NAC Tuntut Ganti Rugi, Bos Garuda Indonesia Minta Nego
Kamis, 11 Februari 2021 - 23:16 WIB
JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ., Irfan Setiaputra mengakui, pihaknya akan dikenakan ganti rugi dari Nordic Aviation Capital (NAC). Hal itu terkait pemutusan kontrak terkait operating lease yang dilakukan secara sepihak oleh emiten pelat merah itu.
Saat ini manajemen maskapai penerbangan nasional tengah memonitor upaya penalti yang diajukan NAC. Irfan menyebut, ganti rugi sudah sejak awal dinegosiasi sebelum adanya kesepakatan bersama dan dituangkan dalam perjanjian atau kontrak kerja ihwal penggunaan 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 .
"Kita masih monitor. Ada (ganti rugi) itu yang sebenarnya kita nego," ujar Irfan saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (11/2/2021).
Meski begitu, Irfan enggan menguraikan bentuk ganti rugi yang akan diberikan pihaknya. Senada, Ombudsman RI menilai, tepat jika Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan manajemen Garuda Indonesia mengakhiri kontrak operating lease dengan NAC.
Namun, ada konsekuensi yang harus dipertimbangkan Kementerian BUMN dan manajemen Garuda Indonesia. Anggota Ombudsman RI Alvin Lie menyebut, salah satu dampak adalah kompensasi atau ganti rugi dari lessor atau pemilik pesawat. "Lessor pesawat akan minta kompensasi atau ganti rugi atau penalti," ujar Alvin.
Konsekuensi dinilai wajar saja karena ada konsekuensi kontrak secara sepihak yang dilakukan Kementerian BUMN. Terkait hal ini, Alvin menilai, keputusan Menteri BUMN sangat beralasan karena ada dugaan suap yang saat ini dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda Indonesia saat proses pengadaan pesawat tahun 2011 silam.
Dugaan itu didasari atas tahap penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta penyelidikan oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris.
"Tentunya kita harus melihat dari kontraknya dulu, apakah ada pinalti untuk akhiran yang lebih awal. Tapi sisi lain, ini sudah terbukti ada kasus suap dan korupsi di sana itu di negara-negara AS, Eropa, dan Kanada, kalau ini semua sudah ada terbukti korupsi kontrak itu menjadi kacau, jadi kita bisa saja mengebalikan (putus kontrak)," kata dia.
Usai pemutusan kontrak dengan NAC, Kementerian BUMN meminta agar manajemen Garuda Indonesia melakukan percepatan negosiasi ihwal early payment settlement contract financial lease dengan Export Development Canada (EDC). Negosiasi berupa pengembalian enam pesawat jenis CRJ-1000.
Saat ini manajemen maskapai penerbangan nasional tengah memonitor upaya penalti yang diajukan NAC. Irfan menyebut, ganti rugi sudah sejak awal dinegosiasi sebelum adanya kesepakatan bersama dan dituangkan dalam perjanjian atau kontrak kerja ihwal penggunaan 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 .
"Kita masih monitor. Ada (ganti rugi) itu yang sebenarnya kita nego," ujar Irfan saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (11/2/2021).
Meski begitu, Irfan enggan menguraikan bentuk ganti rugi yang akan diberikan pihaknya. Senada, Ombudsman RI menilai, tepat jika Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan manajemen Garuda Indonesia mengakhiri kontrak operating lease dengan NAC.
Namun, ada konsekuensi yang harus dipertimbangkan Kementerian BUMN dan manajemen Garuda Indonesia. Anggota Ombudsman RI Alvin Lie menyebut, salah satu dampak adalah kompensasi atau ganti rugi dari lessor atau pemilik pesawat. "Lessor pesawat akan minta kompensasi atau ganti rugi atau penalti," ujar Alvin.
Konsekuensi dinilai wajar saja karena ada konsekuensi kontrak secara sepihak yang dilakukan Kementerian BUMN. Terkait hal ini, Alvin menilai, keputusan Menteri BUMN sangat beralasan karena ada dugaan suap yang saat ini dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda Indonesia saat proses pengadaan pesawat tahun 2011 silam.
Baca Juga
Dugaan itu didasari atas tahap penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta penyelidikan oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris.
"Tentunya kita harus melihat dari kontraknya dulu, apakah ada pinalti untuk akhiran yang lebih awal. Tapi sisi lain, ini sudah terbukti ada kasus suap dan korupsi di sana itu di negara-negara AS, Eropa, dan Kanada, kalau ini semua sudah ada terbukti korupsi kontrak itu menjadi kacau, jadi kita bisa saja mengebalikan (putus kontrak)," kata dia.
Usai pemutusan kontrak dengan NAC, Kementerian BUMN meminta agar manajemen Garuda Indonesia melakukan percepatan negosiasi ihwal early payment settlement contract financial lease dengan Export Development Canada (EDC). Negosiasi berupa pengembalian enam pesawat jenis CRJ-1000.
(akr)
tulis komentar anda