Industri Digerujuk Gas Murah, Negara Dapat Apa?
Kamis, 24 Juni 2021 - 22:49 WIB
JAKARTA - Insentif penurunan harga gas bumi sebesar USD6 per MMBTU di tingkat konsumen industri seharusnya memberikan lebih negara. Pasalnya, untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut pemerintah harus berkorban mengurangi pendapatannya dari sektor hulu migas dan mamangkas Dana Bagi Hasil (DBH) migas ke daerah.
"Mengenai berkurangnya DBH, perlu adanya evaluasi dalam keputusan negara untuk membikin harga murah pada gas," ujar Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Sebab itu, kata dia, pelaksanaan kebijakan penurunan harga gas sebesar USD6 per MMBUTU perlu dievaluasi secara menyeluruh, baik dari sisi penerimaan negara dari sektor hulu migas, pendapatan negara dari pajak dan daya saing industri yang mendapat insentif harga gas USD6 per MMBTU.
"Niatan kita membuat industri kompetitif ini sudah luar biasa. Mudah-mudahan ada keseimbangan apa yang sudah dikorbankan," kata dia.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko menambahkan akibat kebijakan tersebut setoran pajak tujuh sektor industri yang memperoleh penyesuaian harga gas mengalami penurunan. Belum lagi diperparah dengan adanya pandemi Covid-19.Tercatat pada 2019 mencapai Rp44,89 triliun, kemudian di 2020 sebesar Rp40,09 triliun dan kuartal 1 2021 sebesar Rp10,23 triliun. "Dampak penerimaan pajak kalau dibandingkan 2019 ke 2021 pajak tidak meningkat, tetapi malah turun," ujar dia.
Menurut Arif kebijakan penurunan harga gas penting untuk dievaluasi, dengan pertimbangan perekonomian dalam negeri. SKK Migas pun telah melakukan evaluasi terhadap tambahan industri yang mendapatkan diskon harga gas USD6 per MMBTU dengan memperhatikan kemampuan industri.
"Tentunya untuk melakukan ini pemerintah sudah membentuk tim evaluasi dari hulu sampai hilir terkait penetapan harga gas bumi, pengkinian data, penerimaan negara yang mengkompensasi penurunan harga gas," kata dia.
"Mengenai berkurangnya DBH, perlu adanya evaluasi dalam keputusan negara untuk membikin harga murah pada gas," ujar Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Sebab itu, kata dia, pelaksanaan kebijakan penurunan harga gas sebesar USD6 per MMBUTU perlu dievaluasi secara menyeluruh, baik dari sisi penerimaan negara dari sektor hulu migas, pendapatan negara dari pajak dan daya saing industri yang mendapat insentif harga gas USD6 per MMBTU.
"Niatan kita membuat industri kompetitif ini sudah luar biasa. Mudah-mudahan ada keseimbangan apa yang sudah dikorbankan," kata dia.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko menambahkan akibat kebijakan tersebut setoran pajak tujuh sektor industri yang memperoleh penyesuaian harga gas mengalami penurunan. Belum lagi diperparah dengan adanya pandemi Covid-19.Tercatat pada 2019 mencapai Rp44,89 triliun, kemudian di 2020 sebesar Rp40,09 triliun dan kuartal 1 2021 sebesar Rp10,23 triliun. "Dampak penerimaan pajak kalau dibandingkan 2019 ke 2021 pajak tidak meningkat, tetapi malah turun," ujar dia.
Menurut Arif kebijakan penurunan harga gas penting untuk dievaluasi, dengan pertimbangan perekonomian dalam negeri. SKK Migas pun telah melakukan evaluasi terhadap tambahan industri yang mendapatkan diskon harga gas USD6 per MMBTU dengan memperhatikan kemampuan industri.
"Tentunya untuk melakukan ini pemerintah sudah membentuk tim evaluasi dari hulu sampai hilir terkait penetapan harga gas bumi, pengkinian data, penerimaan negara yang mengkompensasi penurunan harga gas," kata dia.
(nng)
tulis komentar anda