RI Siap Buka Layanan Jasa Bunkering MFO di Selat Sunda
Rabu, 04 Agustus 2021 - 23:56 WIB
JAKARTA - Selat Sunda merupakan salah satu wilayah perairan strategis di Indonesia. Menilik potensinya, PT Krakatau Bandar Samudera (Krakatau International Port) melakukan penandatangan Nota Kesepahaman dengan PT Pertamina Patra Niaga tentang Rencana Kerjasama Bisnis Bunkering Marine Fuel Oil (MFO) di Krakatau International Port dan di beberapa wilayah perairan strategis Indonesia lainnya.
CEO Krakatau International Port, Akbar Djohan mengatakan, pelayanan jasa Bunkering MFO di Krakatau International Port ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat Indonesia sebagai poros maritim khususnya di wilayah perairan strategis Indonesia.
“Kerjasama ini merupakan komitmen Krakatau International Port untuk memberikan pelayanan yang terbaik khususnya melayani kapal-kapal yang melintasi perairan Selat Sunda yang ingin melakukan pengisian bahan bakar,” kata Akbar di Jakarta, Rabu (4/8/2021).
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo mengatakan, Nota Kesepahaman ini merupakan realisasi komitmen Indonesia untuk menciptakan dan meningkatkan pelayanan jasa Bunkering MFO di berbagai pelabuhan strategis di Indonesia.
“MFO dengan kandungan sulfur maksimal 0,5 persen mass by mass (m/m) ini merupakan bahan bakar kapal yang sesuai dengan mandatori International Maritime Organization (IMO) mengenai bahan bakar kapal dengan kadar sulfur maksimal 0,5% wt yang berlaku mulai 1 Januari 2020,” ungkapnya.
Basilio mengestimasikan sekitar USD173 miliar opportunity loss dari jasa bunkering, crew change, dan penyediaan logistik dari kapal-kapal yang melewati Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Menurut data tahun 2020, jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Sunda sebanyak 53.068 kapal (dengan 150 kapal melintas per harinya), sedangkan di jalur Selat Malaka dan Selat Singapura berkisar 120.000 kapal (dengan 350 kapal melintas per harinya di Selat Malaka).
Basilio mengatakan pihaknya telah siapkan hot spots beberapa Pelabuhan Strategis di sepanjang selat-selat tersebut dengan bisnis MFO ini. “Kami yakin, kerja sama ini dapat meningkatkan penerimaan negara dan keuntungan luar biasa terutama untuk revenue negara, kesejahteraan masyarakat, dan yang terpenting Indonesia siap dan mampu untuk memberikan layanan jasa MFO di wilayah perairan strategis kita. Ke depannya, pelabuhan di Indonesia bisa memberikan pelayanan terbaik dan mampu bersaing dengan negara tetangga lainnya,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Hasto Wibowo mengatakan menyambut baik kerjasama ini. "Spiritnya program ini harus segera dimulai. Harapannya dalam 6-12 bulan ke depan akan banyak kapal-kapal ocean going yang melakukan bunkering di KIP,” kata Hasto.
Melalui kerjasama bisnis bunkering Marine Fuel Oil tersebut, pengembangan potensi ekonomi melalui pelayanan jasa tersebut berbagai pelabuhan strategis di Indonesia akan semakin meningkatkan profile Kepelabuhanan Indonesia sekaligus memperkuat posture energi Indonesia khususnya penyediaan Bahan Bakar Kapal MFO Sulfur rendah 180 cSt (centistockes) bersama Pertamina Group.
CEO Krakatau International Port, Akbar Djohan mengatakan, pelayanan jasa Bunkering MFO di Krakatau International Port ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat Indonesia sebagai poros maritim khususnya di wilayah perairan strategis Indonesia.
“Kerjasama ini merupakan komitmen Krakatau International Port untuk memberikan pelayanan yang terbaik khususnya melayani kapal-kapal yang melintasi perairan Selat Sunda yang ingin melakukan pengisian bahan bakar,” kata Akbar di Jakarta, Rabu (4/8/2021).
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo mengatakan, Nota Kesepahaman ini merupakan realisasi komitmen Indonesia untuk menciptakan dan meningkatkan pelayanan jasa Bunkering MFO di berbagai pelabuhan strategis di Indonesia.
“MFO dengan kandungan sulfur maksimal 0,5 persen mass by mass (m/m) ini merupakan bahan bakar kapal yang sesuai dengan mandatori International Maritime Organization (IMO) mengenai bahan bakar kapal dengan kadar sulfur maksimal 0,5% wt yang berlaku mulai 1 Januari 2020,” ungkapnya.
Basilio mengestimasikan sekitar USD173 miliar opportunity loss dari jasa bunkering, crew change, dan penyediaan logistik dari kapal-kapal yang melewati Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Menurut data tahun 2020, jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Sunda sebanyak 53.068 kapal (dengan 150 kapal melintas per harinya), sedangkan di jalur Selat Malaka dan Selat Singapura berkisar 120.000 kapal (dengan 350 kapal melintas per harinya di Selat Malaka).
Basilio mengatakan pihaknya telah siapkan hot spots beberapa Pelabuhan Strategis di sepanjang selat-selat tersebut dengan bisnis MFO ini. “Kami yakin, kerja sama ini dapat meningkatkan penerimaan negara dan keuntungan luar biasa terutama untuk revenue negara, kesejahteraan masyarakat, dan yang terpenting Indonesia siap dan mampu untuk memberikan layanan jasa MFO di wilayah perairan strategis kita. Ke depannya, pelabuhan di Indonesia bisa memberikan pelayanan terbaik dan mampu bersaing dengan negara tetangga lainnya,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Hasto Wibowo mengatakan menyambut baik kerjasama ini. "Spiritnya program ini harus segera dimulai. Harapannya dalam 6-12 bulan ke depan akan banyak kapal-kapal ocean going yang melakukan bunkering di KIP,” kata Hasto.
Melalui kerjasama bisnis bunkering Marine Fuel Oil tersebut, pengembangan potensi ekonomi melalui pelayanan jasa tersebut berbagai pelabuhan strategis di Indonesia akan semakin meningkatkan profile Kepelabuhanan Indonesia sekaligus memperkuat posture energi Indonesia khususnya penyediaan Bahan Bakar Kapal MFO Sulfur rendah 180 cSt (centistockes) bersama Pertamina Group.
(ind)
tulis komentar anda