Cabut Perpres Investasi Miras, Bos BKPM: Bukti Jokowi Sangat Demokratis
Selasa, 02 Maret 2021 - 16:00 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam beleid tersebut, poin yang menjadi sorotan sejumlah pihak adalah soal investasi minuman keras (miras). Keputusan ini diambil Jokowi setelah menerima masukan dari berbagai pihak. Mulai dari ormas keagamaan hingga pemerintah daerah.
Aturan tersebut tertuang dalam Pada Pasal 2 ayat 1 Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut bidang-bidang yang dibuka untuk investasi terdiri dari bidang usaha prioritas, bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan Koperasi-UMKM, dan bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pada lampiran III Perpres investasi miras ini, ada 5 daftar bidang usaha yang bergerak pada komoditas miras.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, dicabutnya lampiran ketiga dalam Perpres Nomor 10 tahun 2021 tentang Minol ini membuktikan jika Presiden Joko Widodo merupakan pemimpin yang demokratis. Karena Presiden Jokowi masih mau mendengar masukan dari masyarakat selama bersifat konstruktif.
"Ini adalah sebuah bukti dan pertanda bahwa Presiden sangat demokratis sangat mendengar masukan-masukan yang konstruktif untuk kebaikan bangsa," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).
Bahlil juga menyebut jika Presiden Joko Widodo bisa menjadi contoh dalam konteks pengambilan keputusan. Karena keputusan yang diambil ini berdasarkan masukan-masukan yang konstruktif dari berbagai kelompok agama dan kepemudaan.
"Ini adalah contoh pemimpin yang dijadikan rujukan dalam konteks pengambilan keputusan selama masukan masukan itu konstruktif. Pemikiran para ulama, tokoh gereja, tokoh agama lain itu adalah pemikiran yang sangat konstruktif dan substantif dalam rangka melihat mana kepentingan negara yang harus diselamatkan secara mayoritas," jelas Bahlil.
Baca Juga: Cabut Perpres Investasi Miras, MUI Puji Jokowi Tunjukkan Sikap Kenegarawanan
Bahlil juga meminta pengertian dari dunia usaha yang menginginkan agar Perpres ini dilanjutkan. Menurutnya, pemerintah harus tetap mengutamakan kepentingan negara yang lebih besar dalam kasus ini.
"Namun saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan ini terjadi. Menginginkan agar ini dilanjutkan kita harus melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama," jelasnya.
Aturan tersebut tertuang dalam Pada Pasal 2 ayat 1 Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut bidang-bidang yang dibuka untuk investasi terdiri dari bidang usaha prioritas, bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan Koperasi-UMKM, dan bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pada lampiran III Perpres investasi miras ini, ada 5 daftar bidang usaha yang bergerak pada komoditas miras.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, dicabutnya lampiran ketiga dalam Perpres Nomor 10 tahun 2021 tentang Minol ini membuktikan jika Presiden Joko Widodo merupakan pemimpin yang demokratis. Karena Presiden Jokowi masih mau mendengar masukan dari masyarakat selama bersifat konstruktif.
"Ini adalah sebuah bukti dan pertanda bahwa Presiden sangat demokratis sangat mendengar masukan-masukan yang konstruktif untuk kebaikan bangsa," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).
Bahlil juga menyebut jika Presiden Joko Widodo bisa menjadi contoh dalam konteks pengambilan keputusan. Karena keputusan yang diambil ini berdasarkan masukan-masukan yang konstruktif dari berbagai kelompok agama dan kepemudaan.
"Ini adalah contoh pemimpin yang dijadikan rujukan dalam konteks pengambilan keputusan selama masukan masukan itu konstruktif. Pemikiran para ulama, tokoh gereja, tokoh agama lain itu adalah pemikiran yang sangat konstruktif dan substantif dalam rangka melihat mana kepentingan negara yang harus diselamatkan secara mayoritas," jelas Bahlil.
Baca Juga: Cabut Perpres Investasi Miras, MUI Puji Jokowi Tunjukkan Sikap Kenegarawanan
Bahlil juga meminta pengertian dari dunia usaha yang menginginkan agar Perpres ini dilanjutkan. Menurutnya, pemerintah harus tetap mengutamakan kepentingan negara yang lebih besar dalam kasus ini.
"Namun saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan ini terjadi. Menginginkan agar ini dilanjutkan kita harus melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama," jelasnya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda