Industri Peternakan Masih Terkendala Rantai Pasok Produk Pertanian
Kamis, 17 Desember 2020 - 21:03 WIB
Direktur Utama PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMU), Ali Mas'adi, mengemukakan industri perunggasan di Indonesia terus berada pada tren peningkatan, tercermin dari pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat. Sepanjang 2019, produksi unggas nasional tercatat 2.315 juta ton dan konsumsi nasional 2.318 juta ton. Sementara pada tahun 2018, produksi dan konsumsi nasional masing-masing tercatat 2.290 juta ton dan 2.294 juta ton.
“Konsumsi nasional kita tumbuh terus tiap tahun dan kita bersama-sama menjaga keberlanjutan bisnis WMU. Selain berfokus pada produk karkas, WMU juga melihat potensi diversifikasi pangan dan mulai menyasar segmen makanan olahan melalui lini bisnisnya,” kata dia.
Kinerja perusahaan di sektor ini pun diperkirakan akan semakin membaik di tahun depan didukung kenaikan harga ayam broiler maupun Day Old Chick (DOC). Saat ini, harga ayam broiler sudah menyentuh Rp20.000 per ekor dan harga DOC Rp6.000 hingga Rp7.000 per ekor. Harga tersebut membaik dibandingkan rata-rata harga di bulan Oktober yang sebesar Rp15.600 untuk ayam broiler, dan Rp5.000 untuk DOC.
Selain itu, tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga turut memengaruhi, apalagi sebagian besar bahan baku pakan ternak seperti kedelai, berasal dari pasokan impor dengan kandungan mencapai 25% dari total nutrisi pakan ternak. Hal ini tentunya akan menekan beban perusahaan.
Di tempat yang sama, Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ali Agus, juga menilai prospek bisnis peternakan sebagai penghasil pangan protein hewani (daging telur susu) akan terus berkembang dan semakin prospektif seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia. Meskipun produksi dan produktivitas ternak masih belum ideal, maka adopsi teknologi dan inovasi harus terus dilakukan agar semakin efektif, efisien, dan kompetitif baik di pasar domestik maupun pasar global.
“Simposium Nasional peternakan yang ke-3 dalam rangka Dies Natalis ke-51 Fakultas Peternakan UGM diselenggarakan untuk menginventarisir dan mengintrodusir capaian aneka inovasi dan teknologi pendukung produksi pangan dalam kontek pembangunan pertanian berkelanjutan,” ucap dia.
“Konsumsi nasional kita tumbuh terus tiap tahun dan kita bersama-sama menjaga keberlanjutan bisnis WMU. Selain berfokus pada produk karkas, WMU juga melihat potensi diversifikasi pangan dan mulai menyasar segmen makanan olahan melalui lini bisnisnya,” kata dia.
Kinerja perusahaan di sektor ini pun diperkirakan akan semakin membaik di tahun depan didukung kenaikan harga ayam broiler maupun Day Old Chick (DOC). Saat ini, harga ayam broiler sudah menyentuh Rp20.000 per ekor dan harga DOC Rp6.000 hingga Rp7.000 per ekor. Harga tersebut membaik dibandingkan rata-rata harga di bulan Oktober yang sebesar Rp15.600 untuk ayam broiler, dan Rp5.000 untuk DOC.
Selain itu, tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga turut memengaruhi, apalagi sebagian besar bahan baku pakan ternak seperti kedelai, berasal dari pasokan impor dengan kandungan mencapai 25% dari total nutrisi pakan ternak. Hal ini tentunya akan menekan beban perusahaan.
Di tempat yang sama, Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ali Agus, juga menilai prospek bisnis peternakan sebagai penghasil pangan protein hewani (daging telur susu) akan terus berkembang dan semakin prospektif seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia. Meskipun produksi dan produktivitas ternak masih belum ideal, maka adopsi teknologi dan inovasi harus terus dilakukan agar semakin efektif, efisien, dan kompetitif baik di pasar domestik maupun pasar global.
“Simposium Nasional peternakan yang ke-3 dalam rangka Dies Natalis ke-51 Fakultas Peternakan UGM diselenggarakan untuk menginventarisir dan mengintrodusir capaian aneka inovasi dan teknologi pendukung produksi pangan dalam kontek pembangunan pertanian berkelanjutan,” ucap dia.
(her)
tulis komentar anda