Awas! Lonjakan Kredit Macet di 2021, Ada Debitur Kakap Pailit?
Jum'at, 01 Januari 2021 - 16:23 WIB
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira memperingatkan, tahun 2021 perbankan harus bersiap hadapi lonjakan non performing loan (NPL) atau kredit macet seiring dengan relaksasi pinjaman yang sebagian akan berakhir. Sementara debitur tidak semua memiliki kemampuan membayar cicilan karena siklus dunia usaha masih belum pulih.
"Bank diperkirakan terus meningkatkan pencadangan untuk antisipasi debitur yang kesulitan membayar, cicilan bahkan diperkirakan akan ada debitur kakap yang pailit," ucap dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat (1/1/2020).
(Baca Juga: Kredit Macet Bisa Meledak Jika Tak Ada Program Restrukturisasi )
Penyaluran pinjaman kepada UMKM terang Bhima, masih menjadi tantangan. Solusinya adalah selektif memilih sektor maupun kriteria debitur.
"Sektor makanan minuman, pakaian jadi berorientasi ekspor, komoditas pertambangan dan perkebunan akan jadi primadona," kata Bhima.
Sementara penyaluran UMKM di sektor pariwisata harus ekstra hati-hati karena tingkat risiko masih tinggi. Selain itu bank perlu pelajari karakteristik tiap debitur, riwayat kelancaran pinjaman hingga rencana bisnis ke depan.
Sebelumnya perkembangan stabilitas sektor keuangan hingga November 2020, disampaikan masih menunjukan kondisi yang positif dengan profil risiko yang tetap terjaga. Informasi positif dari data sektor riil dan dimulainya vaksinasi mendorong pasar keuangan global termasuk Indonesia menguat di bulan Desember.
(Baca Juga: Tagih Kredit Macet, Bos OJK Minta Perbankan Jangan Kejar-kejar Nasabah )
Perbankan berhasil menyalurkan kredit baru sebesar Rp 146 triliun, namun pelunasan kredit dan hapus buku tercatat masih lebih besar dari kredit baru sehingga secara keseluruhan pertumbuhan kredit terkontraksi -1,39% yoy.
Kontraksi pertumbuhan kredit dipicu masih lemahnya permintaan kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi khususnya di daerah-daerah yang termasuk dalam high risk penyebaran Covid 19.
"Bank diperkirakan terus meningkatkan pencadangan untuk antisipasi debitur yang kesulitan membayar, cicilan bahkan diperkirakan akan ada debitur kakap yang pailit," ucap dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat (1/1/2020).
(Baca Juga: Kredit Macet Bisa Meledak Jika Tak Ada Program Restrukturisasi )
Penyaluran pinjaman kepada UMKM terang Bhima, masih menjadi tantangan. Solusinya adalah selektif memilih sektor maupun kriteria debitur.
"Sektor makanan minuman, pakaian jadi berorientasi ekspor, komoditas pertambangan dan perkebunan akan jadi primadona," kata Bhima.
Sementara penyaluran UMKM di sektor pariwisata harus ekstra hati-hati karena tingkat risiko masih tinggi. Selain itu bank perlu pelajari karakteristik tiap debitur, riwayat kelancaran pinjaman hingga rencana bisnis ke depan.
Sebelumnya perkembangan stabilitas sektor keuangan hingga November 2020, disampaikan masih menunjukan kondisi yang positif dengan profil risiko yang tetap terjaga. Informasi positif dari data sektor riil dan dimulainya vaksinasi mendorong pasar keuangan global termasuk Indonesia menguat di bulan Desember.
(Baca Juga: Tagih Kredit Macet, Bos OJK Minta Perbankan Jangan Kejar-kejar Nasabah )
Perbankan berhasil menyalurkan kredit baru sebesar Rp 146 triliun, namun pelunasan kredit dan hapus buku tercatat masih lebih besar dari kredit baru sehingga secara keseluruhan pertumbuhan kredit terkontraksi -1,39% yoy.
Kontraksi pertumbuhan kredit dipicu masih lemahnya permintaan kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi khususnya di daerah-daerah yang termasuk dalam high risk penyebaran Covid 19.
(akr)
tulis komentar anda