Efek Industri Baterai Kendaraan Listrik ke PDB RI Katanya Capai Rp400 Triliun
Rabu, 03 Februari 2021 - 06:29 WIB
JAKARTA - Pengembangan industri baterai kendaraan listrik diperkirakan akan memberi dampak terhadap perekonomian Indonesia sebesar USD25 miliar atau sekitar Rp400 triliun pada 2027 mendatang. Proyeksi itu bisa terealisasi jika pemerintah mampu menggandeng perusahaan yang memiliki sumber daya berteknologi tinggi.
"Pengaruh industri ini luar biasa, diperkirakan pada 2027 nanti dampaknya terhadap PDB (Produk Domesrik Bruto) Indonesia bisa mencapai 25 miliar dolar AS atau mendekati Rp400 triliun dan mempekerjakan sekitar kurang lebih 23.000 karyawan," ujar Wakil Menteri BUMM I Pahala Mansury.
Untuk mengejar target tersebut, Holding Indonesia Battery Corporation (IBC) yang terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk atau Antam, PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, serta PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau MIND.ID akan menyusin usaha patungan (Joint Venture) dengan calon mitra potensial yang memiliki modal dan teknologi yang mumpuni.
"Antara Indonesia Battery dengan masing-masing potensial mitra, bisa dari China, Korea, AS, dan negara lain seperti Eropa misalnya, negara-negara ini, para pemain global bisa membawa uang, teknologi, pasar, sehingga apa yang diproduksi di masing-masing bagian, kita kerjasamakan," kata dia.
Pemerintah juga menargetkan akan ada 10 juta lebih kendaraan listrik roda dua yang diproduksi Holding Indonesia Battery Corporation (IBC) di tahun 2025.
IBC juga akan memproduksi 2 juta unit kendaraan roda empat atau mobil di tahun yang sama. Pahala menyebut, target produksi tersebut disesuaikan dengan potensi pasar di Tanah Air. Dimana, Indonesia menjadi pasar terbesar di dunia dalam bisnis otomotif.
"Pasar penjualan roda dua dan roda empat di Indonesia ini tentu termasuk salah satu yang terbesar di dunia saat ini. Indonesia memiliki potensi untuk bisa menjual motor sekitar 10 juta lebih di tahun 2025 nanti. Dan juga mobil mencapai kurang lebih 2 juta unit," ujarnya.
Indonesia harus membangun keuntungan rantai pasok yang kompetitif. Sebab, prospek pengembangan industri baterai sangat strategis. Karena itu, Kementerian BUMM tatap memastikan Indonesia tak sekadar memiliki sumber daya, melainkan juga mampu mempunyai pasar bagi industri baterai ke depan.
Dia berharap, Indonesia tidak sekedar mengekspor nikel atau menjadi menjadi negara konsumtif saja, melainkan Indonesia mampu menjadi negara yang juga produsen.
"Bagaimana kita bisa menbangun keuntungan rantai pasok yang kompetitif ini tentunya menjadi tantangan kita bersama, ini tentunya menjadi para pemain. Yang menjadi pemikiran kita semua adalah para pemilik teknologi baterai yang sudah maju ini, bagaimana mereka bisa dan kita pastikan mereka membawa teknologinya dan juga berproduksi di Indonesia dibandingkan berproduksi di negara lain yang memang tidak memiliki pasar dan bahan mineral yang dibutuhkan untuk bisa memproduksi baterai," ungkap Pahala.
"Pengaruh industri ini luar biasa, diperkirakan pada 2027 nanti dampaknya terhadap PDB (Produk Domesrik Bruto) Indonesia bisa mencapai 25 miliar dolar AS atau mendekati Rp400 triliun dan mempekerjakan sekitar kurang lebih 23.000 karyawan," ujar Wakil Menteri BUMM I Pahala Mansury.
Baca Juga
"Antara Indonesia Battery dengan masing-masing potensial mitra, bisa dari China, Korea, AS, dan negara lain seperti Eropa misalnya, negara-negara ini, para pemain global bisa membawa uang, teknologi, pasar, sehingga apa yang diproduksi di masing-masing bagian, kita kerjasamakan," kata dia.
Pemerintah juga menargetkan akan ada 10 juta lebih kendaraan listrik roda dua yang diproduksi Holding Indonesia Battery Corporation (IBC) di tahun 2025.
IBC juga akan memproduksi 2 juta unit kendaraan roda empat atau mobil di tahun yang sama. Pahala menyebut, target produksi tersebut disesuaikan dengan potensi pasar di Tanah Air. Dimana, Indonesia menjadi pasar terbesar di dunia dalam bisnis otomotif.
"Pasar penjualan roda dua dan roda empat di Indonesia ini tentu termasuk salah satu yang terbesar di dunia saat ini. Indonesia memiliki potensi untuk bisa menjual motor sekitar 10 juta lebih di tahun 2025 nanti. Dan juga mobil mencapai kurang lebih 2 juta unit," ujarnya.
Indonesia harus membangun keuntungan rantai pasok yang kompetitif. Sebab, prospek pengembangan industri baterai sangat strategis. Karena itu, Kementerian BUMM tatap memastikan Indonesia tak sekadar memiliki sumber daya, melainkan juga mampu mempunyai pasar bagi industri baterai ke depan.
Dia berharap, Indonesia tidak sekedar mengekspor nikel atau menjadi menjadi negara konsumtif saja, melainkan Indonesia mampu menjadi negara yang juga produsen.
"Bagaimana kita bisa menbangun keuntungan rantai pasok yang kompetitif ini tentunya menjadi tantangan kita bersama, ini tentunya menjadi para pemain. Yang menjadi pemikiran kita semua adalah para pemilik teknologi baterai yang sudah maju ini, bagaimana mereka bisa dan kita pastikan mereka membawa teknologinya dan juga berproduksi di Indonesia dibandingkan berproduksi di negara lain yang memang tidak memiliki pasar dan bahan mineral yang dibutuhkan untuk bisa memproduksi baterai," ungkap Pahala.
(akr)
tulis komentar anda