kapal sudah ada relnya. Konsep itu bisa diterapkan di jalur Sumatera–Jawa. Biaya logistik dari Sumatera akan lebih hemat naik kereta ke Bakauheni, lalu menyambung lagi di Merak. (Baca juga: Susi Pudjiastuti Berpeluang Gantikan Edhy Prabowo Jika Gerindra Menolak)

Djoko menilai jalur kereta api di Sumatera yang akan menghubungkan Rantau Prapat–Pekanbaru itu bagus. Jalur ini akan melengkapi tol yang sudah ada. Adapun soal proyek tol, menurutnya, tetap jalan saja karena untuk pengembangan wilayah baru. Dia mendorong pembangunan transportasi rel ini menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Waktu pengoperasiannya oleh swasta bisa sama dengan konsesi tol, yakni 35–40 tahun.

Manggarai Jadi Pusat

Pemerintah juga akan menjadikan Stasiun Manggarai sebagai pusat stasiun KA di Jabodetabek. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, semua kereta rel listrik (KRL) dari seluruh jurusan di Jabodetabek akan bersinggungan di Stasiun Manggarai nantinya. Untuk itu Menhub meminta seluruh stakeholder untuk mempercepat pengembangan Stasiun Manggarai.

“Kami ke Stasiun Manggarai dan kami lihat progres berjalan dengan baik, tetapi memang saya minta ada beberapa percepatan. Manggarai akan jadi pusat stasiun kereta api (KA) di Jabodetabek,” ujar Budi Karyadi di Stasiun LRT Dukuh Atas kemarin.

Kereta api jarak jauh (KAJJ) yang menuju luar Jakarta pun akan melalui jalur Manggarai. “Hanya beberapa saja yang di (Stasiun) Senen dan Gambir,” katanya. (Lihat videonya: Langgar Prokes, Kafe Ditutup)

Pihak Kemenhub juga tengah mempersiapkan jalur mandiri untuk tiap jurusan. Hal ini untuk mencegah penumpukan jalur di titik singgungan tertentu. “Juga kereta bandara kita siapkan stasiunnya sehingga antara Depok line, Bekasi line enggak numpuk di suatu tempat, tetapi memiliki line sendiri-sendiri. Kita harap akhir 2022 akan selesai semua,” ujarnya.

Sementara itu pengerjaan proyek LRT Jabodebek sudah mencapai 79,52%. Direktur Operasi II PT Adhi Karya Pundjung Setya Brata mengatakan, untuk progres lintasan pelayanan I, dari Cibubur sampai Cawang, mencapai 98,36%. Adapun untuk lintas pelayanan II dari Cawang menuju Dukuh Atas sudah 74%. (F.W Bahtiar/Suparjo Ramalan/Giri Hartomo)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1225 seconds (0.1#10.140)