Amburadul! Data Penerima Bansos Banyak yang Fiktif
Selasa, 13 April 2021 - 11:54 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) menyebukan banyak data fiktif penerima bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi virus Covid-19. Sebab itu, tantangan pengelolaan keuangan negara di tengah pandemi menjadi luar biasa, karena bisa saja disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
"Tindakan kriminal atau fraud, seperti penggunaan data fiktif duplikasi data dari penerima bantuan sosial maupun bidang lain yang bisa disalahgunakan merupakan risiko yang harus kita awasi dan kita minimalkan" kata Sri Mulyani dalam video virtual, Selasa (13/4/2021).
Dia mengungkanan Kementerian Keuangan dengan Kementerian dan Lembaga lainnya untuk bersama-sama mengawal anggaran pemerintah agar benar-benar digunakan untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
"Beserta aparat penegak hukum, seperti KPK menjadi sangat penting, selain kita terus memperkuat dan memberdayakan aparat pengawas di masing-masing Kementerian dan Lembaga," bebernya.
Dia menambahkan pencegah tindakan korupsi secara komprehensif akan menentukan suatu kualitas negara. Apakah bisa menjadi negara berpendapatan tinggi. "Apakah bangsa bisa meneruskan perjalanan berpendapat tinggi dan martabat yang memiliik kesejahtarana adil," tandasnya.
"Tindakan kriminal atau fraud, seperti penggunaan data fiktif duplikasi data dari penerima bantuan sosial maupun bidang lain yang bisa disalahgunakan merupakan risiko yang harus kita awasi dan kita minimalkan" kata Sri Mulyani dalam video virtual, Selasa (13/4/2021).
Dia mengungkanan Kementerian Keuangan dengan Kementerian dan Lembaga lainnya untuk bersama-sama mengawal anggaran pemerintah agar benar-benar digunakan untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
"Beserta aparat penegak hukum, seperti KPK menjadi sangat penting, selain kita terus memperkuat dan memberdayakan aparat pengawas di masing-masing Kementerian dan Lembaga," bebernya.
Dia menambahkan pencegah tindakan korupsi secara komprehensif akan menentukan suatu kualitas negara. Apakah bisa menjadi negara berpendapatan tinggi. "Apakah bangsa bisa meneruskan perjalanan berpendapat tinggi dan martabat yang memiliik kesejahtarana adil," tandasnya.
(nng)
tulis komentar anda