Limbah Batu Bara Dihapus dari Daftar B3, Ini Respon Pengusaha
Sabtu, 13 Maret 2021 - 20:30 WIB
JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyambut baik kebijakan pemerintah yang mengeluarkan limbah abu batu bara dari daftar kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Abu batu bara atau Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku atau keperluan sektor konstruksi.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, selama ini limbah batu bara yang dikategorikan dalam B3 harus mengikuti serangkaian aturan seperti ketentuan penimbunan, pengelolaan yang membutuhkan biaya.
Hal ini menjadi beban bagi pengusaha batu bara penghasil FABA dimana pembangkit PLN mengonsumsi sekitar 85% dari total 130 juta ton pasokan batu bara domestik setiap tahunnya.
Padahal di luar negeri, limbah FABA ini bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain yang lebih berguna seperti jalan, lapisan semen, dan sebagainya. "Di banyak negara maju seperti Jepang, Amerika, bahkan India dan Vietnam pun sudah tidak memasukkan FABA dalam limbah B3," ujarnya ketika dihubungi, Sabtu (13/3/2021).
Dia melanjutkan, selain persyaratan yang rumit, infrastruktur untuk pengujian limbah pun tidak banyak sehingga banyak perusahaan yang harus mengantre untuk mendapatkan izin. Meski begitu, dia menilai aturan baru ini pun masih harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
"Hasil pengujian yang dilakukan berbagai lembaga baik dalam maupun luar negeri membuktikan bahwa FABA itu bukan limbah B3. Oleh karena itu, limbah ini seharusnya bisa dimanfaatkan. Apalagi di tengah kebutuhan pemerintah dalam mendorong pembangunan infrastruktur," tandasnya.
Abu batu bara atau Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku atau keperluan sektor konstruksi.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, selama ini limbah batu bara yang dikategorikan dalam B3 harus mengikuti serangkaian aturan seperti ketentuan penimbunan, pengelolaan yang membutuhkan biaya.
Hal ini menjadi beban bagi pengusaha batu bara penghasil FABA dimana pembangkit PLN mengonsumsi sekitar 85% dari total 130 juta ton pasokan batu bara domestik setiap tahunnya.
Padahal di luar negeri, limbah FABA ini bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain yang lebih berguna seperti jalan, lapisan semen, dan sebagainya. "Di banyak negara maju seperti Jepang, Amerika, bahkan India dan Vietnam pun sudah tidak memasukkan FABA dalam limbah B3," ujarnya ketika dihubungi, Sabtu (13/3/2021).
Dia melanjutkan, selain persyaratan yang rumit, infrastruktur untuk pengujian limbah pun tidak banyak sehingga banyak perusahaan yang harus mengantre untuk mendapatkan izin. Meski begitu, dia menilai aturan baru ini pun masih harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
"Hasil pengujian yang dilakukan berbagai lembaga baik dalam maupun luar negeri membuktikan bahwa FABA itu bukan limbah B3. Oleh karena itu, limbah ini seharusnya bisa dimanfaatkan. Apalagi di tengah kebutuhan pemerintah dalam mendorong pembangunan infrastruktur," tandasnya.
(ind)
tulis komentar anda