Petrokimia Gresik Gandeng Unilever dan PT Garam Jamin Ekosistem Bisnis Pabrik Soda Ash
Kamis, 02 September 2021 - 20:14 WIB
(Baca juga:Petrokimia Gresik Akan Bangun Pabrik Soda Ash)
Seperti diketahui, soda ash merupakan bahan baku berbagai produk seperti sabun, deterjen, kertas, tekstil, keramik, gelas, kaca beserta turunannya dan lain sebagainya. Untuk itu, kebutuhan soda ash di Indonesia sangat tinggi, namun saat ini suplainya 100% masih dipenuhi dari impor.
“Ini menjadi peluang besar, Soda Ash Petrokimia Gresik nantinya akan memenuhi kebutuhan pasar domestik dan tidak menutup kemungkinan juga dapat melayani kebutuhan pasar global,” ujar Dwi Satriyo.
Pembangunan Pabrik Soda Ash Petrokimia Gresik menjadi wujud komitmen perusahaan dalam memperkuat industri kimia nasional melalui strategi related diversified industry. Yakni dengan mengoptimalkan pemanfaatan produk samping menjadi produk baru yang memiliki added value untuk mendukung industri lain. Pabrik ini me-utilisasi produk hilir dari pabrik Amoniak-Urea berupa CO2 yang diolah menjadi soda ash.
“Dengan demikian, soda ash yang diproduksi Petrokimia Gresik lebih ramah lingkungan karena menggunakan bahan baku CO2 yang berasal dari proses reaksi kimia dalam pembuatan pupuk urea, bukan berasal dari pembakaran (combustion) bahan bakar fosil. Ini sejalan dengan prinsip Greenhouse Gas Emission (GGE),” tandas Dwi Satriyo
Sedangkan, produk samping Pabrik Soda Ash berupa Ammonium Klorida (NH4CL) dapat digunakan sebagai bahan baku NPK, sehingga dapat mengurangi kebutuhan ZA impor untuk bahan baku NPK.
“Melalui program hilirisasi ini diharapkan Petrokimia Gresik akan semakin mampu melaksanakan tugas pokok sebagai penopang ketahanan pangan nasional, sekaligus memperkuat industri kimia sebagai penggerak ekonomi nasional,” tandasnya.
Sementara itu, bagi Unilever Asia, pendirian pabrik ini menjadi hal penting bagi struktur industri di Indonesia karena ini akan memanfaatkan sumber daya lokal untuk soda ash.
Penandatanganan MoU hari ini juga mendukung roadmap Pemerintah Indonesia dalam mencapai target substitusi impor sebesar 35% tahun 2022, untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap barang modal dan bahan baku.
Seperti diketahui, soda ash merupakan bahan baku berbagai produk seperti sabun, deterjen, kertas, tekstil, keramik, gelas, kaca beserta turunannya dan lain sebagainya. Untuk itu, kebutuhan soda ash di Indonesia sangat tinggi, namun saat ini suplainya 100% masih dipenuhi dari impor.
“Ini menjadi peluang besar, Soda Ash Petrokimia Gresik nantinya akan memenuhi kebutuhan pasar domestik dan tidak menutup kemungkinan juga dapat melayani kebutuhan pasar global,” ujar Dwi Satriyo.
Pembangunan Pabrik Soda Ash Petrokimia Gresik menjadi wujud komitmen perusahaan dalam memperkuat industri kimia nasional melalui strategi related diversified industry. Yakni dengan mengoptimalkan pemanfaatan produk samping menjadi produk baru yang memiliki added value untuk mendukung industri lain. Pabrik ini me-utilisasi produk hilir dari pabrik Amoniak-Urea berupa CO2 yang diolah menjadi soda ash.
“Dengan demikian, soda ash yang diproduksi Petrokimia Gresik lebih ramah lingkungan karena menggunakan bahan baku CO2 yang berasal dari proses reaksi kimia dalam pembuatan pupuk urea, bukan berasal dari pembakaran (combustion) bahan bakar fosil. Ini sejalan dengan prinsip Greenhouse Gas Emission (GGE),” tandas Dwi Satriyo
Sedangkan, produk samping Pabrik Soda Ash berupa Ammonium Klorida (NH4CL) dapat digunakan sebagai bahan baku NPK, sehingga dapat mengurangi kebutuhan ZA impor untuk bahan baku NPK.
“Melalui program hilirisasi ini diharapkan Petrokimia Gresik akan semakin mampu melaksanakan tugas pokok sebagai penopang ketahanan pangan nasional, sekaligus memperkuat industri kimia sebagai penggerak ekonomi nasional,” tandasnya.
Sementara itu, bagi Unilever Asia, pendirian pabrik ini menjadi hal penting bagi struktur industri di Indonesia karena ini akan memanfaatkan sumber daya lokal untuk soda ash.
Penandatanganan MoU hari ini juga mendukung roadmap Pemerintah Indonesia dalam mencapai target substitusi impor sebesar 35% tahun 2022, untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap barang modal dan bahan baku.
(dar)
tulis komentar anda