Transaksi Fintech di Emerging Market Lebih Tinggi Dibandingkan Negara Maju
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di pasar negara-negara berkembang (Emerging Markets), penyelenggara FinTech melaporkan pertumbuhan rata-rata dalam jumlah dan volume transaksi masing-masing sebesar 15% dan 12%. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan 11% dan 10% untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara maju.
(Baca Juga: Dampak Luar Biasa Fintech Bikin Staf Khusus Sri Mulyani Nengok )
Berdasaran Studi Penilaian Cepat Pasar FinTech Global Covid-19, pertumbuhan basis pelanggan dan transaksi untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara berkembang selama paruh pertama 2020 diimbangi dengan peningkatan tantangan dan risiko operasional yang lebih besar dibandingkan dengan penyelenggara FinTech dari negara-negara maju.
Perusahaan dari negara berkembang juga cenderung melaporkan kebutuhan mendesak akan dukungan regulasi daripada perusahaan dari negara maju. Hampir setengah dari semua perusahaan dari negara berkembang melaporkan sangat membutuhkan otorisasi atau lisensi yang lebih cepat untuk aktivitas baru.
"Ada 40% sangat membutuhkan persetujuan produk atau layanan yang disederhanakan dan 39% segera mencari dukungan regulasi untuk e- KYC (electronic know your customer) ," tulis riset tersebut di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
(Baca Juga: Neobank Jadi Penantang Serius Fintech di Masa Depan )
Hasil survei juga menunjukkan bahwa penyelenggara FinTech yang beroperasi di negara dengan peraturan terkait Covid-19 yang lebih ketat menghadapi tantangan operasional yang lebih banyak dan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang berasal dari pasar dengan peraturan yang lebih longgar.
FinTech di negara-negara dengan peraturan yang lebih ketat cenderung melaporkan penghentian operasional agen atau mitra bisnis yang lebih tinggi. Atau mengalami transaksi yang tidak berhasil lebih sering daripada penyelenggara FinTech dari negara dengan kebijakan yang lebih longgar.
"Sejalan dengan tantangan tersebut, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa posisi keuangan penyelenggara FinTech mengalami tekanan akibat COVID-19 dengan lebih dari setengahnya melaporkan dampak negatif pada cadangan modal," jelasnya.
Sekitar 40% juga melaporkan bahwa pandemi berdampak negatif pada penilaian perusahaan mereka. Prospek penggalangan dana di masa depan menunjukkan respons beragam, dengan 34% menunjukkan dampak negatif, 21% melaporkan dampak positif, dan 30% melaporkan tidak ada perubahan atau mengatakan terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut.
(Baca Juga: Keluhan Soal Fintech Bodong Berkurang, Pertanda Konsumen Makin Cerdas )
Dalam hal tanggapan regulasi terhadap Covid-19, perusahaan memang melaporkan bahwa mereka telah menerima bantuan, dengan 17% mendapat manfaat dari dukungan regulasi untuk e-KYC, sekitar 13% dari Uji Tuntas Pelanggan (Customer Due Dilligence) yang disederhanakan dan 12% dari dukungan onboarding jarak jauh.
Perusahaan juga menunjukkan bahwa inisiatif inovasi regulasi telah menguntungkan mereka. Sebesar 14% penyelenggara FinTech telah bekerja dengan kantor inovasi (innovation office) dan 6% telah berpartisipasi dalam regulatory sandbox.
Sekitar 24% responden menunjukkan kebutuhan mendesak untuk masuk ke regulatory sandbox dan 20% melaporkan sangat perlu bekerja dengan Kantor Inovasi FinTech.
(Baca Juga: Dampak Luar Biasa Fintech Bikin Staf Khusus Sri Mulyani Nengok )
Berdasaran Studi Penilaian Cepat Pasar FinTech Global Covid-19, pertumbuhan basis pelanggan dan transaksi untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara berkembang selama paruh pertama 2020 diimbangi dengan peningkatan tantangan dan risiko operasional yang lebih besar dibandingkan dengan penyelenggara FinTech dari negara-negara maju.
Perusahaan dari negara berkembang juga cenderung melaporkan kebutuhan mendesak akan dukungan regulasi daripada perusahaan dari negara maju. Hampir setengah dari semua perusahaan dari negara berkembang melaporkan sangat membutuhkan otorisasi atau lisensi yang lebih cepat untuk aktivitas baru.
"Ada 40% sangat membutuhkan persetujuan produk atau layanan yang disederhanakan dan 39% segera mencari dukungan regulasi untuk e- KYC (electronic know your customer) ," tulis riset tersebut di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
(Baca Juga: Neobank Jadi Penantang Serius Fintech di Masa Depan )
Hasil survei juga menunjukkan bahwa penyelenggara FinTech yang beroperasi di negara dengan peraturan terkait Covid-19 yang lebih ketat menghadapi tantangan operasional yang lebih banyak dan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang berasal dari pasar dengan peraturan yang lebih longgar.
FinTech di negara-negara dengan peraturan yang lebih ketat cenderung melaporkan penghentian operasional agen atau mitra bisnis yang lebih tinggi. Atau mengalami transaksi yang tidak berhasil lebih sering daripada penyelenggara FinTech dari negara dengan kebijakan yang lebih longgar.
"Sejalan dengan tantangan tersebut, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa posisi keuangan penyelenggara FinTech mengalami tekanan akibat COVID-19 dengan lebih dari setengahnya melaporkan dampak negatif pada cadangan modal," jelasnya.
Sekitar 40% juga melaporkan bahwa pandemi berdampak negatif pada penilaian perusahaan mereka. Prospek penggalangan dana di masa depan menunjukkan respons beragam, dengan 34% menunjukkan dampak negatif, 21% melaporkan dampak positif, dan 30% melaporkan tidak ada perubahan atau mengatakan terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut.
(Baca Juga: Keluhan Soal Fintech Bodong Berkurang, Pertanda Konsumen Makin Cerdas )
Dalam hal tanggapan regulasi terhadap Covid-19, perusahaan memang melaporkan bahwa mereka telah menerima bantuan, dengan 17% mendapat manfaat dari dukungan regulasi untuk e-KYC, sekitar 13% dari Uji Tuntas Pelanggan (Customer Due Dilligence) yang disederhanakan dan 12% dari dukungan onboarding jarak jauh.
Perusahaan juga menunjukkan bahwa inisiatif inovasi regulasi telah menguntungkan mereka. Sebesar 14% penyelenggara FinTech telah bekerja dengan kantor inovasi (innovation office) dan 6% telah berpartisipasi dalam regulatory sandbox.
Sekitar 24% responden menunjukkan kebutuhan mendesak untuk masuk ke regulatory sandbox dan 20% melaporkan sangat perlu bekerja dengan Kantor Inovasi FinTech.
(akr)