Lahan untuk Investasi Harus Dipermudah
Selasa, 29 Juni 2021 - 06:01 WIB
Sanny menambahkan, ada beberapa persoalan dan hambatan yang dihadapi oleh kawasan industri, yakni regulasi, ketenagakerjaan, infrastruktur utilitas dan logistik, serta fasilitas perpajakan dan insentif. Selain itu, ada juga masalah pertanahan dan tata ruang wilayah, dan gangguan masyarakat.
Persoalan lain yang cukup menantang adalah terkait kompetensi inti industri di daerah, serta perlunya membentuk entitas manajemen kawasan ekonomi. Selain itu kawasan industri juga harus mampu mengelola kawasan agar menarik investor lewat mitra strategis serta penyediaan infrastruktur dan utilitas pendukung.
“Kawasan yang dibangun perlu dibekali koneksi dengan infrastruktur dasar seperti pembangkit listrik, sumber daya air, akses jalan, dan transportasi. Sementara di dalam kawasan, diperlukan instalasi pengelolaan air bersih, air limbah, dan sebagainya,” kata dia
Pengamat ekonomi Fadhil Hasan mengungkapkan, ketersediaan lahan memang selalu masalah dalam investasi. Hal itu terjadi karena ada beberapa kemungkinan antara lain sedikitnya lahan yang dikuasai negara karena sebagian besar sudah menjadi Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
“Kedua, investasi tersebut ada di bidang sumberdaya alam yang memerlukan lahan luas. Dan ketiga, proses mendapatkan lahan tersebut tidak transparan dan akuntabel, serba tidak pasti, jadi membyat sulit investasi,” kata dia.
Untuk itu, kata Fadhil, dalam UU Cipta Kerja pemerintah ingin memiliki Land Bank (bank tanah) yang nantinya akan mengatur semua proses dan mekanisme pengadaan lahan untuk investasi secara lebih baik.
“Tapi saya tidak tahu kemajuan dari lembaga tersebut,” katanya.
Ekonom Ryan Kiryanto menilai, sesungguhnya sejak dulu isu investasi di Indonesia adalah masalah ketersediaan lahan. Padahal, lahan sangat penting untuk mendukung kegiatan operasional ketika investasi sudah dilaksanakan oleh pelaku usaha.
Ryan menggariskan, untuk ketersediaan lahan investasi di daerah kuncinya ada pada koordinasi dan sinergi bersama antara pemerintah pusat melalui Kementerian Investasi/BKPM dengan para pelaku usaha dan seluruh pemerintah daerah (pemda).
“Dulu koordinasi itu kurang smooth. Musababnya, pemerintah pusat memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tetapi RPJMN tersebut tidak diturunkan atau diadopsi oleh pemda-pemda terutama di tingkat I yakni provinsi,” katanya.
Persoalan lain yang cukup menantang adalah terkait kompetensi inti industri di daerah, serta perlunya membentuk entitas manajemen kawasan ekonomi. Selain itu kawasan industri juga harus mampu mengelola kawasan agar menarik investor lewat mitra strategis serta penyediaan infrastruktur dan utilitas pendukung.
“Kawasan yang dibangun perlu dibekali koneksi dengan infrastruktur dasar seperti pembangkit listrik, sumber daya air, akses jalan, dan transportasi. Sementara di dalam kawasan, diperlukan instalasi pengelolaan air bersih, air limbah, dan sebagainya,” kata dia
Pengamat ekonomi Fadhil Hasan mengungkapkan, ketersediaan lahan memang selalu masalah dalam investasi. Hal itu terjadi karena ada beberapa kemungkinan antara lain sedikitnya lahan yang dikuasai negara karena sebagian besar sudah menjadi Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
“Kedua, investasi tersebut ada di bidang sumberdaya alam yang memerlukan lahan luas. Dan ketiga, proses mendapatkan lahan tersebut tidak transparan dan akuntabel, serba tidak pasti, jadi membyat sulit investasi,” kata dia.
Untuk itu, kata Fadhil, dalam UU Cipta Kerja pemerintah ingin memiliki Land Bank (bank tanah) yang nantinya akan mengatur semua proses dan mekanisme pengadaan lahan untuk investasi secara lebih baik.
“Tapi saya tidak tahu kemajuan dari lembaga tersebut,” katanya.
Ekonom Ryan Kiryanto menilai, sesungguhnya sejak dulu isu investasi di Indonesia adalah masalah ketersediaan lahan. Padahal, lahan sangat penting untuk mendukung kegiatan operasional ketika investasi sudah dilaksanakan oleh pelaku usaha.
Ryan menggariskan, untuk ketersediaan lahan investasi di daerah kuncinya ada pada koordinasi dan sinergi bersama antara pemerintah pusat melalui Kementerian Investasi/BKPM dengan para pelaku usaha dan seluruh pemerintah daerah (pemda).
“Dulu koordinasi itu kurang smooth. Musababnya, pemerintah pusat memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tetapi RPJMN tersebut tidak diturunkan atau diadopsi oleh pemda-pemda terutama di tingkat I yakni provinsi,” katanya.
tulis komentar anda