Insentif Bikin Dunia Usaha Bangkit
Rabu, 03 Maret 2021 - 06:37 WIB
Persoalan itu juga tidak hanya terhadap industri. Tantangan insentif pajak ini juga diberikan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Menurut dia, ada beberapa aturan yang sempat berubah dari kebijakan pemberian insentif tersebut. Meski tujuannya untuk memudahkan calon penerimanya, tetapi insentif khususnya bagi UMKM itu membuat bingung atas perubahan kebijakan yang dilakukan.
Yusuf berpendapat kebijakan insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor industri tidak bisa berjalan sendiri. Sebab, pemulihan ekonomi tetap bergantung penuh pada seberapa besar kasus Covid-19 bisa ditanggulangi. “Itu menjadi kunci mengapa proses pemulihan di tahun lalu meskipun ada progres perbaikan, tetapi kalau dari kuartal II hingga IV ternyata relatif berjalan lebih lambat. Akhirnya, beberapa jenis industri harus melakukan penyesuaian karena pendapatan usaha mereka berkurang,” tambahnya.
Lebih lanjut, insentif pajak bisa berjalan efektif jika didahului dengan kebijakan-kebijakan yang sifatnya mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat. Ia menyarankan pemerintah perlu mengkaji lagi atau mengevaluasi tahapan-tahapan pemulihan ekonomi sebelum memberikan insentif di kemudian hari.
Yusuf menilai bantuan yang paling tepat untuk sektor industri saat ini yaitu kredit penjaminan modal usaha. Insentif itu sebenarnya juga diberikan pemerintah di tahun lalu. Selain BUMN, bantuan tersebut juga diperuntukkan bagi lapangan usaha atau industri padat karya.
“Saya kira ini bisa dielaborasi, dipertajam lagi untuk bisa diberikan kepada para pelaku industri. Banyak dari industri itu masih membutuhkan jaminan untuk melakukan ekspansi usaha. Tetapi, tetap saja proses pemulihan kasus Covid dulu yang harus lebih stabil. Kuncinya di situ. Kalau tidak menyasar kunci itu, akhirnya fluktuatif. Oke, pemulihan ekonomi berjalan tetapi ada potensi lebih lambat dan potensi kembali melambat ketika kasus Covid kembali meningkat. Ini menjadi tantangan bagi apapun bentuk bantuannya,” tukasnya.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty menilai berbagai insentif yang diterbitkan pemerintah serta besarnya anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dapat membangkitkan perekonomian Indonesia. Namun, hasilnya belum bisa dirasakan pada kuartal I/2021 ini.
Dia memprediksi ekonomi akan tumbuh positif pada kuartal II/2021. Hal itu seiring dengan tren data kasus Covid-19 yang terus menurun.
Menurut dia, pada tahun lalu, pemerintah membantu dan mendorong masyarakat kelas bawah dengan perlindungan sosial. Namun, pertumbuhan ekonomi tetap minus. Setelah ditelusuri, konsumsi kelas menengah masih kurang besar. Maka tahun ini, pemerintah berusaha keras mendorong konsumsi dari masyarakat kelas menengah.
“Sekarang kebijakan-kebijakan banyak diarahkan untuk meningkatkan konsumsi kelas menengah. Makanya, PPnBM diturunkan dan pajak properti diperingan. Itu untuk mendorong konsumsi kelas menengah. Itu salah satu strategi agar kuartal I dan II sudah tumbuh positif. Menurut saya, sudah pada track yang tepat,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO, kemarin.
Telisa memaparkan upaya lain memacu ekonomi dengan program penjaminan dan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). Pemerintah telah menunjuk Askrindo dan Jamkrindo untuk penjaminan modal kerja. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI pun telah melakukan sejumlah relaksasi aturan untuk sektor properti dan kendaraan bermotor.
Yusuf berpendapat kebijakan insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor industri tidak bisa berjalan sendiri. Sebab, pemulihan ekonomi tetap bergantung penuh pada seberapa besar kasus Covid-19 bisa ditanggulangi. “Itu menjadi kunci mengapa proses pemulihan di tahun lalu meskipun ada progres perbaikan, tetapi kalau dari kuartal II hingga IV ternyata relatif berjalan lebih lambat. Akhirnya, beberapa jenis industri harus melakukan penyesuaian karena pendapatan usaha mereka berkurang,” tambahnya.
Lebih lanjut, insentif pajak bisa berjalan efektif jika didahului dengan kebijakan-kebijakan yang sifatnya mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat. Ia menyarankan pemerintah perlu mengkaji lagi atau mengevaluasi tahapan-tahapan pemulihan ekonomi sebelum memberikan insentif di kemudian hari.
Yusuf menilai bantuan yang paling tepat untuk sektor industri saat ini yaitu kredit penjaminan modal usaha. Insentif itu sebenarnya juga diberikan pemerintah di tahun lalu. Selain BUMN, bantuan tersebut juga diperuntukkan bagi lapangan usaha atau industri padat karya.
“Saya kira ini bisa dielaborasi, dipertajam lagi untuk bisa diberikan kepada para pelaku industri. Banyak dari industri itu masih membutuhkan jaminan untuk melakukan ekspansi usaha. Tetapi, tetap saja proses pemulihan kasus Covid dulu yang harus lebih stabil. Kuncinya di situ. Kalau tidak menyasar kunci itu, akhirnya fluktuatif. Oke, pemulihan ekonomi berjalan tetapi ada potensi lebih lambat dan potensi kembali melambat ketika kasus Covid kembali meningkat. Ini menjadi tantangan bagi apapun bentuk bantuannya,” tukasnya.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty menilai berbagai insentif yang diterbitkan pemerintah serta besarnya anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dapat membangkitkan perekonomian Indonesia. Namun, hasilnya belum bisa dirasakan pada kuartal I/2021 ini.
Dia memprediksi ekonomi akan tumbuh positif pada kuartal II/2021. Hal itu seiring dengan tren data kasus Covid-19 yang terus menurun.
Menurut dia, pada tahun lalu, pemerintah membantu dan mendorong masyarakat kelas bawah dengan perlindungan sosial. Namun, pertumbuhan ekonomi tetap minus. Setelah ditelusuri, konsumsi kelas menengah masih kurang besar. Maka tahun ini, pemerintah berusaha keras mendorong konsumsi dari masyarakat kelas menengah.
“Sekarang kebijakan-kebijakan banyak diarahkan untuk meningkatkan konsumsi kelas menengah. Makanya, PPnBM diturunkan dan pajak properti diperingan. Itu untuk mendorong konsumsi kelas menengah. Itu salah satu strategi agar kuartal I dan II sudah tumbuh positif. Menurut saya, sudah pada track yang tepat,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO, kemarin.
Telisa memaparkan upaya lain memacu ekonomi dengan program penjaminan dan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). Pemerintah telah menunjuk Askrindo dan Jamkrindo untuk penjaminan modal kerja. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI pun telah melakukan sejumlah relaksasi aturan untuk sektor properti dan kendaraan bermotor.
tulis komentar anda