Ada Sipetruk, Apersi: Aturan Jangan Coba-coba karena Bisa Ganggu Kinerja Pengembang

Minggu, 23 Mei 2021 - 01:51 WIB
Menanggapi pencanangan gerakan bangun perumahan bersubsidi berkualitas, Apersi memberikan beberapa catatan terkait regulasi dalam aplikasi Sistem Pemantauan Konstruksi (siPetruk). Foto/Dok
JAKARTA - Menanggapi pencanangan gerakan bangun perumahan bersubsidi berkualitas oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) siap mendukung. Meski begitu ada beberapa catatan terkait regulasi dalam aplikasi Sistem Pemantauan Konstruksi (siPetruk).

Ketua Umum Apersi , Junaidi Abdillah menegaskan apa yang dilakukan kementerian PUPR sudah sesuai dengan semangat visi dan misi Apersi dalam membangun perumahan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Dengan membangun hunian yang berkualitas, tentunya akan memberi manfaat bagi masyarakat, bagi pengembang, maupun bagi pemerintah sebagai wujud bakti kita kepada masyarakat, bangsa dan negara berdasar UUD 1945 Pasal 28. Dengan kualitas bangunan yang baik artinya sudah membangun kualitas bangsa ini secara keseluruhan," ujar Junaidi.



Mengenai regulasi yang ada terkait pembangunan rumah subsidi, yang terbaru adalah aplikasi Sistem Pemantauan Konstruksi (siPetruk). Junaidi menegaskan, selama itu mengakomodir kepentingan dari para pihak dan para mitra, Apersi akan mensupport produk tersebut.



Namun demikian, diakui Junaidi akan ada kendala dalam penerapannya terkait geografis dan tantangan membangun rumah subsidi di daerah. Karena itu, Apersi berharap agar syarat dan ketentuan yang ada dalam aplikasi yang ditawarkan tidak menjadi hambatan.

“Perlu di ingat, kalau bicara soal Sipetruk, ini juga berarti mengenai fisik pembangunan rumah. Dimana PPDPP juga harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti kultur kearifan lokal dan kontur tanah serta infrastruktur," ungkapnya.

Pasalnya terang Junaidi, di Indonesia itu mempunyai kontur tanah yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Jadi tidak bisa disamaratakan. Seperti misalnya di Kalimantan, hampir seluruh wilayah Kalimantan itu lahannya berupa rawa dan lahan gambut.

“Inikan juga harus menjadi pertimbangan, kalau hal tersebut tidak memperhatikan tentunya akan menyulitkan. Disamping kondisi dan kesiapan pengembang juga berbeda-beda disetiap daerah,” paparnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More