Tenaga Kerja di Industri Tembakau Teriak Minta Perlindungan dari Kenaikan Cukai
Kamis, 02 September 2021 - 17:37 WIB
Sudarto berharap Presiden terketuk hatinya untuk memperhatikan 60% anggota serikat pekerja yang setiap tahun harus harap-harap cemas karena kenaikan tarif CHT. RTMM SPSI memohon agar Presiden mendengarkan aspirasi para buruh IHT. Serikat pekerja yang kini menaungi lebih dari 243 ribu tenaga kerja ini membutuhkan kepastian agar seluruh anggotanya mendapatkan perlindungan untuk terus dapat bekerja dan melanjutkan kehidupannya.
“Hampir setengahnya dari anggota kami yakni 153.144 orang merupakan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri hasil tembakau, dan kami ingin menyampaikan kepada bapak Presiden bahwa kondisi riil yang dialami para anggota kami cukup sulit. Mohon nasib mereka lebih diperhatikan,” jelas Sudarto.
Dia menjelaskan, bahwa setiap tahun para pekerja IHT harus mengalami ketidakpastian terkait kelangsungan kerja dan penurunan kesejahteraan akibat dampak regulasi yang ditetapkan. Pasalnya, begitu ada kenaikan tarif CHT yang berimbas pada menurunnya jumlah permintaan, maka pabrikan akan melakukan efisiensi yang berimbas kepada para pekerjanya.
Belum lagi, tenaga kerja di IHT juga kini sangat dibatasi ruang geraknya akibat pandemi COVID 19 yang tidak kunjung usai. Ditambah lagi dengan prosedur protokol kesehatan di lokasi kerja yang menyebabkan mereka harus bekerja berdasarkan shift. Harapannya, kata Sudarto, pemerintah dapat memberikan insentif kepada pekerja demi kesejahteraannya.
“Kami hanya berharap industri ini jangan dianaktirikan, tetapi diberikan peluang untuk tetap bertahan dan memberi manfaat bagi tenaga kerja IHT dan juga negara,” katanya.
Apalagi kehadiran IHT, yang berdiri secara mandiri sebagai industri nasional yang legal, telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara sehingga sudah sepatutnya dilindungi.
Di satu sisi, Sudarto mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai SKT pada tahun ini, serta bantuan untuk para anggotanya. “Kami juga berterima kasih karena pekerja rokok disebutkan sebagai salah satu penerima manfaat DBHCHT,” ujarnya.
“Hampir setengahnya dari anggota kami yakni 153.144 orang merupakan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri hasil tembakau, dan kami ingin menyampaikan kepada bapak Presiden bahwa kondisi riil yang dialami para anggota kami cukup sulit. Mohon nasib mereka lebih diperhatikan,” jelas Sudarto.
Dia menjelaskan, bahwa setiap tahun para pekerja IHT harus mengalami ketidakpastian terkait kelangsungan kerja dan penurunan kesejahteraan akibat dampak regulasi yang ditetapkan. Pasalnya, begitu ada kenaikan tarif CHT yang berimbas pada menurunnya jumlah permintaan, maka pabrikan akan melakukan efisiensi yang berimbas kepada para pekerjanya.
Belum lagi, tenaga kerja di IHT juga kini sangat dibatasi ruang geraknya akibat pandemi COVID 19 yang tidak kunjung usai. Ditambah lagi dengan prosedur protokol kesehatan di lokasi kerja yang menyebabkan mereka harus bekerja berdasarkan shift. Harapannya, kata Sudarto, pemerintah dapat memberikan insentif kepada pekerja demi kesejahteraannya.
“Kami hanya berharap industri ini jangan dianaktirikan, tetapi diberikan peluang untuk tetap bertahan dan memberi manfaat bagi tenaga kerja IHT dan juga negara,” katanya.
Apalagi kehadiran IHT, yang berdiri secara mandiri sebagai industri nasional yang legal, telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara sehingga sudah sepatutnya dilindungi.
Di satu sisi, Sudarto mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai SKT pada tahun ini, serta bantuan untuk para anggotanya. “Kami juga berterima kasih karena pekerja rokok disebutkan sebagai salah satu penerima manfaat DBHCHT,” ujarnya.
(akr)
tulis komentar anda