Target Bauran Energi Butuh Investasi Rp213 Triliun
Senin, 20 September 2021 - 21:53 WIB
JAKARTA - Indonesia perlu melakukan beberapa langkah untuk mempercepat upaya peralihan dan pengembangan energi terbarukan pada 2050. Di antaranya adalah dengan mempersiapkan regulasi dan perkiraan angka investasi yang dibutuhkan untuk energi terbarukan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah perlu membuka kesempatan investasi untuk proyek energi terbarukan. Kajian IESR menunjukkan bahwa untuk memenuhi target 23% bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga 2025, investasi yang diperlukan hingga USD15 miliar, atau setara dengan Rp213 triliun (kurs Rp14.200).
Sementara itu, untuk mencapai net zero emission (nol emisi), IESR memperkirakan nilai investasi yang diperlukan hingga 2030 menyentuh USD25 miliar sampai USD30 miliar, atau Rp355 triliun hingga Rp426 triliun.
"Angka tersebut akan lebih tinggi pada 2030–2050, yakni mencapai USD50 miliar (Rp710 triliun) hingga USD60 miliar (Rp852 triliun) per tahun," ujarnya dalam Press Conference The 4th Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021, Senin (20/9/2021).
Dia melanjutkan, nilai investasi itu termasuk untuk pengembangan di sektor kelistrikan, transportasi, dan industri. "Investasi itu juga mencakup pengembangan green hydrogen, serta sintetik fuel untuk kendaraan yang tidak dapat menggunakan listrik, seperti pesawat dan kapal," ungkapnya.
Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Mardiana mengatakan, Bappenas sudah menyusun beberapa kajian net zero emission. Kajian itu berisi pertimbangan sosial, ekonomi, lingkungan dan kebutuhan pendanaan untuk bisa mempercepat dekarbonisasi di Indonesia.
Dia menuturkan, skenario yang disusun memiliki titik optimumnya pada kajian tahun 2060. Skenario tahun 2060 itu membahas solusi agar pada tahun 2060 batu bara tidak digunakan lagi.
"Tentunya untuk itu kita juga perlu melihat upaya mengurangi ketergantungan batu bara melalui beberapa upaya. Misalnya melihat perkembangan teknologi ke depan, potensi energi hidrogen untuk mencukupi kebutuhan transportasi, industri, dan pembangkit tenaga listrik," tuturnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah perlu membuka kesempatan investasi untuk proyek energi terbarukan. Kajian IESR menunjukkan bahwa untuk memenuhi target 23% bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga 2025, investasi yang diperlukan hingga USD15 miliar, atau setara dengan Rp213 triliun (kurs Rp14.200).
Sementara itu, untuk mencapai net zero emission (nol emisi), IESR memperkirakan nilai investasi yang diperlukan hingga 2030 menyentuh USD25 miliar sampai USD30 miliar, atau Rp355 triliun hingga Rp426 triliun.
"Angka tersebut akan lebih tinggi pada 2030–2050, yakni mencapai USD50 miliar (Rp710 triliun) hingga USD60 miliar (Rp852 triliun) per tahun," ujarnya dalam Press Conference The 4th Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021, Senin (20/9/2021).
Dia melanjutkan, nilai investasi itu termasuk untuk pengembangan di sektor kelistrikan, transportasi, dan industri. "Investasi itu juga mencakup pengembangan green hydrogen, serta sintetik fuel untuk kendaraan yang tidak dapat menggunakan listrik, seperti pesawat dan kapal," ungkapnya.
Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Mardiana mengatakan, Bappenas sudah menyusun beberapa kajian net zero emission. Kajian itu berisi pertimbangan sosial, ekonomi, lingkungan dan kebutuhan pendanaan untuk bisa mempercepat dekarbonisasi di Indonesia.
Dia menuturkan, skenario yang disusun memiliki titik optimumnya pada kajian tahun 2060. Skenario tahun 2060 itu membahas solusi agar pada tahun 2060 batu bara tidak digunakan lagi.
"Tentunya untuk itu kita juga perlu melihat upaya mengurangi ketergantungan batu bara melalui beberapa upaya. Misalnya melihat perkembangan teknologi ke depan, potensi energi hidrogen untuk mencukupi kebutuhan transportasi, industri, dan pembangkit tenaga listrik," tuturnya.
(uka)
tulis komentar anda