Investasi Masih Mengalir
Selasa, 15 Desember 2020 - 06:02 WIB
Data-data ekonomi yang mulai membaik pada kuartal III lalu menjadi pertanda bakal pulihnya krisis di masa mendatang. Apalagi, jika dilihat dari sisi makro pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal III yang -3.49% YoY, lebih baik dibanding kuartal sebelumnya -5.32%.
Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska mengatakan, sejumlah kebijakan seperti pelonggaran peraturan pembatasan sosial oleh pemerintah memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan untuk konsumsi dalam negeri.
"IHSG menguat 5,3% pada Oktober, mencatatkan penguatan bulanan terbesar di 2020 setelah turun sebanyak 7,0% pada bulan September. Namun hingga akhir Bulan Oktober, IHSG masih 18,6% lebih rendah dibandingkan awal tahun ini," ujar Juky.
Bagi investor yang bergantung pada teknis, lanjut Juky, hal ini mengindikasikan bahwa pasar saham masih memiliki potensi besar untuk meminimalkan kerugiannya pada kuartal IV yang didorong oleh pemulihan ekonomi. (Baca juga: Lazio Tak Gentar Hadapi Bayern di 16 Besar)
Sementara itu, kata dia, hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) juga telah menjadi pendorong bagi pasar domestik, bersama dengan kemajuan positif pada vaksin terdepan.
Pengamat ekonomi Rifki Fadilah berpendapat, pergerakan ekonomi dalam negeri tidak terpelas dari sisi supply dan demand. Demikian juga dengan sektor investasi yang juga turut didorong oleh permintaan.
“Otomatis hal yang paling sederhana ketika mau investasi melihat prospek dari suatu bisnis itu apakah akan berkembang atau tidak. Bisnis akan berkembang didorong adanya permintaan. Permintaan tidak ada, otomatis potensi bisa akan hilang,” ujarnya.
Terkait realisasi investasi di Indonesia, kata dia, Investor memiliki hitung-hitungan yang matang mengenai keuntungan yang akan diperoleh dan jangka waktu uang kembali. Peneliti The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) itu mengatakan investasi memang mulai tumbuh, tetapi bukan ke sektor riil melainkan di pasar saham atau derivatif.
“Dia meningkat terus dan prospeknya menjanjikan untuk pasar derivatif. Itu sifatnya hot money, jika ada sesuatu yang mengganggu, bisa langsung pergi. Kalau investasi di sektor riil, mau tidak mau, harus menanggung risiko entah untung atau tidak. Investasi di sektor riil (masih) agak pesimis melihat situasi,” katanya. (Lihat videonya: Komnas HAM Investigasi Kasus Penembakan Simpatisan FPI)
Dia tidak memungkiri, investasi kemungkinan akan menyasar ke perusahaan rintisan. Menurutnya, perusahaan rintisan memiliki keunggulan dari sisi penggunaan teknologi informasi (TI). Di tengah pandemi, semua kegiatan dan mobilitas orang dibatasi. (F.W. Bahtiar/Rina Anggraeni/Aditya Pratama)
Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska mengatakan, sejumlah kebijakan seperti pelonggaran peraturan pembatasan sosial oleh pemerintah memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan untuk konsumsi dalam negeri.
"IHSG menguat 5,3% pada Oktober, mencatatkan penguatan bulanan terbesar di 2020 setelah turun sebanyak 7,0% pada bulan September. Namun hingga akhir Bulan Oktober, IHSG masih 18,6% lebih rendah dibandingkan awal tahun ini," ujar Juky.
Bagi investor yang bergantung pada teknis, lanjut Juky, hal ini mengindikasikan bahwa pasar saham masih memiliki potensi besar untuk meminimalkan kerugiannya pada kuartal IV yang didorong oleh pemulihan ekonomi. (Baca juga: Lazio Tak Gentar Hadapi Bayern di 16 Besar)
Sementara itu, kata dia, hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) juga telah menjadi pendorong bagi pasar domestik, bersama dengan kemajuan positif pada vaksin terdepan.
Pengamat ekonomi Rifki Fadilah berpendapat, pergerakan ekonomi dalam negeri tidak terpelas dari sisi supply dan demand. Demikian juga dengan sektor investasi yang juga turut didorong oleh permintaan.
“Otomatis hal yang paling sederhana ketika mau investasi melihat prospek dari suatu bisnis itu apakah akan berkembang atau tidak. Bisnis akan berkembang didorong adanya permintaan. Permintaan tidak ada, otomatis potensi bisa akan hilang,” ujarnya.
Terkait realisasi investasi di Indonesia, kata dia, Investor memiliki hitung-hitungan yang matang mengenai keuntungan yang akan diperoleh dan jangka waktu uang kembali. Peneliti The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) itu mengatakan investasi memang mulai tumbuh, tetapi bukan ke sektor riil melainkan di pasar saham atau derivatif.
“Dia meningkat terus dan prospeknya menjanjikan untuk pasar derivatif. Itu sifatnya hot money, jika ada sesuatu yang mengganggu, bisa langsung pergi. Kalau investasi di sektor riil, mau tidak mau, harus menanggung risiko entah untung atau tidak. Investasi di sektor riil (masih) agak pesimis melihat situasi,” katanya. (Lihat videonya: Komnas HAM Investigasi Kasus Penembakan Simpatisan FPI)
Dia tidak memungkiri, investasi kemungkinan akan menyasar ke perusahaan rintisan. Menurutnya, perusahaan rintisan memiliki keunggulan dari sisi penggunaan teknologi informasi (TI). Di tengah pandemi, semua kegiatan dan mobilitas orang dibatasi. (F.W. Bahtiar/Rina Anggraeni/Aditya Pratama)
tulis komentar anda