Stay @ Home Lifestyle
Sabtu, 06 Februari 2021 - 07:57 WIB
JAKARTA - Ketika mobilitas orang mulai dibatasi dan kita harus tinggal di rumah, maka terbentuklah gaya hidup baru dimana konsumen melakukan aktivitas working-living-playing di rumah. Pandemi mendorong kita memasuki era "the fall of mobility and the rise of stay @ home lifestyle".
Di era pandemi rumah menjadi "center of our life". Apapun aktivitas kita kini dilakukan di rumah: Working @ home, Schooling @ home, Shopping @ home, Entertainment @ home, Medication @ home, Praying @ home ...Everything @ home
Ungkapan "home sweet home" di era pandemi menemukan rohnya kembali, ketika kini seluruh anggota keluarga "disatukan kembali" di dalam rumah. Sebelum pendemi orangtua-orangtua sibuk kerja, larut malam baru kembali ke rumah. Sementara anak-anak sepanjang hari disibukkan dengan sekolah dan kursus ini-itu. Setelah pandemi, fungsi rumah berubah secara fundamental menjadi sesungguh-sungguhnya rumah.
Sebelum pandemi rumah adalah "house" tempat numpang tidur. Namun di era pandemi, rumah betul-betul menjadi "home" tempat seluruh anggota keluarga membangun connection, attachement ...and love.
Berbulan-bulan tinggal di rumah memunculkan kebiasaan-kebiasaan baru yang bakal permanen membentuk kenormalan baru.
Tahun 2019, dalam buku Millennials Kill Everything saya mengatakan bahwa kaum milenial membunuh dapur dan kebiasaan memasak di rumah (homecooking). Iya, karena emak-emak milenial banyak berkecimpung di sektor publik sehingga tak punya banyak waktu di dapur. Ini diperparah lagi dengan layanan seperti GoFood atau GrabFood dimana masakan untuk keluarga bisa begitu gampang dipesan.
Namun blessing in disguise, datangnya pandemi membuat emak-emak milenial "kembali" ke rumah. Karena sepanjang waktu ada di rumah, maka kebiasaan memasak mulai bangkit kembali. Jadi kalau sebelum pandemi saya mengatakan homecooking telah dibunuh oleh milenial, maka kini pandemi telah menghidupkan dan membangkitkannya kembali. Dengan maraknya homecooking, bisnis frozen food misalnya, menjadi ikutan marak di masa pandemi.
Tak hanya homecooking, sebelum pandemi milenial juga membunuh kebiasaan menonton TV di rumah. Mereka menonton film atau acara TV melalui smartphone secara anytime, anywhere. Namun begitu pandemi datang, mereka dipaksa menonton melalui layar TV di rumah yang memiliki keunggulan dibanding smartphone karena berlayar lebih besar, sehingga lebih nyaman.
Tak heran jika TV dan radio bangkit kembali di masa pandemi setelah sebelumnya mulai ditinggalkan kaum milenial. Jadi milenial membunuh TV dan radio, tapi kemudian pandemi menghidupkannya kembali.
Homecooking dan kebiasaan nonton TV adalah dua contoh saja kebiasaan-kebiasaan baru yang marak di era pandemi. Ke depan akan bermunculan stay @ home lifestyle yang bakal bangkit dan berkembang sehingga menciptakan baik peluang maupun ancaman bagi para marketers.
Di era pandemi rumah menjadi "center of our life". Apapun aktivitas kita kini dilakukan di rumah: Working @ home, Schooling @ home, Shopping @ home, Entertainment @ home, Medication @ home, Praying @ home ...Everything @ home
Ungkapan "home sweet home" di era pandemi menemukan rohnya kembali, ketika kini seluruh anggota keluarga "disatukan kembali" di dalam rumah. Sebelum pendemi orangtua-orangtua sibuk kerja, larut malam baru kembali ke rumah. Sementara anak-anak sepanjang hari disibukkan dengan sekolah dan kursus ini-itu. Setelah pandemi, fungsi rumah berubah secara fundamental menjadi sesungguh-sungguhnya rumah.
Sebelum pandemi rumah adalah "house" tempat numpang tidur. Namun di era pandemi, rumah betul-betul menjadi "home" tempat seluruh anggota keluarga membangun connection, attachement ...and love.
Berbulan-bulan tinggal di rumah memunculkan kebiasaan-kebiasaan baru yang bakal permanen membentuk kenormalan baru.
Tahun 2019, dalam buku Millennials Kill Everything saya mengatakan bahwa kaum milenial membunuh dapur dan kebiasaan memasak di rumah (homecooking). Iya, karena emak-emak milenial banyak berkecimpung di sektor publik sehingga tak punya banyak waktu di dapur. Ini diperparah lagi dengan layanan seperti GoFood atau GrabFood dimana masakan untuk keluarga bisa begitu gampang dipesan.
Namun blessing in disguise, datangnya pandemi membuat emak-emak milenial "kembali" ke rumah. Karena sepanjang waktu ada di rumah, maka kebiasaan memasak mulai bangkit kembali. Jadi kalau sebelum pandemi saya mengatakan homecooking telah dibunuh oleh milenial, maka kini pandemi telah menghidupkan dan membangkitkannya kembali. Dengan maraknya homecooking, bisnis frozen food misalnya, menjadi ikutan marak di masa pandemi.
Tak hanya homecooking, sebelum pandemi milenial juga membunuh kebiasaan menonton TV di rumah. Mereka menonton film atau acara TV melalui smartphone secara anytime, anywhere. Namun begitu pandemi datang, mereka dipaksa menonton melalui layar TV di rumah yang memiliki keunggulan dibanding smartphone karena berlayar lebih besar, sehingga lebih nyaman.
Tak heran jika TV dan radio bangkit kembali di masa pandemi setelah sebelumnya mulai ditinggalkan kaum milenial. Jadi milenial membunuh TV dan radio, tapi kemudian pandemi menghidupkannya kembali.
Homecooking dan kebiasaan nonton TV adalah dua contoh saja kebiasaan-kebiasaan baru yang marak di era pandemi. Ke depan akan bermunculan stay @ home lifestyle yang bakal bangkit dan berkembang sehingga menciptakan baik peluang maupun ancaman bagi para marketers.
(her)
Lihat Juga :
tulis komentar anda