Menciptakan Ekosistem Logistik dan Maritim Kelas Dunia, Mungkinkah?

Minggu, 06 Desember 2020 - 23:41 WIB
Kebijakan strategis dalam ekosistem logistik nasional ke depan masih akan menghadapi banyak tantangan. Salah satunya yakni sistem yang diciptakan masih belum terintegrasi dengan ekosistem logistik internasional. Padahal, untuk meningkatkan daya saing logistik, tidak hanya memperhatikan ekosistem di dalam negeri saja, tetapi juga ekosistem logistik global. Bahkan, salah satu lembaga yang melakukan studi tentang kemaritiman yakni The National Maritime Institue (Namarin) menyoroti sinergi antar pemangku kepentingkan di dalam ekosistem logistik nasional. Misalnya, masih banyaknya kegiatan ekspor impor yang menggunakan kapal asing. Sementara ekosistem logistik nasional belum terintegrasi dengan platform logistik di luar negeri.

Dalam ekosistem logistik global, beragam kegiatan logistik di integrasikan dengan Trade Lanes Blockchain yang merupakan platform yang dikembangkan perusahaan swasta. Inisiatif mengkolaborasikan dan mensinergikan para stakeholder logistik internasional datang dari sektor swasta. Hal ini bertolak belakang dengan di Indonesia, inisiatif berasal dari pemerintah dan bersifat top down. Sehingga agar terkoneksi dengan dunia internasional, perlu dipikirkan siapakah pihak yang akan diberikan kewenangan untuk melakukan integrasi sistem di masing-masing sub sektor logistik.

Selama ini, Trade Lanes Blockchain telah terintegrasi dengan ribuan perusahaan logistik, angkutan dan pergudangan di Indonesia. Sementara di dalam ekosistem logistik nasional belum diketahui berapa banyak para pelaku usaha yang sudah terintegrasi di dalam ekosistem yang dikembangkan oleh pemerintah. Ini berarti, kebijakan ekosistem logistik nasional tersebut masih perlu ada perbaikan-perbaikan. Masih diperlukan semacam super aplikator yang menjembatani beragam kepentingan di dalamnya.

Semisal Gojek atau Grab yang menjadi super aplikator yang mengintegrasikan sistem pembayaran, pemesanan, pemantauan lokasi barang dan armada di dalam satu aplikasi. Begitu juga di dalam ekosistem logistik nasional, perlu ada super aplikator sehingga kolaborasi dan sinergi antar pemangku kepentingan yakni pemerintah, operator pelabuhan, perusahaan logistik, perusahaan pergudangan dan angkutan bisa terjalin dengan baik. Dengan demikian, cita-cita untuk mewujudkan sistem logistik di Indonesia yang efisien, transparan, dan terintegrasi dari end to end dapat segera terwujud Selain itu, harus ada integrasi antara pelabuhan dengan industri.

Salah satu tujuannya adalah untuk menekan biaya logistik. Misalnya, pelabuhan Tanjung Priok harus terintegrasi dengan kawasan industri di Cikarang, begitupula pelabuhan-pelabuhan lainnya. Perlu juga segera ada solusi dalam penguasaan teknologi informasi dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor kepelabuhanan agar tercipta sinergi yang beriringan. Misalnya, pengembangan platform digital dengan memanfaatkan internet of things (IoT) di pelabuhan harus di imbangi dengan jaringan internet yang handal. Saat ini, kualitas jaringan internet tak seragam antara Jawa dan luar Jawa.

Termasuk skill SDM di pelabuhan-pelabuhan di luar pula Jawa harus ditingkatkan, sehingga kegiatan handling barang di pelabuhan bisa berjalan dengan cepat. Contohnya, kegiatan bongkar muat di Jakarta yang hanya butuh waktu 4 jam, tetapi di Belawan bisa memakan waktu hingga 7 jam. Persoalan service level yang tidak sama di tiap-tiap pelabuhan akan menyebabkan pencapaian ekosistem logistik yang berkelanjutan akan terkendala. Ditambah, masih ada pelabuhan-pelabuhan yang dikelola Kementerian Perhubungan yang sejatinya sudah harus dilepas ke operator lainnya.

Setidaknya, apa yang dilakukan The Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) bisa menjadi contoh. MPA bekerja sama dengan operator pelabuhan dan perusahaan pelayaran untuk mengatur dan mengembangkan pelabuhan menjadi hub global, menawarkan one stop shop untuk komunitas maritim global. Terhubung dengan 600 pelabuhan di lebih dari 120 negara, Singapura menawarkan konektivitas perdagangan global tanpa batas kepada perusahaan pelayaran.

Menaruh Asa Kepada Pelindo II

Salah satu pihak yang digadang-gadang sebagai ujung tombak dalam keberhasilan ekosistem logistik nasional yakni PT Pelindo II atau yang dikenal dengan IPC. Sejauh ini, IPC menjadi bench mark bagi pelabuhan-pelabuhan besar di dalam negeri. IPC juga memiliki target ambisius untuk menjadi pemain kelas dunia. Memang, IPC menjadi satu-satunya pengelola pelabuhan yang sudah go international. Di Pelabuhan Tanjung Priok misalnya, kegiatan bongkar muat dilakukan lebih cepat dibandingkan pelabuhan-pelabuhan lainnya di Tanah Air.

Pengelola pelabuhan ini pun sejatinya sudah melakukan serangkaian langkah strategis untuk meningkatkan produktivitas logistik melalui digitalisasi. Bahkan, digitalisasi yang dilakukan, sejajar dengan yang telah dilakukan pelabuhan Antwerp di Belgia, Rotterdam di Belanda, dan Calais di Prancis. IPC sudah menghadirkan vessel traffic sistem (VTS), peti kemas dan non peti kemas terminal operation sistem, dan platform marine operating sistem (MOS). Juga aplikasi auto tally, auto gate serta e-service. Sistem ini tak hanya diaplikasikan di Tanjung Priok, tetapi juga diaplikasikan seluruh pelabuhan yang dikelola IPC.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More