Pengertian Bank Digital Ditegaskan OJK dalam 3 Aturan Baru
Kamis, 19 Agustus 2021 - 19:29 WIB
Heru menambahkan, POJK tentang Bank Umum ini juga mempertegas pengertian Bank Digital yaitu bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), ataupun melalui pendirian bank baru yang langsung berstatus full digital banking.
“Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi Bank Digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata dia.
Heru juga menegaskan, bahwa ketentuan di POJK ini sama sekali tidak memberikan tambahan beban pengaturan baru kepada bank, namun justru memberikan payung pengaturan bagi bank dalam melakukan transformasi dan akselerasi digital, penyederhanaan dan efisiensi jaringan kantor, serta memberikan kesempatan bagi bank khususnya bank berbadan hukum Indonesia untuk saling bersinergi dalam rangka peningkatan efisiensi dan perluasan layanan.
Dalam mendukung dan mempertegas konsolidasi perbankan sesuai yang dicanangkan OJK sejak tahun lalu, ketentuan mengenai sinergi perbankan dalam POJK Bank Umum ini bertujuan untuk mendukung efisiensi dan optimalisasi sumber daya bank dan lembaga jasa keuangan lain dalam kelompok usaha bank (KUB).
Harapannya, konsolidasi perbankan dengan membentuk KUB dapat menjadi pilihan yang menguntungkan bagi bank, termasuk bank yang masih belum memenuhi modal inti minimum Rp3 triliun.
Penguatan aturan kelembagaan antara lain juga dilakukan dengan peningkatan persyaratan modal menjadi sebesar Rp10 triliun untuk pendirian bank baru, baik dengan model bisnis bank tradisional, ataupun pendirian bank yang full digital.
Selanjutnya untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien, dalam POJK ini telah dilakukan redefinisi pengelompokan bank.
Terkait POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum ini menitikberatkan pada penguatan dalam perizinan dan penyelenggaraan produk bank dari semula menggunakan pendekatan modal inti (capital-based approval) menjadi pendekatan berbasis risiko (risk-based approval).
Aturan ini juga menyasar aspek akselerasi transformasi digital yang memberikan ruang kepada bank untuk lebih inovatif dalam menerbitkan produk dan layanan digital, tanpa mengabaikan aspek prudensial. Digitalisasi produk dan layanan perbankan ini selanjutnya diharapkan dapat mendukung efisiensi ekonomi dan inklusi keuangan.
“Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi Bank Digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata dia.
Heru juga menegaskan, bahwa ketentuan di POJK ini sama sekali tidak memberikan tambahan beban pengaturan baru kepada bank, namun justru memberikan payung pengaturan bagi bank dalam melakukan transformasi dan akselerasi digital, penyederhanaan dan efisiensi jaringan kantor, serta memberikan kesempatan bagi bank khususnya bank berbadan hukum Indonesia untuk saling bersinergi dalam rangka peningkatan efisiensi dan perluasan layanan.
Dalam mendukung dan mempertegas konsolidasi perbankan sesuai yang dicanangkan OJK sejak tahun lalu, ketentuan mengenai sinergi perbankan dalam POJK Bank Umum ini bertujuan untuk mendukung efisiensi dan optimalisasi sumber daya bank dan lembaga jasa keuangan lain dalam kelompok usaha bank (KUB).
Baca Juga
Harapannya, konsolidasi perbankan dengan membentuk KUB dapat menjadi pilihan yang menguntungkan bagi bank, termasuk bank yang masih belum memenuhi modal inti minimum Rp3 triliun.
Penguatan aturan kelembagaan antara lain juga dilakukan dengan peningkatan persyaratan modal menjadi sebesar Rp10 triliun untuk pendirian bank baru, baik dengan model bisnis bank tradisional, ataupun pendirian bank yang full digital.
Selanjutnya untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien, dalam POJK ini telah dilakukan redefinisi pengelompokan bank.
Terkait POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum ini menitikberatkan pada penguatan dalam perizinan dan penyelenggaraan produk bank dari semula menggunakan pendekatan modal inti (capital-based approval) menjadi pendekatan berbasis risiko (risk-based approval).
Aturan ini juga menyasar aspek akselerasi transformasi digital yang memberikan ruang kepada bank untuk lebih inovatif dalam menerbitkan produk dan layanan digital, tanpa mengabaikan aspek prudensial. Digitalisasi produk dan layanan perbankan ini selanjutnya diharapkan dapat mendukung efisiensi ekonomi dan inklusi keuangan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda