Produksi Blok Rokan Jadi Taruhan, Pasokan Listrik-Uap Harus Segera Dipastikan
Senin, 24 Mei 2021 - 06:29 WIB
Sebelumnya, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril menjelaskan PLN telah menyiapkan rencana untuk pasokan listrik Blok Rokan. Kebutuhan listrik dan uap untuk Blok Rokan ke depan menurutnya dibagi dalam dua tahap. Pertama, masa transisi (2021-2024) yang memanfaatkan pasokan eksisting dengan skema akuisisi PLTG NDC dengan biaya yang paling efisien.
PLTGU NDC rencananya hanya akan digunakan selama tiga tahun karena PLN selanjutnya akan memasok listrik untuk Blok Rokan melalui interkoneksi dengan sistem kelistrikan Sumatera yang lebih terjamin.
Tahap kedua, masa permanen (2024-dst), dimana listrik secara total dipasok dari Sistem Sumatera dan uap akan dipasok dengan pembangunan steam generator yang lebih andal.
"Dalam masa transisi tiga tahun, PLN mengelola PLTG NDC eks-MCTN di North Duri sebesar 270 MW dan steam 350 MCWED serta listrik di Minas, Central Duri milik CPI sebesar 130 MW dan steam 50 MBWCED. Skema masa permanen setelah masa transisi, 400 MW dari sistem Sumatera dikonversi 5x100 MW dengan steam generator 400 MBCWED," paparnya belum lama ini.
Namun, imbuh dia, agar skenario ini mulus, PLN perlu mengakuisisi PLTGU NDC dengan efisien. Namun, harga yang ditawarkan yang disebut-sebut mencapai USD300 juta (sekitar Rp4,2 triliun dengan kurs Rp14.000/USD) dinilai kemahalan. Sementara, PLN hanya akan menggunakan PLTGU NDC milik MCTN itu selama tiga tahun.
Baca Juga
Sebagai informasi, MCTN mengoperasikan PLTGU NDC sejak tahun 2000. Nilai investasi MCTN saat membangun PLTGU NDC adalah sekitar USD190 juta.
Di bagian lain, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Faby Tumiwa, mengatakan bahwa ada nilai strategis dari kontrak yang dimiliki MTCN dengan CPI. Karena nilai strategis itu, Chevron menurutnya enggan menjual murah aset tersebut dan melakukan lelang. Dia menilai, Chevron mencoba mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari kondisi tersebut.
"Apapun motif sebenarnya hanya pihak Chevron yang tahu. Yang jelas produksi Rokan tidak boleh turun dan tidak boleh berhenti beroperasi untuk menjamin kontinuitas produksi. Kalau berhenti beroperasi, waktu dan biaya untuk meningkatkan produksi cukup besar dan lama. Bagi Pertamina, risiko ini yang harus dihindari," jelasnya.
tulis komentar anda