Transaksi Fintech di Emerging Market Lebih Tinggi Dibandingkan Negara Maju
Jum'at, 04 Desember 2020 - 20:33 WIB
JAKARTA - Di pasar negara-negara berkembang (Emerging Markets), penyelenggara FinTech melaporkan pertumbuhan rata-rata dalam jumlah dan volume transaksi masing-masing sebesar 15% dan 12%. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan 11% dan 10% untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara maju.
(Baca Juga: Dampak Luar Biasa Fintech Bikin Staf Khusus Sri Mulyani Nengok )
Berdasaran Studi Penilaian Cepat Pasar FinTech Global Covid-19, pertumbuhan basis pelanggan dan transaksi untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara berkembang selama paruh pertama 2020 diimbangi dengan peningkatan tantangan dan risiko operasional yang lebih besar dibandingkan dengan penyelenggara FinTech dari negara-negara maju.
Perusahaan dari negara berkembang juga cenderung melaporkan kebutuhan mendesak akan dukungan regulasi daripada perusahaan dari negara maju. Hampir setengah dari semua perusahaan dari negara berkembang melaporkan sangat membutuhkan otorisasi atau lisensi yang lebih cepat untuk aktivitas baru.
"Ada 40% sangat membutuhkan persetujuan produk atau layanan yang disederhanakan dan 39% segera mencari dukungan regulasi untuk e- KYC (electronic know your customer) ," tulis riset tersebut di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
(Baca Juga: Neobank Jadi Penantang Serius Fintech di Masa Depan )
Hasil survei juga menunjukkan bahwa penyelenggara FinTech yang beroperasi di negara dengan peraturan terkait Covid-19 yang lebih ketat menghadapi tantangan operasional yang lebih banyak dan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang berasal dari pasar dengan peraturan yang lebih longgar.
FinTech di negara-negara dengan peraturan yang lebih ketat cenderung melaporkan penghentian operasional agen atau mitra bisnis yang lebih tinggi. Atau mengalami transaksi yang tidak berhasil lebih sering daripada penyelenggara FinTech dari negara dengan kebijakan yang lebih longgar.
"Sejalan dengan tantangan tersebut, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa posisi keuangan penyelenggara FinTech mengalami tekanan akibat COVID-19 dengan lebih dari setengahnya melaporkan dampak negatif pada cadangan modal," jelasnya.
(Baca Juga: Dampak Luar Biasa Fintech Bikin Staf Khusus Sri Mulyani Nengok )
Berdasaran Studi Penilaian Cepat Pasar FinTech Global Covid-19, pertumbuhan basis pelanggan dan transaksi untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara berkembang selama paruh pertama 2020 diimbangi dengan peningkatan tantangan dan risiko operasional yang lebih besar dibandingkan dengan penyelenggara FinTech dari negara-negara maju.
Perusahaan dari negara berkembang juga cenderung melaporkan kebutuhan mendesak akan dukungan regulasi daripada perusahaan dari negara maju. Hampir setengah dari semua perusahaan dari negara berkembang melaporkan sangat membutuhkan otorisasi atau lisensi yang lebih cepat untuk aktivitas baru.
"Ada 40% sangat membutuhkan persetujuan produk atau layanan yang disederhanakan dan 39% segera mencari dukungan regulasi untuk e- KYC (electronic know your customer) ," tulis riset tersebut di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
(Baca Juga: Neobank Jadi Penantang Serius Fintech di Masa Depan )
Hasil survei juga menunjukkan bahwa penyelenggara FinTech yang beroperasi di negara dengan peraturan terkait Covid-19 yang lebih ketat menghadapi tantangan operasional yang lebih banyak dan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang berasal dari pasar dengan peraturan yang lebih longgar.
FinTech di negara-negara dengan peraturan yang lebih ketat cenderung melaporkan penghentian operasional agen atau mitra bisnis yang lebih tinggi. Atau mengalami transaksi yang tidak berhasil lebih sering daripada penyelenggara FinTech dari negara dengan kebijakan yang lebih longgar.
"Sejalan dengan tantangan tersebut, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa posisi keuangan penyelenggara FinTech mengalami tekanan akibat COVID-19 dengan lebih dari setengahnya melaporkan dampak negatif pada cadangan modal," jelasnya.
tulis komentar anda