Perpres Kendaraan Listrik Dinilai Belum Menarik Produsen dan Konsumen
Selasa, 26 Januari 2021 - 20:15 WIB
JAKARTA - Keseriusan pemerintah terhadap pengembangan industri kendaraan listrik telah dituangkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Perpres tersebut mengatur sejumlah insentif yang diberikan pemerintah kepada investor atau produsen mobil dan baterai listrik.
Periset Teknologi Energi dan Kendaraan Listrik Institute for Essential Services Reform (IESR) Idoan Marciano menilai peraturan turunan dari perpres itu belum cukup atraktif bagi produsen maupun konsumen. ( Baca juga:Tesla Selangkah Lagi Tanam Duit di Tanah Air, Dunia Akan Menyadari Kehadiran RI )
Menurut dia, sudah ada beberapa peraturan yang diturunkan dari perpres tersebut yang utamanya memberikan insentif fiskal bagi produsen dan konsumen, skema bisnis, tarif listrik, hingga ketentuan pengembangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Namun masih perlu banyak insentif fiskal yang diberikan bagi produse maupun konsumen.
"Pemerintah perlu memberikan tambahan pembebasan pajak, yaitu PPN, PPh, dan bea impor," ujarnya dalam Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2021, Selasa (26/1/2021).
Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif finansial kepada pengembang SPKLU dan mempermudah proses perizinan. "Yang paling penting insentif finansial kepada pihak pengembang swasta SKPLU dan SPBKLU dalam pembangunan tersebut," ungkapnya. ( Baca juga:Temui KH Said Aqil Siradj, Menag Sampaikan Pesan Presiden Soal Kemandirian Pesantren )
Dia menuturkan, pemerintah juga perlu lebih banyak melakukan kampanye dan sosialisasi terkait peraturan dan manfaat kendaraan listrik. Di sisi lain, pemerintah daerah perlu menetapkan lebih banyak insentif non-fiskal dan insentif finansial.
"Pertumbuhan jumlah kendaraan listrik akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan terakumulasi di kota besar seperti Jakarta dan Bali," tuturnya.
Periset Teknologi Energi dan Kendaraan Listrik Institute for Essential Services Reform (IESR) Idoan Marciano menilai peraturan turunan dari perpres itu belum cukup atraktif bagi produsen maupun konsumen. ( Baca juga:Tesla Selangkah Lagi Tanam Duit di Tanah Air, Dunia Akan Menyadari Kehadiran RI )
Menurut dia, sudah ada beberapa peraturan yang diturunkan dari perpres tersebut yang utamanya memberikan insentif fiskal bagi produsen dan konsumen, skema bisnis, tarif listrik, hingga ketentuan pengembangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Namun masih perlu banyak insentif fiskal yang diberikan bagi produse maupun konsumen.
"Pemerintah perlu memberikan tambahan pembebasan pajak, yaitu PPN, PPh, dan bea impor," ujarnya dalam Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2021, Selasa (26/1/2021).
Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif finansial kepada pengembang SPKLU dan mempermudah proses perizinan. "Yang paling penting insentif finansial kepada pihak pengembang swasta SKPLU dan SPBKLU dalam pembangunan tersebut," ungkapnya. ( Baca juga:Temui KH Said Aqil Siradj, Menag Sampaikan Pesan Presiden Soal Kemandirian Pesantren )
Dia menuturkan, pemerintah juga perlu lebih banyak melakukan kampanye dan sosialisasi terkait peraturan dan manfaat kendaraan listrik. Di sisi lain, pemerintah daerah perlu menetapkan lebih banyak insentif non-fiskal dan insentif finansial.
"Pertumbuhan jumlah kendaraan listrik akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan terakumulasi di kota besar seperti Jakarta dan Bali," tuturnya.
(uka)
tulis komentar anda