Soal 97.000 Data Fiktif ASN, BPKP: Gampang Itu
Kamis, 27 Mei 2021 - 18:16 WIB
JAKARTA - Perkara 97.000 data fiktif aparatur negeri sipil (ASN) bukanlah masalah pelik. Pasalnya, menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) , semua transaksi gajinya masih tercatat dan bisa ditelusuri.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyebut, tim investigator akan meminta data kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) mulai Jumat 28 Mei 2021. Nantinya, investigasi digelar di seluruh provinsi di Indonesia guna mengantisipasi adanya potensi kerugian negara.
Baca juga:PGN Siap Pasok Gas Bumi di Kawasan Industri BUMN
"Gampang periksa data seperti itu, tenang aja. Makanya besok akan kami cari tahu benar apa tidak. Besok akan kami kerahkan tim ke BKN, minta datanya. Daerah mana nanti kami akan turunkan tim di seluruh Indonesia. Tunggu tanggal laporannya," ujar Ateh, Kamis (27/5/2021).
Data fiktif PNS dinilai erat kaitannya dengan gaji yang dibayarkan pemerintah. Artinya, setiap bulan pemerintah terpaksa mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kepada orang yang juga dinilai fiktif.
Terkait ini, Ateh menilai pihaknya belum bisa menyimpulkan hal tersebut. Meski begitu, hasil investigasi nantinya mencatatkan adanya alokasi anggaran untuk gaji PNS yang ternyata fiktif, maka ada kesalahan dalam manajemen.
"Memang benar begitu kan, bukan salah orang yang menerima duit kan, yang ngurusnya bisa saja salah kan, gak ngomong jagain uang negara petugasnya," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama BKN Paryono mengatakan, salah satu persoalan tidak dilakukannya pembaharuan data PNS karena terkendala akses informasi. Akses yang tidak merata, terutama terjadi terjadi di daerah terpencil.
Baca juga:Habib Rizieq Divonis 8 Bulan Penjara Kasus Kerumunan Petamburan, Ini Pertimbangan Hakim
"Pada saat itu banyak alasan, karena akses informasi tidak ada. PNS mungkin di daerah terpencil sehingga tidak mendapatkan akses informasi. Ada juga sedang tugas belajar di luar negeri,” kata dia.
BKN juga mencatat sebab lain, misalnya, kondisi kesehatan pegawai yang memburuk atau sakit dan sebagian lainnya tengah melakukan perjalanan antar-daerah. “Itu juga dia tidak melakukan pembaruan data. Jadi macam-macam alasannya mereka tidak mengisi,” tuturnya.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyebut, tim investigator akan meminta data kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) mulai Jumat 28 Mei 2021. Nantinya, investigasi digelar di seluruh provinsi di Indonesia guna mengantisipasi adanya potensi kerugian negara.
Baca juga:PGN Siap Pasok Gas Bumi di Kawasan Industri BUMN
"Gampang periksa data seperti itu, tenang aja. Makanya besok akan kami cari tahu benar apa tidak. Besok akan kami kerahkan tim ke BKN, minta datanya. Daerah mana nanti kami akan turunkan tim di seluruh Indonesia. Tunggu tanggal laporannya," ujar Ateh, Kamis (27/5/2021).
Data fiktif PNS dinilai erat kaitannya dengan gaji yang dibayarkan pemerintah. Artinya, setiap bulan pemerintah terpaksa mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kepada orang yang juga dinilai fiktif.
Terkait ini, Ateh menilai pihaknya belum bisa menyimpulkan hal tersebut. Meski begitu, hasil investigasi nantinya mencatatkan adanya alokasi anggaran untuk gaji PNS yang ternyata fiktif, maka ada kesalahan dalam manajemen.
"Memang benar begitu kan, bukan salah orang yang menerima duit kan, yang ngurusnya bisa saja salah kan, gak ngomong jagain uang negara petugasnya," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama BKN Paryono mengatakan, salah satu persoalan tidak dilakukannya pembaharuan data PNS karena terkendala akses informasi. Akses yang tidak merata, terutama terjadi terjadi di daerah terpencil.
Baca juga:Habib Rizieq Divonis 8 Bulan Penjara Kasus Kerumunan Petamburan, Ini Pertimbangan Hakim
"Pada saat itu banyak alasan, karena akses informasi tidak ada. PNS mungkin di daerah terpencil sehingga tidak mendapatkan akses informasi. Ada juga sedang tugas belajar di luar negeri,” kata dia.
BKN juga mencatat sebab lain, misalnya, kondisi kesehatan pegawai yang memburuk atau sakit dan sebagian lainnya tengah melakukan perjalanan antar-daerah. “Itu juga dia tidak melakukan pembaruan data. Jadi macam-macam alasannya mereka tidak mengisi,” tuturnya.
(uka)
tulis komentar anda