Hentikan Propaganda Anti Galon PET Berlatar Persaingan Bisnis
Selasa, 02 Maret 2021 - 12:08 WIB
Ia menyampaikan bahwa pernyataannya dalam webinar bertema “Kemitraan ideal Pengelolaan Sampah di Indonesia” bahwa tingkat kolektibilitas sampah plastik masih rendah dijadikan argumentasi untuk mendukung narasi penolakan penggunaan galon PET.
"Konteksnya saya berbicara sampah plastik secara keseluruhan. Namun pernyataan saya diplintir seakan-akan memperkuat alasan untuk menolak galon PET sekali pakai ini," tukasnya.
Saut menjelaskan, pernyataanya di webinar tersebut bahwa dari 64 juta ton sampah yang ada di Indonesia, 16% merupakan sampah plastik, dan dari 16% itu hanya 40% yang dapat terdaur ulang. Sementara sebagian besarnya menumpuk dan tercecer di lingkungan karena faktor dari bahan plastiknya yang sulit terdaur ulang dan memang sudah tidak bernilai lagi untuk didaur ulang.
“Selain pernyataan saya diplintir, acara tersebut sebenarnya bertujuan baik untuk mengedukasi masyarakat terkait pengelolaan sampah di Indonesia. Tetapi hampir semua berita yang keluar, digoreng menjadi isu penolakan galon PET. Justru ini yang berbahaya, edukasi konsumen, diskusi-diskusi positif semuanya di pemberitaan jadi dikaburkan hanya untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Inilah yang saya maksud dengan penyesatan publik,” tambahnya.
Ia juga mengaku kesal karena pemberitaan yang muncul dari webinar tersebut tidak sesuai dengan webinar yang sebenarnya. Saut menegaskan, bahwa dirinya telah menjadi korban upaya-upaya jahat dalam pembohongan publik yang dilakukan pihak-pihak yang gencar kampanye anti galon PET.
“Saya sudah capek-capek melakukan edukasi ke masyarakat, tapi malah diplintir jadi edukasinya gak sampai ke masyarakat dan justru menyesatkan,” tandasnya.
Dikatakan Saut, dirinya tidak mungkin untuk menolak penggunaan kemasan PET, karena material plastik tersebut merupakan komoditas bernilai ekonomi bagi para anggota APSI. Bahkan, ujar Saut, APSI tengah menggagas peran sebagai pengepul untuk melakukan pengumpulan dan pendaurulangan kemasan galon PET bekas ini.
Plastik jenis PET ini, lanjut Saut, paling dicari oleh pemulung, apalagi yang bobotnya besar seperti galon, yang hanya memerlukan 3-4 botol saja sudah mencapai 1 kg dan mudah diremukkan seperti botol. Potensi PET, ujarnya, harusnya dikembangkan sebagai siklus ekonomi bukan malah dibelokkan faktanya.
Ia pun mengajak seluruh pihak untuk bergerak maju ke depan memikirkan bagaimana membangun sistem pengelolaan sampah yang baik, tidak terjebak pada isu-isu praktis yang hanya dilatarbelakangi persaingan bisnis semata.
Daripada terus menerus melakukan kampanye hitam terhadap produk galon dengan kemasan PET, tutur Saut, lebih baik para pihak-pihak tersebut insyaf dan kembali ke jalan yang benar dengan bersama-sama menggaungkan penerapan ekonomi Sirkular.
"Konteksnya saya berbicara sampah plastik secara keseluruhan. Namun pernyataan saya diplintir seakan-akan memperkuat alasan untuk menolak galon PET sekali pakai ini," tukasnya.
Saut menjelaskan, pernyataanya di webinar tersebut bahwa dari 64 juta ton sampah yang ada di Indonesia, 16% merupakan sampah plastik, dan dari 16% itu hanya 40% yang dapat terdaur ulang. Sementara sebagian besarnya menumpuk dan tercecer di lingkungan karena faktor dari bahan plastiknya yang sulit terdaur ulang dan memang sudah tidak bernilai lagi untuk didaur ulang.
“Selain pernyataan saya diplintir, acara tersebut sebenarnya bertujuan baik untuk mengedukasi masyarakat terkait pengelolaan sampah di Indonesia. Tetapi hampir semua berita yang keluar, digoreng menjadi isu penolakan galon PET. Justru ini yang berbahaya, edukasi konsumen, diskusi-diskusi positif semuanya di pemberitaan jadi dikaburkan hanya untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Inilah yang saya maksud dengan penyesatan publik,” tambahnya.
Ia juga mengaku kesal karena pemberitaan yang muncul dari webinar tersebut tidak sesuai dengan webinar yang sebenarnya. Saut menegaskan, bahwa dirinya telah menjadi korban upaya-upaya jahat dalam pembohongan publik yang dilakukan pihak-pihak yang gencar kampanye anti galon PET.
“Saya sudah capek-capek melakukan edukasi ke masyarakat, tapi malah diplintir jadi edukasinya gak sampai ke masyarakat dan justru menyesatkan,” tandasnya.
Dikatakan Saut, dirinya tidak mungkin untuk menolak penggunaan kemasan PET, karena material plastik tersebut merupakan komoditas bernilai ekonomi bagi para anggota APSI. Bahkan, ujar Saut, APSI tengah menggagas peran sebagai pengepul untuk melakukan pengumpulan dan pendaurulangan kemasan galon PET bekas ini.
Plastik jenis PET ini, lanjut Saut, paling dicari oleh pemulung, apalagi yang bobotnya besar seperti galon, yang hanya memerlukan 3-4 botol saja sudah mencapai 1 kg dan mudah diremukkan seperti botol. Potensi PET, ujarnya, harusnya dikembangkan sebagai siklus ekonomi bukan malah dibelokkan faktanya.
Ia pun mengajak seluruh pihak untuk bergerak maju ke depan memikirkan bagaimana membangun sistem pengelolaan sampah yang baik, tidak terjebak pada isu-isu praktis yang hanya dilatarbelakangi persaingan bisnis semata.
Daripada terus menerus melakukan kampanye hitam terhadap produk galon dengan kemasan PET, tutur Saut, lebih baik para pihak-pihak tersebut insyaf dan kembali ke jalan yang benar dengan bersama-sama menggaungkan penerapan ekonomi Sirkular.
tulis komentar anda