Ekspor Naik 10%, Industri Manufaktur Masih Kuat Hadapi Pandemi Covid-19
Selasa, 21 April 2020 - 23:34 WIB
JAKARTA - Industri pengolahan di tanah air masih menunjukkan geliat positif di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. Hal ini tercermin melalui capaian nilai ekspor sepanjang kuartal I tahun 2020, yang mengalami surplus dalam neraca perdagangan.
"Industri pengolahan mengalami tekanan mulai Maret 2020 akibat Covid-19, namun data ekspor industri pengolahan memberikan optimisme untuk tetap bertahan," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Agus Gumiwang mengungkapkan, kinerja pengapalan sektor manufaktur nasional pada tiga bulan pertama tahun ini meningkat 10,11% dibanding periode yang sama tahun lalu (y-o-y). Sepanjang kuartal I-2020, ekspor dari industri pengolahan menembus angka USD32,99 miliar, sedangkan nilai impornya tercatat sekitar USD31,29 miliar.
"Sehingga terjadi surplus sebesar USD1,7 miliar. Bahkan, ekspor industri pengolahan pada kuartal I 2020 memberikan kontribusi signfikan hingga 78,96% terhadap total ekspor nasional yang mencapai USD41,78 miliar," paparnya.
Lima sektor sebagai penyumbang terbesar pada nilai ekspor manufaktur nasional selama tiga bulan pertama tahun ini, yaitu industri makanan yang membukukan senilai USD7,17 miliar.
Kedua industri logam dasar (USD5,48 miliar). Kemudian industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD2,99 miliar), industri pakaian jadi (USD2,02 miliar). Terakhir industri karet, barang dari karet dan plastik (USD1,78 miliar).
Sementara itu, kinerja pengapalan sektor manufaktur pada Maret 2020, mengalami peningkatan 7,41% dibanding capaian Maret 2019. Ekspor dari industri pengolahan di bulan ketiga tahun ini, tercatat menembus angka USD11,12 miliar, sedangkan nilai impornya sekitar USD10,80 miliar.
"Sehingga mengalami surplus pada neraca perdagangan sebesar USD0,32 miliar. Industri pengolahan pada Maret 2020 juga berkontribusi gemilang hingga 78,92% terhadap total nilai ekspor nasional yang mencapai USD14,09 miliar," imbuhnya.
Adapun lima sektor yang menjadi juara pada perolehan ekspor manufaktur nasional selama Maret 2020, yakni industri makanan dan minuman yang membukukan nilai ekspor USD2,47 miliar, diikuti industri logam dasar (USD1,96 miliar), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD1,04 miliar), industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (USD1,02 miliar), serta industri tekstil dan pakaian jadi (USD0,96 miliar).
"Kami melihat terjadi shifting pertumbuhan ekspor yang awalnya didorong oleh CPO dan produk hilirnya serta tekstil di tahun 2019, di kuartal I 2020 khususnya bulan Maret ini, kedua komoditas tersebut tergantikan oleh besi baja termasuk logam mulia, serta kertas dan permesinan," ujar Agus Gumiwang.
Pertumbuhan ekspor yang tinggi dari komoditas besi baja, didorong oleh perusahaan di Kawasan Industri Morowali dengan tujuan pasar utamanya ke China dan beberapa negara lainnya.
"Walaupun demikian, komposisi nominal ekspor terbesarnya masih ditempati oleh CPO dan produk hilirnya, serta tekstil dan alas kaki," tandasnya.
"Industri pengolahan mengalami tekanan mulai Maret 2020 akibat Covid-19, namun data ekspor industri pengolahan memberikan optimisme untuk tetap bertahan," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Agus Gumiwang mengungkapkan, kinerja pengapalan sektor manufaktur nasional pada tiga bulan pertama tahun ini meningkat 10,11% dibanding periode yang sama tahun lalu (y-o-y). Sepanjang kuartal I-2020, ekspor dari industri pengolahan menembus angka USD32,99 miliar, sedangkan nilai impornya tercatat sekitar USD31,29 miliar.
"Sehingga terjadi surplus sebesar USD1,7 miliar. Bahkan, ekspor industri pengolahan pada kuartal I 2020 memberikan kontribusi signfikan hingga 78,96% terhadap total ekspor nasional yang mencapai USD41,78 miliar," paparnya.
Lima sektor sebagai penyumbang terbesar pada nilai ekspor manufaktur nasional selama tiga bulan pertama tahun ini, yaitu industri makanan yang membukukan senilai USD7,17 miliar.
Kedua industri logam dasar (USD5,48 miliar). Kemudian industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD2,99 miliar), industri pakaian jadi (USD2,02 miliar). Terakhir industri karet, barang dari karet dan plastik (USD1,78 miliar).
Sementara itu, kinerja pengapalan sektor manufaktur pada Maret 2020, mengalami peningkatan 7,41% dibanding capaian Maret 2019. Ekspor dari industri pengolahan di bulan ketiga tahun ini, tercatat menembus angka USD11,12 miliar, sedangkan nilai impornya sekitar USD10,80 miliar.
"Sehingga mengalami surplus pada neraca perdagangan sebesar USD0,32 miliar. Industri pengolahan pada Maret 2020 juga berkontribusi gemilang hingga 78,92% terhadap total nilai ekspor nasional yang mencapai USD14,09 miliar," imbuhnya.
Adapun lima sektor yang menjadi juara pada perolehan ekspor manufaktur nasional selama Maret 2020, yakni industri makanan dan minuman yang membukukan nilai ekspor USD2,47 miliar, diikuti industri logam dasar (USD1,96 miliar), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD1,04 miliar), industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (USD1,02 miliar), serta industri tekstil dan pakaian jadi (USD0,96 miliar).
"Kami melihat terjadi shifting pertumbuhan ekspor yang awalnya didorong oleh CPO dan produk hilirnya serta tekstil di tahun 2019, di kuartal I 2020 khususnya bulan Maret ini, kedua komoditas tersebut tergantikan oleh besi baja termasuk logam mulia, serta kertas dan permesinan," ujar Agus Gumiwang.
Pertumbuhan ekspor yang tinggi dari komoditas besi baja, didorong oleh perusahaan di Kawasan Industri Morowali dengan tujuan pasar utamanya ke China dan beberapa negara lainnya.
"Walaupun demikian, komposisi nominal ekspor terbesarnya masih ditempati oleh CPO dan produk hilirnya, serta tekstil dan alas kaki," tandasnya.
(bon)
tulis komentar anda